Bila kita berkunjung ke toko buku dan melihat buku Kids Zaman Now: Menemukan Kembali Islam ada di rak, mungkin kesan kita saat membaca judulnya akan menganggap buku ini sebagai buku ecek-ecek. Padahal kalau dibaca isinya, ternyata buku ini jauh dari kesan tersebut. Kids Zaman Now: Menemukan Kembali Islam, secara keseluruhan justru membahas tasawuf yang dalam Islam, jelas bukan sesuatu yang remeh-temeh
Buku karya Dr. Muhammad Nursamad Kamba/Syekh Nursamad ini ialah buku tasawuf yang tidak biasa. Buku ini membahas tasawuf dengan pemaknaan yang berbeda dari pemahaman umum. Syekh Nursamad menganggap tasawuf bukan sebagai bagian kecil dari islam, melainkan tasawuf ialah esensi islam itu sendiri (hlm viii). Pandangan ini berbeda dengan beberapa teolog islam seperti Ibn Taimiyyah dan Ibn Qayyim Al Jauziah yang menganggap tasawuf hanya sebagai dimensi etika dalam Islam. Atau meminjam istilah Kiai Said Aqil Siradj, dalam buku Tasawuf sebagai Kritik Sosial, tasawuf sebagai aspek esoteris Islam.
Buku setebal 322 halaman ini merupakan hasil perenungan pribadi Syekh Nursamad mengenai praktik keislaman hari ini. Menggunakan tasawuf sebagai pintu masuk, Syekh Nursamad mencoba menilik berbagai hal yang selama ini dianggap sebagai sesuatu yang sudah selesai dan tak perlu lagi ditafsirkan dalam dunia Islam.
Hal itu bisa dilihat dari seluruh pemaparan yang ada di buku ini. Pada bagian awal, Syekh Nursamad membuka uraian dengan memaknai ulang rukun Islam secara baru. Kita bisa lihat dari pemaknaannya mengenai syahadat. Secara umum syahadat dimaknai dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Tapi, oleh Syekh Nursamad, syahadat dimaknai secara berbeda. Baginya, syahadat bukanlah bersaksi, melainkan menyaksikan. Makna bersaksi terbatas hanya pada tindakan formalistik sesaat, sedangkan menyaksikan berhubungan dengan tindakan berkesinambungan.
Jika menggunakan makna menyaksikan, hal itu akan erat berhubungan dengan Islam sebagai dimensi kepasrahan diri. Sedangkan bersaksi, akan berimplikasi pada legitimasi sebagai bagian dari umat saja. Maksudnya, bila menggunakan makna syahadat yang hanya terbatas pada bersaksi, syahadat hanya akan menjadi sekedar ikrar yang menerangkan bahwa ia seorang muslim.
Sedangkan jika memakai makna menyaksikan, berarti kita harus menyaksikan setiap saat bahwa tiada Tuhan selain Allah, agar kita bisa tetap berserah diri kepada-Nya di setiap ruang dan waktu. Kita juga harus menyaksikan bahwa apapun yang dilakukan Rasul adalah semata-mata bentuk penyerahan diri kepada Allah (hlm 5-8).
Pemaknaan di atas jelas berbeda dengan pemaknaan umum mengenai syahadat. Menurut Syekh Nursamad, bila syahadat dimaknai sebagai menyaksikan, kita dijamin tak terjerumus dalam kesombongan, arogansi, dan independensi egosentris yang pada gilirannya akan membebaskan bumi dari pertumpahan darah dan kerusakan (hlm 6).
Dalam dunia tasawuf, tarekat sebagai sebuah lembaga formal dianggap sebagai bentuk utama praktik bertasawuf. Tapi menurut Syekh Nursamad, tarekat aslinya tidak harus selalu terlembaga seperti sekarang ini. Esensi tarekat adalah sebagai jalan untuk lebih dekat kepada Allah SWT. Karena berupa jalan, aslinya hal itu tidak terbatasi dengan berbagai lembaga tarekat formal yang selama ini ada.
