Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk pada Bulan Januari 2019 sebanyak 3,095,026 jiwa. Dalam jumlah penduduk yang terbilang padat ini, kebutuhan akan nutrisi hewani baik dari hewan ruminansia maupun unggas sangat besar.
Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan Surabaya awalnya didirikan oleh Kolonial Belanda pada tahun 1927. Saat ini bernama RPH (Rumah Potong Hewan Pegirian), Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah Kota Surabaya.
RPH Pegirian semula telah memperoleh sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur. Namun, satu tahun terakhir sertifikat itu dicabut karena RPH tidak dapat memenuhi standar yang disyaratkan ditambah lagi hasil audit sertifikasi halal yang dilakukan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis (LPPOM) MUI Jatim di RPH yang mengalami titik kritis.
Kondisi tersebut disebabkan oleh tidak adanya kesamaan persepsi di internal direksi RPH dalam menjalankan organisasi perusahan menjadi penyebab memburuknya kondisi perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Surabaya ini.
Tulisan ini akan menjadi tentang kompetensi juru sembelih halal yang ada di Kota Surabaya dan juga faktor yang mempengaruhi kompetensi tersebut.
Pasar Wonokromo yang berada di Jl. Stasiun Wonokromo Kelurahan Jagir Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya Selatan Propinsi Jawa Timur menjadi lokus kajian ini dengan pertimbangan pasar ini merupakan pasar rakyat yang menerima supplai hewan unggas terbesar dari seluruh pasar- pasar di Kota Surabaya. Jumlah pedagang dan pemotong unggas (ayam, itik, menthok) juga paling banyak di banding pasar-pasar yang lain.
Para pemilik/pedagang ayam memotong ayam di pasar-pasar tersebut kemudian menjualnya kepada pembeli baik di lokasi pemotongan, atau di lapak-lapak di selruh maupun ke rumah makan-rumah makan di Kota Surabaya.
Latar Belakang Juru Sembelih
Latar belakang pengetahuan agama juru sembelih di masyarakat berdasarkan pengamatan dan wawancara di RPHR (Kedurus atau Pegirian) para penyembelih dan para pemboleng berasal dari etnis Madura muslim.
Pendalaman masalah fiqih yang berkaitan dengan penyembelihan (fiqih dhabh) dipelajari di tingkat tsanawiyah dan aliyah. Para penjagal beraktivitas di RPH sudah turun temurun.
Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi
Di antara faktor yang mempengaruhi kompetensi para penyembelih baik di RPHU maupun RPHR adalah:
Penyembelihan Sesuai Syariat
Proses pemotongan hewan harus sesuai dengan ajaran syariat Islam, jika tidak sesuai syariat islam maka daging ayam yang dimakan menjadi tidak halal. Titik kritis dalam proses memperoleh daging adalah saat penyembelihan. Salah satu syarat pemotongan halal adalah memotong atau menyayat 3 saluran yaitu saluran nafas, saluran makan dan pembuluh darah kiri dan kanan yang ada di bagian leher.
Para juru penyembelih (selain juru sembelih halal), khususnya di tempat pemotongan unggas kurang memperhatikan dalam aspek hal-hal yang penting untuk dilaksanakan pada saat mengeksekusi penyembelihan hewan itu.
Dari aspek kesejahteraan hewan, memastikan kematian hewan karena tersembelih dengan mengetahui bagian mana yang perlu dipotong kurang menjadi fokusnya. Terhadap semua hewan sembelihan mereka kkatakan mati ketika sudah tidak ada tanda[1]tanda kehidupannya, seperti gerak-gerak atau pun mengeluarkan suaranya. Dan itu terjadi pada para juru sembelih baik di pasar Wonokromo maupun pasar Tambahrejo.
Memilih menjadi juru sembelih khususnya sebagai penyembelih unggas di Kota Surabaya terbilang menjadi pilihan kesekian dari profesi pekerja kasar. Demikian pula menjadi pemboleng (karyawan jagal) di RPH.
Masalah himpitan ekonomi dan lapangan pekerjaan menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Rumah potong hewan (RPH) secara resmi memiliki Juru sembelih tersendiri yang disebut dengan modin.
Baik RPH Pegirian maupun Kedurus secara resmi memiliki juru sembelih meski mereka karyawan tidak tetap. Juru sembelih khususnya di RPH Kedurus berhubung usianya sudah tidak muda lagi, dibantu oleh para juru sembelih yang tergabung dalam asosiasi Juru Sembelih Halal DPW Kota Surabaya dan DPD Provinsi. Hubungan kinerja RPH Surabaya dan Juleha telah terjalin. RPH bahkan menyediakan ruang khusus sebagai kantor sekretariat JULEHA Surabaya.
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Achmad Rosidi yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama Tahun 2020.