Indonesia sebagai negara yang memiliki berbagai macam corak budaya merupakan anugerah Tuhan yang bahkan tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lainnya. Rekam jejak perjalanan bangsa membuktikan bahwa pengukuhan identitas jati diri sebagai bangsa yang berdaulat telah melindungi setiap elemen bangsa dari segenap upaya separatisme yang kerapkali bertujuan menggerogoti sistem nilai yang sudah mapan. Sedangkan sebagaimana termaktub pada sila pertama, bahwa menjadi bangsa yang beragama merupakan asa orisinil bangsa.
Nahdlatul ulama (NU) sebagai bagian penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, saat ini dituntut harus mampu mempertahakan keutuhan negara. Bukan tanpa sebab, pada zaman edan saat ini, pola pikir dan gaya hidup ibarat sebuah pertempuran ide atau gagasan-gagasan yang mempertaruhkan identitas ideologi dan tradisi sebuah bangsa. Dalam medan peperangan pun perangkat yang digunakan tidak lagi berbentuk senjata fisik, melainkan lebih mengedepankan sebuah metodologi abstrak yang oleh karenanya pihak lawan akan runtuh oleh anak sejarahnya sendiri.
Oleh sebab itu, NU harus mampu hadir untuk menjaga anak bangsa agar tidak kehilangan identitas kebangsaannya, sekaligus memastikan bahwa moralitas keagamaan dapat dientitaskan untuk semua rakyat Indonesia. Sehingga identitas bangsa ini tetap terjaga dari adanya gerakan yang ingin merong-rong nilai-nilai falsafah yang sudah dibangun oleh founding father bangsa.
Sedangkan dalam hal ancaman ideologi transnasional, NU selalu meneguhkan komitmen untuk menjadikan dan mengembangkan prinsip keagamaan dan kenegaraan bangsa. Maka NU selalu menjaga dan melestarikan nilai-nilai seperti i’tidal (tegak lurus), tawaasuth (moderat), tasaamuh (toleran), tawaazun (keseimbangan), dan al-maslahah (mengutamakan kesejahteraan masyarakat) sebagai landasan moral, sosial dan politik warga NU.
Oleh karena itu, dengan berlandaskan nilai-nilai di atas, para pendiri serta penggerak NU telah sukses menghantarkan bangsa ini menuju gerbang keselamatan, serta terhindar dari jurang kehancuran dan pertikaian.
Sejalan dengan itu, NU juga ikut serta mengamalkan nilai-nilai pancasila, utamanya dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NU telah menjadi bagian yang integral dari bangsa Indonesia, dengan mengarusutamakan ajaran nilai-nilai pancasila kepada para jamaahnya.
Bahkan saat ini, NU merupakan salah satu organisasi yang terdepan dalam menyuarakan dan mengamalkan nilai-nilai pancasila. NU dan pancasila merupakan satu kesatuan yang harus kita jaga, utamanya dalam membentengi NKRI dari rong-rongan gerakan radikalisme, fundamentalisme dan paham-paham yang ingin memecah-belah bangsa. Sehingga NU selalu berdiri di garda terdepan dalam menjaga NKRI.
NU yang didirikan pada 31 Januari 1926 lahir dari gagasan sejumlah Kiai pesantren yang tersebar di Jawa dan Madura. Paling tidak, ada dua sosok kunci yang berjasa dalam tumbuh-kembangnya NU, yakni Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah. Jika KH. Wahab sebagai penggerak organisatornya, maka Hadhratus Syaikh Hasyim Asy’ari, yang juga sebagai gurunya, adalah legitimator-konseptornya. Duet ulama besar ini memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan beragama sekaligus bernegara, baik di dalam negeri bahkan juga hingga kancah internasional.
Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi seluruh elemen NU. Terutama para pemimpinnya, untuk terus menjaga mempertahankan serta mengembangkan setiap aset dan kekayaan bangsa Indonesia. Agar karunia Allah yang maha besar ini, terus dapat dinikmati dan dirasakan keindahannya oleh setiap generasi di sepanjang zaman. Sebuah pepatah mengatakan “para pendahulu kita telah menanam, sehingga hari ini kita dapat menikmati hasilnya. Maka hendaklah (saat ini) kita juga menanam, agar generasi setelah kita dapat memetik buahnya.”