Hidup bahagia, tentram, merdeka, sejahtera dan sentosa. Ya, sepertinya merupakan hal yang langka dirasakan di Indonesia. Lebih-lebih para pecinta garis keras oppa – oppa, sungguh betapa tegarnya hati mereka.
Cibiran, cercaan, hasutan, ujaran kebencian tidak jarang dilayangkan oleh ‘jemaah’ anti oppanisme-eonnisme, yang kemudian diterima oleh para pendaku fans Korea tersebut dengan berbagai jenis reaksi.
Ada yang lapang dada, ada yang tidak menerima lalu balik menyerang secara membabi buta. Ada pula yang hanya berekspresi dengan muka dingin lalu dianggapnya sebagai angin saja.
Memang begini keadaannya, yang katanya Negara demokrasi, namun urusan menentukan aliran idola saja seolah ada perilaku kebiri tersendiri.
Memang wajar-wajar saja jika setiap orang itu memiliki idola. Entah itu dijadikan sebagai motivasi hidup atau juga bisa digunakan sebagai terapi healing ketika stres melanda.
Tidak bisa dipugkiri, bahkan orang-orang yang menghujat kefanatikan seseorang terhadap idola, mereka juga pasti mempunyai idola pilihannya sendiri.
Beberapa dari kita pasti ada yang pernah mendengar pertanyaan yang terkesan rasis mengenai kefanatikan dalam mengidolakan sesuatu. Mulai dari sosial media sampai pada cangkrukan di angkringan sebelah tetangga.
Bahkan, saya sendiri sering mendengar celetukan:
“Heran deh sama para cewek yang suka posting oppa-oppa di media sosial, sampai nggak kelihatan mana ujung story-nya kalau ditonton.”
“Apalagi yang sampai beli Lightstick, KPop stuff, poster, photocard.”
“Oh ya, banyak juga yang suka sampai teriak-teriak kalau pas lagi lihat idolnya di layar.”
“Kok ya mereka ini suka banget memubadzirkan uang.”
Anehnya, dari mereka yang suka nyinyir ini juga mempunyai kefanatikan dalam mengidolakan sesuatu. Satu contoh saja beberapa dari mereka ada yang tergolong dalam klan animise (pecinta anime) atau biasa disebut dengan Wibu.
Tidak berbeda dengan fans Korea, mereka juga ada yang rela download anime sampai tengah malam. Ada pula yang mengeluarkan uang untuk membeli poster yang katanya biar punya kontribusi buat anime yang disukai.
Mereka juga rela membeli aksesoris-aksesoris lainnya yang tidak kalah unfaedah-nya, kemudian ada yang menyematkan foto karakter idola sebagai wallpaper. Lalu ada juga yang join komunitas anime, sampai kadang membayangkan menjadi salah satu karakter kebanggaanya.
Tapi, kenapa dari para pecinta fans Anime dan Oppa – Oppa Korea tidak saling menyadari?
Ya, tidak lain karena mereka mendapat kepuasan tersendiri. Semua mempunyai jalan masing-masing untuk menjemput bahagia.
Mengutip kalimat dari Kurniawan Gunadi, “Setiap orang ingin dipahami, setiap orang ingin dimengerti. Sayangnya, tidak semua orang mau mengerti orang lain atau setidaknya melapangkan hati untuk mengenal lebih jauh orang lain.”
Hmmm. Watak manusia memang kompleks. Beberapa orang membuat persaksian dengan standar subjektivitas. Mengukur kebahagiaan orang lain dengan parameter kebahagiaan dirinya sendiri. Kemudian menyangsikan yang dilakukan orang lain hanya karena tidak sejalan dengan pikiran yang dibangun oleh dirinya sendiri pula.
Padahal jika ditarik kembali, orang yang mengatakan, “memubadzirkan barang itu merupakan suatu dosa” tak ubahnya mereka yang sedang membicarakannya, menggunjing juga termasuk dalam lingkaran sebuah dosa.
Dalam hal perdebatan seperti ini ada poin-poin yang bisa kita jadikan hikmah. Antara lain adalah Pertama anjuran untuk mencintai dan membenci sewajarnya.
Untuk mereka seorang Muslim kaum garis keras, baik oppanisme-eonnisme atau animisme (wibu) ada baiknya jika mengenal sabda dari Rasulullah SAW ini:
ﺃَﺣْﺒِﺐْ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ، ﻭَﺃَﺑْﻐِﺾْ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ
Cintailah kekasihmu sekadarnya, barangkali suatu ketika ia akan menjadi orang yang paling kamu benci. Bencilah orang yang kau benci sekadarnya, barangkali suatu ketika ia akan menjadi kekasihmu. (H.R Tirmidzi, Bahaqi, dan Thabrani)
Orang-orang yang terlalu mencintai atau bisa kita ganti istilah terlalu menggemari, bisa saja dijadikan buta olehnya. Pikiran cenderung tidak lagi menjadi jernih, menomorsatukan yang dicintai di atas segalanya.
Satu contoh (kisah nyata), seseorang lebih memilih membeli barang yang nilai manfaatnya relatif sedikit. Sedangkan untuk membayar SPP bulanan yang sifatnya wajib malah disepelekan dan sampai mangkrak 3 bulan tidak dibayar. Begitulah seseorang ketika sudah mencintai tidak sesuai dengan kadarnya.
Begitu pula ketika membenci sesuatu atau seseorang, tidak baik jika dalam kadar berlebih. Bisa saja hal itu akan membuat hati sampai pada taraf iri, dengki, dan hasud. Sifat-sifat seperti itu sudah sangat kita ketahui merupakan akhlak-akhlak tercela.
Selain itu, membenci berlebih juga menjadikan hidup tidak tenang dengan memikirkan kesalahan-kesalahan orang lain. Untuk tambahan, mengutip dari kalimat ulama terkemuka KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam laman Facebooknya yang diunggah pada 2 Mei 2017:
Berebih-lebih menyukai maupun membenci bisa menghilangkan akal sehat; bahkan bisa membuat orang pitar menjadi bloon.
Kedua, anjuran untuk tidak memubadzirkan sesuatu. Yup. Mungkin ada yang menyangkal, “Ini kan duit-duitku, lantas apa urusanmu?”
Ya, akan dialokasikan ke mana saja uang kalian itu memang hak kalian. Lebih-lebih tidak masalah ketika memang ada uang tabungan tersendiri untuk hal-hal yang sifatnya tersier atau dalam bahasa yang lebih islaminya tergolong ke dalam kategori tahsiniy.
Tapi, yang dimaksud memubadzirkan barang di sini adalah ketika seseorang hanya memiliki cukup uang untuk kebutuhan Dholuriy (primer) dan Hajjiy (sekunder), namun ia malah lebih memilih menghamburkan uangnya untuk kebutuhan tersier yang secara nilai umum tidak bermanfaat.
Dari kita pun barangkali sudah hafal dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 27:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Jadi, kesimpulannya, para pecinta Anime dan Oppa – Oppa Korea di mana pun kalian berada, mari berdoa kepada Allah semoga kita selalu menjaga hati, pikiran, dan emosi kita agar tetap stabil dalam menjalani kehidupan.