KH Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz LP3IA Rembang, dalam suatu pengajian kitab bersama para santri menjelaskan tentang bagaimana cara mudah dalam mengenali ciri-ciri nabi palsu yang belakangan ramai beberapa orang mengaku sebagai nabi.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Kanjeng Nabi Muhammad Saw. pernah mengalami disiksa bahkan diembargo oleh kaum kafir Quraisy. Semua aliran dana, ekonomi, akses makanan ditutup, sehingga Nabi sampai makan dedaunan.
Tapi, beliau diselamatkan oleh sahabat Anshar yang terpisah dari komunitas Ahlu Mekkah. Itu mirip ciritanya Nabi Musa yang diselamatkan Nabi Syu’aib yang terpisah total dari komunitas Fir’aun.
Ini penting saya sampaikan, sehingga ketika kita mengenali karakter-karakter para nabi, maka kita akan mudah mengenali nabi-nabi palsu itu. Paham nggeh?
Makanya, saya paling suka “nabi palsu” itu orang seperti ‘Musodeq’, sebab dia paling kelihatan palsunya. Haha…
Tapi, ada lagi tipe orang yang bikin repot juga, karena namanya tidak begitu mencolok alias samar-samar, sebab namanya Ahmad. Nama “Ahmad” itu mirip dengan nama “Muhammad”. Dan terkenalnya nabi itu, kalau bukan nama “Ahmad” kan “Muhammad”.
Jadi repot seperti ini, ketika ada Mirza Ghulam Ahmad (Ahmadiyyah) yang dari namanya saja ada Ahmad-nya ngaku-ngaku jadi nabi. Otomatis pengaruhnya besar, soalnya namanya mirip (Ahmad-Muhammad).
Makanya, saya pernah ditanyai oleh Mahasiswa Jogja, “Gus, nak coro jenengan jeneng Jowo karo Arab niku apik endi?” (Gus, menurut anda, nama yang paling baik itu nama Arab atau Jawa?).
‘’Nek trend’e akeh nabi palsu iku apik Jowo, contoh Kartolo, Karmin. Karena kalau sesuai kriteria kenabian tidak akan masuk. Nek anakmu jenenge Kartolo utowo Karmin kan gak bakal masuk kriteria wong seng bakal dadi Nabi. Lha nek jenenge Ahmad kan mirip-mirip Nabi.”
(Kalau trennya banyak Nabi Palsu, nama Jawa lebih baik, contoh Kartolo, Karmin. Karena kalau sesuai kriteria kenabian, nama itu tidak akan masuk. Jadi, kalau nama anakmu Kartolo atau Karmin, maka tidak akan masuk tidak masuk menjadi orang yang bakal menjadi Nabi. Sebagaimana nama ‘Ahmad’ kan mirip-mirip Nabi).
Ahmad Ghulam bin Mirza mengaku nabi kan karena namanya ada “Ahmad”. Musodeq juga karena ada ayat Mushoddiqollima baina yadaihi (مصدقاً لما ببن يديه). Nah, kalau Kartolo atau Karmin kan tidak ada, hehe…
Makanya, mulai sekarang orang yang memakai nama Jawa harus bersyukur nggeh. Haha… Soalnya kalian akan terbebas dari mengaku nabi.
Lho syukur kan nggak akan salah…!!
Jadi ya tadi, barokah namanya sampean pake bahasa Jawa, tidak akan memungkinkan untuk mengaku-ngaku menjadi nabi, selamet akhirnya.. Haha.. Harus bersyukur, paham nggeh…? Ndak apa-apa, itu harus dinikmati
Semua Nabi itu punya karakteristik yang sama, tradisi yang sama, dan itulah kenapa Al-Qur’an berkali-kali menceritakan sisi-sisi kenabiannya para nabi di luar Nabi Muhammad Saw.
Untuk apa fungsinya? Ya supaya karakter Nabi Muhammad itu terbentuk dengan karakter-karakter nabi sebelumnya dan tidak melenceng.
Kemudian hal seperti itu ditiru oleh Ulama-ulama kita. Kita sebagai santri punya guru, guru kita punya guru lagi, yang akhirnya tradisinya akan sama.
Seperti, mengajar harus istiqomah, walau hanya 2 santri harus tetap diajar. Menjadi kiai tidak boleh moto ijonan (mata hijau) kalau melihat uang. Pokoknya dilatih!
Tapi, kata kiai sekarang, “Ora mripat ijo, tapi mripat abang, sebab duit saiki warnane abang” (bukan mata hijau, tapi mata merah, sebab uang sekarang warnanya merah) Haha…. (Muhammad Ulin Nuha)
Simak sumber video pengajian ini: klik >> “Gus Baha – Nabi Palsu”