Kalimat ini pastilah sangat familier bagi Banser (Barisan Ansor Serbaguna) dan para pecintanya. Digaungkan membahana menebar semangat yang luar biasa. Namun, belum banyak yang tahu bahwa penggalan kalimat ini bukanlah kalimat biasa. Kalimat penuh karomah yang pernah diucapkan oleh perempuan mulia pada zaman Rasulullah saw.
Beliaulah sahabiyah mulia Nusaibah Binti Ka’ab Al Anshoriyah ra. Beliau inilah yang berhasil melobi duta Islam Sayyidina Mus’ab Bin Umair ra. supaya bisa langsung bersyahadat di hadapan Rasulullah saw.
Maka masuklah beliau dalam rombongan Bai’at Aqobah Kedua. Dan masuk jajaran assabuqunal awwalun dari kalangan Anshor. Tentu saja hal ini merupakan kejadian langka pada zamannya. Peristiwa luar biasa ini sampai diabadikan oleh Allah dalam firmanNya, QS. Al Mumtahanah: 12.
Bunda Nusaibah pula yang turut mengkondisikan Madinah sehingga menjadi tempat ternyaman untuk dakwah Rasulullah, sebab penduduknya sudah banyak yang menerima ajaran Islam. Beliau pulalah yang tampil luar biasa dengan memberikan “bonus” bagi perempuan yang mau masuk Islam akan diajarkan baca tulis. Dari jasa beliau inilah kelak di kemudian hari lahir generasi-generasi jenius dari ibu-ibu yang jenius. Yang mendakwahkan Islam hingga seluruh penjuru dunia.
Dikisahkan, suatu pagi buta, ketika penduduk Madinah masih terlelap, Bunda Nusaibah melihat kepulan debu dari kejauhan. Ini bukan pertanda baik. Ini merupakan pertanda ada musuh dengan pasukan berkuda dalam jumlah besar hendak menyerang Madinah.
Perempuan agung ini segera masuk rumah. Membangunkan suami tercintanya. Sayyidina Sa’id Bin ‘Ashim ra. Beliau mengambil pedang dan memberikan kepada suaminya. Meminta supaya segera memberitahu Rasulullah.
“Jangan kembali pulang sampai kita menang!”. Itulah kalimat yang beliau ucapkan kepada sang suami. Sayyidina Said melapor kepada Rasulullah.
Kaum Muslimin segera menggalang kekuatan. Menghadang penyerang di luar kota Madinah, di sekitar Bukit Uhud. Adapun Bunda Nusaibah tidak mau ketinggalan. Beliau segera menyiapkan perbekalan dan obat-obatan bagi para pejuang.
Tibalah perang berkecamuk. Ketika pasukan Muslimin lengah, mengira bahwa musuh telah kalah, maka pasukan pemanah yang ada di bukit turun.
Kesempatan ini dipakai oleh pasukan kafir menyerang kembali barisan kaum Muslimin. Lalu kocar-kacirlah barisan ini. Orang-orang bubar dari sekitar Rasulullah.
Bunda Nusaibah meminta suaminya melindungi Rasulullah. Karena semua energi musuh ditujukan untuk menghabisi Kanjeng Nabi, maka jebollah pertahanan Sayyidina Sa’id. Beberapa kali tebasan pedang musuh mengakhiri pertahannya. Menuntaskan tugas mulia sebagai talangpati Rasulullah.
Dan yang terjadi bisa ditebak. Pasukan kafir semakin merangsek ke arah Kanjeng Nabi. Beliau hanya menangkisi serangan dari berbagai penjuru hingga pelipis beliau terserempet anak panah.
Melihat kejadian ini membuat Bunda Nusaibah segera bertindak. Beliau mengambil pedang dan menaiki kuda seraya memecah kepungan.
Membabat puluhan tentara yang hendak melukai Rosulullah. Para Sahabat melihat kejadian ini terpesona luar biasa. Menyaksikan seorang perempuan menjadi perisai Rasulullah saw.
Lalu Para Sahabat Mulia merapatkan barisan dan berhasil memukul mundur Barisan Kafir. Kejadian ini membuat Bunda Nusaibah mendapatkan luka yang sangat parah sehingga jatuh pingsan. Beliau tidak sempat melihat akhir perang Uhud ini.
Ketika bangun, beliau tidak bertanya tentang suami dan anaknya yang turut menjemput janji syahidnya. Yang beliau tanyakan adalah, “Bagaimana keadaan Rasulullah?”
Ketika dijawab bahwa Baginda dalam kondisi tak kurang suatu apa pun, beliau tersenyum bahagia, “Asalkan Baginda Rasul baik-baik saja, apa pun yang terjadi maka biarlah terjadi”.
Jadi, semangatlah selalu. Dan ketika Mars Banser dikumandangkan, turutlah bersemangat. Ngalap berkah Bunda tercinta kita Nusaibah binti Ka’ab Al Anshoriyah ra.