Berawal dari menulis buku Usaha Menyalakan Api ; Catatan Diskusi dan Refleksi PMII, mengantarkan saya ke salah satu daerah Gresik. Pengurus Cabang PMII mengundang saya dan sahabat-sahabat yang terlibat dalam pembuatan buku untuk hadir di Gresik, guna untuk dibedah di salah satu warung kopi Oase di Jalan Qomaruddin 26, Kebomas Gresik. Sebagai salah satu kebiasaan saya bersama yang lain, ketika mengunjungi sebuah daerah kami akan mendata makam keramat yang akan kami ziarahi.
Dari sekian makam ternama di daerah Gresik seperti makam Sunan Giri, makam Sayid Abdurrahman Gresik sampai makam Nyai Ageng Pinantih. Ada satu makam keramat bagi kami yang senang ziarah terasa asing ketika mendengar makam Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar Assegaf, seorang sahabat memberi tahu kami untuk ziarah ke makam habib ini.
Setalah melakukan perjalanan selama delapan jam menempuh perjalanan dari Yogyakarta menuju Surabaya, sesampai di terminal Bungrasih, kami naik bus jurusan Semarang dan turun di Kota Gresik. Sesampainya kami di lokasi bedah buku, kemudian kami beristrahat sejenak sampai sore hari, sekitar pukul 4 sore kami meminta panitia untuk mengantarkan kami ke daerah alun-alun Gresik di jalan Wahid Hasyim, tepatnya di selatan Masjid Jami terdapat makam yang kami tuju.
Sebagai kota yang lumayan panas, kesejukan malah kami dapatkan di makam Habib Abu Bakar Assegaf. Pada buku 17 Tokoh Habib Berpengaruh di Indonesia’ ternyata dari sekian nama habib ternama itu tercatat Habib Abu Bakar Assegaf adalah satu dari 17 habib yang memiliki pengaruh di Indonesia. Habib Abu Bakar Assegaf lahir di Besuki, Situbondo pada 16 Dzulhijjah 1285 Hijriah.
Dikenal dengan nama habib Abu Bakar Assegaf yang kemudian dikenal dengan Wali Qutub. Kewalian beliau sudah terlihat sejak kecil, sebagai anak kecil Abu Bakar Assegaf mampu mengingat setiap kejadian yang dialaminya. Padahal masih berusia tiga tahun, akan tetapi memiliki setiap ingatan detail tentang hal-hal yang beliau alami.
Kemudian pada 1293 H, beliau menempuh perjalanan untuk belajar kepada berbagai ulama ternama di Hadramaut, seperti salah satunya adalah ulama ternama, seorang guru bernama Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi RA. Konon, sang guru Habib Ali sudah melihat keunikkan dari seorang murid yaitu Habib Abu Bakar Assegaf, beliau sang guru memanggil seorang muridnya, kemudian Habib Ali mengatakan ada tiga auliya yang nama, haliah dan maqamnya sama.
Wali yang pertama Habib Al-Qutbul-Mala’ Abubakar bin Abdullah Alydrus, kedua adalah Habib Abubakar bin Abdullah at-Attas dan wali ketiga, sang guru hanya mengatakan ‘akan engkau lihat diakhir usiamu’, yang kemudian hari diyakini oleh banyak orang yang dimaksud oleh sang guru adalah Habib Abu Bakar Assegaf sendiri.
Merasa beruntung, saya bersama yang lain dapat berziarah di makam salah satu wali berpengaruh dizamannya, walau tak banyak yang menziarahi makamnya. Akan tetapi, nama dan kisah beliau tertulisa lengkap di ingatan para habib yang lain dan kiai NU. Setelah ziarah, kamudian kami kembali ke lokasi bedah buku di Oase, setelah itu dilanjut dengan ziarah makam Sunan Giri. Ziarah makam adalah hal yang sudah tidak asing lagi bagi kader PMII dimanapun ia berada, sebab organisasi ini adalah anak-cucu dari NU.
Bagi siapa pun yang ingin ziarah ke makam habib Abu Bakar Assegaf, setiap haulnya selalu hadir habib syekh sendiri. Terdapat banyak alternatif untuk datang ke lokasi makam, paling mudah adalah menggunakan transportasi online. Makam ini terbuka bagi peziarah dimana pun dan kapan pun. Karena terdapat dua pintu masuk ke makam, pintu utama di pintu masuk masjid Jami yang dibuka sampai pukul 11.00 malam, di atas jam 11.00 malam terdapat pintu masuk selatan masjid Jami yang dibuka sampai salat Subuh.