Viralnya video ceramah ustaz Abdul Somad yang dianggap melecehkan agama menarik untuk ditanggapi. Dalam video pengajian tersebut UAS (Ustaz Abdul Somad) menjawab pertanyaan salah satu jamaahnya, bahwa telah bersemayam jin kafir di balik salib. Apa yang bisa diambil dari kasus yang menimpa UAS ini?
Kasus ini memerlihatkan kepada kita bagaimana pengajaran keagamaan di sekolah dan dakwah yang masih bersifat apologetik. Apologetik adalah sikap yang membela iman dengan tanpa reserve. Sikap ini menjadi bagian yang tertanam dalam bentuk dakwah dan pengajaran di kelas dan lain sebagainya.
Di berbagai pengajaran di sekolah atau madrasah kita sering mendapati bagaimana para guru menjelaskan keyakinan-keyakinan keagamaan (Islam) dengan cara membuat semacam binary opposition (oposisi biner), hitam-putih, jahat-baik, gelap-terang dan lain sebagainya. Penjelasan seperti ini ternyata mengandung implikasi yang kurang baik. Penjelasan ini akan terdengar dangkal dan menyalahkan pihak agama lain.
Para guru yang mengajarkan agama juga kurang diikutsertakan dalam program dialog-dialog lintas iman atau lintas agama. Mereka, sebagai ujung tombak pendidikan agama, dari TK hingga perguruan tinggi nyaris tidak tersentuh oleh gelombang diskursus dialog antar agama. Dengan demikian mindset mereka masih terbangun dengan paradigma bahwa anak didik hidup dalam komunitas yang homogen, satu padu secara keagamaan.
Oleh karena mereka (pendidik) jarang atau bahkan tidak pernah mengalami dialog antar iman atau agama, mereka gagap dalam menghadapi pluralitas penganut agama-agama yang ada di luar pagar sekolah mereka. Issu kafir, bid’ah, murtad, tidak selamat jika tidak menganut agama seperti yang dia anut sering dijumpai dalam praktik pengajaran agama Islam di sekolah. Inilah yang perlu untuk dirombak.
Ungkapan-ungkapan itu tentu sedikit banyak akan menyentuh perasaan the others, dan kenyataan tersebut akan mengeraskan kondisi psikologis umat agama lain dan dapat meyebabkan ketidakharmonisan hubungan antar agama dan meningkatnya intoleransi dalam beragama.
Kasus yang menimpa Ustaz Abdul Somad menjadi alarm penting kepada masyarakat pendidik untuk mengubah cara pembelajaran agama yang hanya mengandalkan binary opposition menuju pembelajaran yang lebih humanis. Pembelajaran yang melihat dan menitikberatkan kepada aspek kemanusiaan dan memperlihatkan fakta pluralitas masyarakat Indonesia.
Maka perlu juga menjadikan program dialog antar iman atau agama dengan mengikutsertakan para pendidik pelajaran agama, sehingga mereka bisa menghayati, berdialog lintas iman dan agama dengan the others.
Dialog menjadi imperative yang penting untuk dapat menumbuhkan sikap-sikap keberagamaan yang terbuka, kritis dan bisa memahami pluralitas yang telah menjadi kenyataan hidup di Indonesia. Hanskung telah mendedahkan dengan baik, bahwa tidak ada perdamaian jika tidak terwujud kerukunan antar agama, dan tidak ada kerukunan antar agama tanpa dialog antar agama.
Wallahu A’lam Bi Ashawaab.