Tahun baru Islam identik dengan bulan Muharram. Sebab bulan tersebut awal dari pergantian tahun dalam kalender hijriah. Sebagaimana yang telah umat muslim ketahui bahwa Muharram juga termasuk bulan yang diharamkan untuk berperang, berdebat, dan berbuat maksiat. Biasanya, umat muslim di Indonesia menyambut tahun baru Islam dengan mengadakan karnaval dan pawai obor. Hal tersebut menandakan membawa semangat dan resolusi baru di tahun baru tersebut.
Muharram secara etimologis yaitu dilarang, tanpa pertentangan, bulan yang dimuliakan dan diharamkan atas sesuatu (Yusuf Muhammad al-Baqai: 2006:615). Melalui pengertian tersebut bisa diambil perspektif bahwa pada bulan tersebut umat muslim harus menciptkan kedamaian, kerukunan, dan ketentraman. Selain itu seorang muslim harus meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. melalui ibadah dan meninggalkan atas sesuatu yang diharamkan-Nya. Adapun Rasulullah memerintahkan berpuasa pada bulan Muharram, “Barang siapa yang berpuasa sehari pada bulan Muharram maka pahala puasa setiap harinya sama dengan tiga puluh hari bepuasa” (HR. Ibn Abbas).
Hari kesepuluh Muharram biasa disebut dengan hari Asyura’. Syekh Abdul Qadir al-Jilani memberikan definisi hari Asyura’ merupakan hari yang Allah agungkan dengan memberikan pahala bagi orang yang taat kepada-Nya (Syekh Abdul Qadir al-Jilani: 561:53). Berdasarkan definisi tersebut tersirat, hari Asyura’ mempunyai kandungan-kandungan yang mulia.
Pernah suatu kali Umar bin Khatab bertanya kepada Rasullah, “Wahai Rasulullah Apa yang Allah muliakan untuk kita di hari Asyura’?” Rasul Menjawab, “Allah menciptakan langit dan bumi di hari Asyura’, Allah menciptakan gunung dan bintang-bintang di bulan Asyura’, Allah menciptakan Arsy dan Kursi di hari Asyura’, Allah menciptakan Lauh Mahfudz dan al-Qalam di hari Asyura’, Allah menciptakan Malaikat Jibril dan Malaikat lainnya di hari Asyura’, Allah menciptakan Nabi Adam as. di hari Asyura’, Nabi Ibrahim dilahirkan di hari Asyura’, Firaun ditenggelamkan di hari Asyura’, Nabi Idris as. diangkat ke langit di hari Asyura’, Nabi Ayyub ditunjukan kebenaran di hari Asyura’, Nabi Isa as. diangkat ke langit di hari Asyura’.
Lantas, kita sebagai umat Nabi Muhammad, apa yang kita lakukan di bulan Asyura’? Ibn Abbas R.A. pernah mencatatkan apa-apa yang dianjurkan Rasulullah di hari Asyura’. Rasulullah berpesan, “Barang siapa yang berpuasa pada hari Asyura’ maka Allah mencatatkan ia seperti ibadah enam puluh tahun meliputi puasa sunah dan mendirikan ibadah sunah lainnya di dalamnya.” Betapa beruntungnya umat Nabi Muhammad yang bisa melakukan puasa Asyura’ karena satu amal bisa mendapatkan pahala yang begitu tinggi dari Allah Swt.
Ada pun hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA: Suatu kali Rasulullah saw. berjalan ke Madinah bertemu kafilah Yahudi, mereka berpuasa pada tanggal pada sepuluh Muharram. Lantas Rasulullah bertanya kepada mereka tentang puasa kaumnya pada sepuluh Muharram.
Maka mereka menjawab pada hari ini Tuhan tampakkan kemenangan Musa as. dan bani Israil atas kaum Firaun, maka kami berpuasa untuk hal tersebut sebagai penghormatan kepadanya. Maka Nabi memberikan statement, “Kami lebih utama dari Musa as. dan kalian maka aku perintahkan untuk berpuasa pada sepuluh Muharram.”
Ketika kedatangan Hari Asyura’, Imam Baihaqi selalu memberikan nafkah lebih kepada Istri, dan keluarganya. Karena sebagian umat muslim percaya kepada salah satu khabar yang pernah diriwayatkan salah seorang sahabat nabi Muhammad yang berkata, “Barang siapa yang memberikan keluasan rezeki kepada keluarga dan istrinya pada hari Asyura’ maka Allah akan meluaskan rezeki kepadanya sepanjang tahun”.
Pernyataan tersebut sering menjadi pegangan ulama untuk memberikan uang lebih kepada istri untuk memasak masakan yang lezat di hari Asyura’.
Di Indonesia, hari Asyura’ lebih dikenal dengan hari lebaran anak yatim. Sekolah-sekolah, lembaga-lembaga formal dan informal, serta majelis-majelis taklim berlomba-lomba pada hari Asyura’ untuk memberi santunan kepada yatim piatu. Hal itu disebabkan oleh sabda Nabi Muhammad, “Barang siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura’ maka pada setiap helai rambut di kepalanya akan bernilai satu derajat untuknya di Surga.”
Makna mengusap kepala anak yatim dalam hadis tersebut yaitu menyantuni dan memberikan perhatian kepadanya. Namun bukan berarti memberikan perhatian kepadanya hanya di hari Asyura’ saja bahkan bisa dilakukan pada hari-hari dan bulan-bulan lainnya.[]