Masyarakat Iran yang mayoritas penganut Syiah tak dapat dipisahkan dengan tradisi ziarah. Tradisi tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari. Dalam hal ini, ada kemiripan antara masyarakat di sana dengan warga Nahdhatul Ulama di Indonesia.
Tradisi ini didukung dengan banyaknya makam-makam para tokoh yang dirawat dengan baik. Di setiap tempat hampir dipastikan akan ada makam-makam tokoh yang menjadi pusat ziarah. Tokoh-tokoh tersebut berasal dari kalangan ulama, imam zadeh , sufi, penyair, dan ilmuwan Iran sendiri.
Salah satu makam yang sering ditemukan adalah imam zadeh. Ia adalah putra dari imam-imam maksum yang diakui oleh Syiah. Di Iran sendiri mayoritasnya adalah penganut Syiah dua belas imam. Jadi, setiap imam yang mempunyai keturunan, kemudian putranya meninggal, maka makamnya akan dirawat oleh masyarakat layaknya seperti wali-wali di tanah Nusantara.
Makam ulama dan imam zadeh pada umumnya terletak di dalam masjid. Untuk memasuki makam, sebelumnya para peziarah harus melewati dulu pengecekan yang dilakukan oleh petugas keamanan. Hal ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan karena mungkin saja ada kelompok tertentu yang tidak suka dengan praktek ziarah berusaha untuk menghancurkan makam.
Biasanya tempat-tempat ziarah akan ramai pada hari kamis dan jumat yang mana hari tersebut merupakan akhir pekan di Iran. Pada saat hendak ziarah, mereka akan membawa makanan dari rumah. Selanjutnya, sebelum melakukan ziarah, makanan tersebut akan dibagikan kepada yang membutuhkan. Oleh karena itu, sudah menjadi pemandangan umum di halaman masjid banyak orang yang menawarkan makanan. Makanan yang disuguhkan bermacam-macam mulai dari kurma, kue, coklat, dan berbagai makanan ringan khas Iran.
Mereka melakukan ziarah biasanya karena mempunyai nazar atau keinginan-keinginan yang belum tercapai. Di sana, mereka akan berdoa dan berharap maksudnya terlaksana. Mereka percaya dengan menziarahi orang-orang suci tersebut dapat menjadi perantara untuk mendapatkan keberkahan dan kelancaran dalam segala urusan. Adapun pembagian makanan adalah bagian dari ritual yang dipandang sebagai sedekah supaya hajatnya cepat terkabul.
Setelah pembagian makanan, mereka akan masuk menuju makam. Di pintu masuk, mereka akan membaca salam dan salawat terlebih dahulu. Sementara, bentuk makamnya sendiri cukup unik karena dikelilingi oleh bangunan berbentuk kubus yang dilapisi warna kuning keemasan. Mereka akan memegang besi-besi pada bangunan itu, lalu berdoa atau bahkan bercerita tentang masalah yang sedang dihadapi.
Dengan tangan dan kepala yang masih tertunduk tak jarang mereka meneteskan air mata. Mereka begitu khidmat, larut dalam doa dan pengharapan. Sehingga jika diamati, masyarakat Persia nampaknya lebih ekspresif daripada masyarakat Indonesia dalam praktik ziarah. Dengan berziarah, mereka seakan-akan mendapatkan kekuatan spiritual yang mengisi kekosongan batin.
Hal unik lainnya adalah di dalam bangunan makam terdapat banyak sekali uang di dalamnya. Uang tersebut dimasukkan melalui celah-celah besi yang terdapat di sekeliling bangunan makam. Uang tersebut biasanya berhubungan dengan hajat-hajat para peziarah. Lalu, pihak pengurus akan memberdayakan uang yang terkumpul untuk kepentingan bersama.
Ketika sudah selesai, mereka akan berjalan mundur menuju pintu keluar makam. Setelah mencapai pintu keluar, mereka akan melambaikan tangan dan memberikan kecupan terakhir yang ditujukan ke arah makam. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang dimuliakan. Rangkaian ini diakhiri dengan salat sunat, membaca salawat dan surah Yasin. Seperti itulah tradisi ziarah di negeri Persia.