Kordoba, pada suatu pagi yang cerah di bulan Shafar 337 H (948 M). Kaisar Byzantium Constantine VII mengirimkan utusan kepada Sultan Abdurrahman III, Sultan Muslim Andalus, untuk kian mengeratkan hubungan diplomatik antar kedua negara.
Duta dari Byzantium itu membawa banyak hadiah untuk sang Sultan, salah satunya adalah naskah karangan Dioscorides (w. 90 M), seorang dokter dan farmasolog kesohor zaman Yunani klasik. Naskah tersebut membahas beberapa teori penting ilmu farmasi dan kedoteran, ditulis dalam bahasa Yunani.
Naskah tersebut sangat berharga sehingga sang Sultan menitahkan untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab dan menjadi koleksi perpustakaan akademi keilmuan Kordoba, sekaligus menjadi acuan kajian kefarmasian dan kedokteran di negaranya. Namun saat itu di Andalus tidak ada orang yang cakap berbahasa Yunani untuk menerjemahkannya kedalam bahasa Arab.
Maka sang Sultan pun meminta sang Kaisar Byzantium untuk mengirimkan seorang penerjemah yang cakap berbahasa Yunani-Arab. Sang Kaisar memenuhi permintaan sang Sultan. Ia mengutus seorang penerjemah Yunani-Arab ke Andalus, namanya Nicolas.
Setibanya di Kordoba, Nicolas pun mulai membantu proses penerjemahan naskah Dioscorides tersebut ke dalam bahasa Arab. Uniknya, kepala pelaksana proyek penerjemahan itu adalah Hasday ibn Xaprut (Syabruth), seorang Yahudi yang menjadi sastrawan, cendikiawan, dokter, filsuf, dan juga wazir (menteri) di istana Sultan, dengan dibantu oleh para ulama kedokteran Muslim Andalusia pada zaman itu; Muhammad an-Nabati al-Qurthubi, Abu Utsman al-Khazzaz, Abdurrahman ibn al-Haitsam, Abu Abdillah al-Shiqili dan lain-lain.
Dampak penerjemahan karya Dioscorides itu sangat luar biasa. kajian ilmu farmasi dan kedokteran pun menjadi semarak di akademi-akademi Andalusia. Para pakar di bidang tersebut pun kian banyak bermunculan. Abdurrahman ibn al-Haitsam, dokter dan farmasolog istana, menulis kitab berjudul “al-Iktifa mi Khawash al-Asyya” dan “al-Kamaal wa al-Tamaam fi al-Adawiyyah al-Musahhilah wa al-Muqi’ah” yang merupakan ringkasan dan gubahan dari karya Dioscorides. Ada juga Abu Dawud Sulaiman ibn Jaljal yang menulis kitab “al-Adawiyah al-Mufradah min Kitab Dioscorides al-‘Ainzarbi” dan merupakan komentar atas buku Dioscorides.
Beberapa tahun setelah itu, muncullah sederetan generasi ulama kedokteran raksasa di Andalus, semisal Abu al-Qasim al-Zahrawi, Ibn Wafid, Muhammad al-Tamimi al-Thalithali, Ibn Bajah, Ibn Thufail, Ibn Rusyd, Ibn Zahar, Ibn Maimun, Ibn al-‘Awwam, Ibn al-Baythar dan lain sebagainya.
Ini adalah fakta sejarah yang unik. seorang kaisar Kristen-Yunani memberi manuskrip kepada seorang Sultan Muslim arab-Andalus. Manuskrip berbahasa Yunani itu lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh ilmuwan Yahudi, Kristen, dan Muslim. Manuskrip itu juga menjadi embrio berkembangnya ilmu farmasi dan kedokteran dalam peradaban Arab-Islam di Andalus.
Inilah berkah ilmu pengetahuan.