IQRA.ID – Tanggal 6 Agustus 2019 bisa jadi menjadi hari berduka luar biasa bagi bangsa Indonesia khususnya umat Islam. Hal ini lantaran ulama kharismatik yakni KH Maimoen Zubair dipanggil oleh Allah untuk kembali kepada-Nya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang itu wafat di Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi, pada waktu menjalankan ibadah haji. Beliau lalu dikebumikan di Ma’la (Jannatul Mualla), sebelah utara Masjidil Haram. Di kompleks pemakaman ini dikuburkan juga buyut, paman, kakek, istri dan keturunan Nabi Muhammad.
Pasca wafatnya ulama Nahdlatul Ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu, beberapa tokoh maupun orang-orang terdekat beliau pernah mendapatkan pesan-pesan khusus. Salah satunya adalah politisi sekaligus aktivitas NU Nusron Wahid yang sempat berjumpa di Jakarta pada suatu malam menjelang keberangkatan Mbah Maimoen ke Tanah Suci.
Nusron pada malam peringatan 7 hari wafatnya KH Maimun Zubair di Majelis Darul Hasyimi, Duren Sawit, Jakarta Timur, mengungkapkan, bahwa Mbah Moen saat itu memberikan 7 pesan. Isinya yakni berisi 2 pesan sifatnya pribadi, 2 pesan untuk Bapak Jokowi, 2 pesan akan disampaikan kepada umum, dan 1 pesan akan disampaikan pada saat yang tepat nanti.
Dua pesan Mbah Moen kepada umum itu nampaknya penting untuk diperhatikan oleh kalangan umat Islam khususnya warga Nahdliyin.
Pesan pertama, KH Maimoen Zubair pada waktu itu sambil meneteskan air mata dan memegang tangan Nusron. Isinya adalah aktivis Nahdlatul Ulama dari berbagai tingkatan untuk tidak mau dan tidak boleh diadu domba dengan Ahlul Bait (keturunan Nabi Muhammad), dan tidak boleh diadu domba juga dengan sesama NU.
“Aktivis NU tidak boleh terpancing dan bermusuhan dengan Ahlul Bait. Beliau sudah berpesan, kalau kamu ingin berpegang sama orang NU yang habib dan habib yang NU, peganglah Habib Luthfi, karena ia ulama habib yang Jawa serta orang Jawa yang paham habib,” ungkap mantan Ketua Umum GP Ansor itu.
Pesan kedua, waktu itu sambil Mbah Moen bercerita tentang sosok KH Wahab Hasbullah. Isinya yakni Organisasi NU harus nasionalis, dan Indonesia harus NU. Dalam pesan ini, Nusron memahami, bahwa cara keberagamaan Islam Indonesia lebih cocok sebagaimana tata caranya Nahdlatul Ulama.
“Sambil mengutip sebuah ayat yang sering beliau sampaikan, lalu mengutip tafsir dari Syekh Ramadhan Al Buthi bahwa kebangkitan peradaban Islam akan muncul dan datang dari Indonesia,” ujar Nusron.
Hal ini selaras dengan keterangan yang pernah Mbah Moen tuturkan, bahwa peradaban Islam memiliki tujuh fase yang puncaknya nanti di Indonesia.
Fase pertama adalah zaman Nabi Muhammad. Kedua, fase 4 Sahabat Khulafaur Rasyidin. Ketiga, fase Bani Umayyah. Keempat adalah fase Bani Abbasiyah. Kelima yaitu fase kaum sufi dan intelektual (Ibn Rusyd, Ibn Sina, dan lain-lain). Keenam, fase Turki Usmani, dan ketujuh adalah fase Indonesia.
“Kebangkitan Islam akan datang dari sebuah negara di mana negara itu adalah penghasil biji-bijian, bukan negara Islam tapi mayoritas Islam, dan ada ajaran Nasrani dan ada juga ajaran Yahudi,” papar Nusron sebagaimana keterangan dari Mbah Moen.
Ia menjelaskan bahwa fase Indonesia merupakan tafsir dari Sayyid Ramadhan Al Buthi yang dikutip berkali-kali oleh Mbah Maimoen. Oleh karena itu, pesan KH Maimoen Zubair yakni NU harus menjadi kekuatan nasionalis di Indonesia.
Kini sang Murobbi Ruhina itu sudah tiada. Namun, karya dan santri beliau bertebaran di mana-mana. Mungkin doa dan melanjutkan perjuangannya adalah cara terbaik bagi siapa saja yang cinta dan hormat kepadanya. Al-Fatihah… (M. Zidni Nafi’)