Dalam tradisi sufisme, dikenal adegium, “jalan/thariqah menuju Allah sebanyak napas manusia.” Maksudnya, agar kita bisa sampai pada Allah, jalan untuk mencapainya banyak, sebanyak napas manusia. Oleh sebab itu, dalam bukunya Syekh Nursamad memperkenalkan tarekat baru bernama tarekat virtual, yakni bertarekat tanpa mengikatkan diri pada ikatan formal lembaga tarekat (hlm xiii).
Tarekat virtual bermakna sebagai kegiatan yang mendorong semua orang melakukan perjalanan menuju Allah tanpa harus terlebih dahulu berbaiat kepada mursyid tertentu, atau mengikatkan diri pada organisasi tarekat secara formal (hlm 251). Artinya, setiap orang bisa bertarekat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah tanpa harus memasuki satu lembaga tarekat formal. Bentuknya dengan tetap membaca wirid/zikir tertentu dalam kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan kita sebagai upaya terus mengingat, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Perbedaan tarekat virtual dengan lembaga tarekat formal terletak pada keleluasaan kita dalam mempraktikan berbagai cara menuju Allah. Bila dalam tarekat umumnya terdapat ketentuan mengenai apa saja yang harus dilakukan, seperti bacaan wirid/zikir yang harus dibaca dan pantangan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam tarekat virtual ketentuan itu kembali pada diri kita sendiri.
Kita sendiri yang menentukan membaca wirid/zikir apa dan berapa banyak bacaan itu sesuai dengan kemampuan kita. Tujuannya jelas untuk memudahkan jalan seseorang menuju Allah.
Apa yang diuraikan dalam buku ini bisa dibilang berani sekaligus kontroversial. Hal itu dikarenakan muatan buku yang secara tidak langsung menggugat anggapan umum umat Islam yang berkembang dewasa ini. Dari pemaknaan syahadat, tarekat, hingga pemaknaan mengenai fikih, semua dipaparkan dalam kerangka menggugat pemaknaan umum yang sekarang disepakati.
Bahkan dalam beberapa bagian, Syekh Nursamad secara terbuka menduga bahwa penyebab umat islam mengalami kemunduran serta kesulitan merespons perkembangan peradaban di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ialah karena umat Islam semakin jauh dari akses langsung dengan Alquran dan inspirasi-inspirasi aktual.
Tidak heran jika kemudian di bagian belakang buku terdapat kata-kata, “bacalah buku ini dengan pikiran bersih dan tenang. pastikan dirimu tidak sedang ‘dicengkram’ nafsu.” Kata-kata ini ada benarnya bila melihat keseluruhan isi buku yang memang sulit dipahami jika tidak dalam kondisi bersih dan tenang. Bahkan kalau tidak jernih membacanya, bisa saja banyak yang salah paham dengan apa yang terdapat dalam buku ini.
Kelebihan utama buku ini terletak pada kemampuan Syekh Nursamad yang berhasil menjelaskan berbagai konsep mendasar mengenai tasawuf dengan sangat sederhana. Konsep mengenai tazkiyatunnafs, tarekat, hingga definisi substansial tasawuf ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh orang awam yang tidak mendalami tasawuf. Hal ini berkebalikan dari buku bertema sejenis yang kadang ditulis dengan bahasa yang rumit.
Buku ini sangat relevan dibaca di tengah fenomena keberislaman yang cenderung hanya di permukaan, tanpa memahami makna islam secara substansial. Apa yang diulas dalam buku ini bisa menjadi semacam penawar atas kondisi itu, sekaligus menjadi cara baru memaknai kesejatian.
Identitas Buku
Judul: Kids Zaman Now: Menemukan Kembali Islam
Penulis: Dr. Muhammad Nursamad Kamba
Penerbit: Pustaka IIMaN
Cetakan: Juli, 2018
Tebal: xviii+304