Sungguh menakjubkan dan mungkin dapat dipandang sangat aneh. Tuhan menurunkan Titah-Nya yang pertama dengan kata “Iqra” (Bacalah). Mengapa bukan “U’bud Rabbaka” (Sembahlah Tuhanmu)? Bukankah tujuan utama agama adalah mengajak manusia untuk menyembah Tuhan?

Iqra’ secara literal bermakna “bacalah”. Lalu apakah yang dibaca oleh Nabi saat itu? Bukankah beliau tak bisa membaca dan menulis?

Apakah Malaikat Jibril telah membawakan untuk beliau bahan bacaan? Tetapi bukankah Muhammad tidak pernah belajar menulis dan membaca?

Maka tentu saja, Iqra’ tidak hanya dimaknai sesederhana itu. Ia adalah kata bernuansa metaforis (majaz) yang padat makna.

Ia mungkin bermakna: lihatlah dan pandanglah semesta, pikirkan dan renungkan inti manusia dan kebudayaan bangsa-bangsa.

Lihatlah langit yang menaungimu, bumi yang menyanggahmu. Lihatlah gunung-gunung yang bertengger di puncak bumi dengan begitu kokoh.

Pandanglah lautan biru yang membentang dan menukik ke dalam perut bumi. Pikirkan, o Muhammad. Siapakah yang menciptakan semua itu?

Lihatlah dirimu sendiri dan renungkan dalam-dalam. Kau sebelumnya hanyalah air mani yang menjijikkan, lalu membentuk darah, daging, tulang, dan seterusnya menjadi dirimu sendiri yang indah.

Lalu akan menjadi apakah kau kelak? Bukankah kau akan kembali menjadi tulang-belulang yang tertimbun di perut bumi dan yang tak berharga?

Lihatlah tingkah laku manusia-manusia di sekelilingmu! Bukankah kau lihat, mereka rajin memperbudak manusia, menindas mereka yang miskin, merendahkan kaum perempuan begitu rendah? Perhatikan, o Muhammad, para pemimpin kaummu itu. Mereka begitu congkak, arogan, dan munafik.

Sesudah itu, melangkahlah engkau, wahai Muhammad. Bebaskan bumi manusia dari sistem penindasan dan pembodohan. Selamatkan umat manusia dari cengkeraman para kapitalis dan kaum borjuis itu. Bawakan lilin, cerahkan kaummu. Beri mereka pengetahuan.

Ket: Tulisan ini intisari diambil dari buku “Merayakan Hari-Hari Indah Bersama Nabi” karya KH Husein Muhammad.

Leave a Response