Agar Kita Tetap Waras di Media Sosial
Setiap hari kita menerima banyak informasi mengenai banyak hal yang bisa jadi sengaja kita cari atau sekadar lewat di beranda akun media sosial (medsos) kita baik yang diunggah oleh kenalan kita maupun orang yang tidak kita kenal sama sekali.
Beberapa unggahan memberi wawasan atau ide baru, menginspirasi, dan menghibur. Namun beberapa lainnya membuat kita jengkel, sedih, marah, bahkan jijik.
Ada orang berkomentar buruk pada unggahan seseorang yang bisa jadi menurut kalangan lain bernilai positif. Contohnya adalah unggahan konten berbagi uang yang marak di kalangan selebriti. Warganet yang pro menganggap hal itu bernilai inspiratif, namun yang kontra menganggapnya sebagai konten yang bernilai pamer.
Konten medsos perlu dilihat dari sudut pengunggah. Bagi pengunggah konten, medsos bisa bertujuan untuk mengedukasi, berbagi informasi, menghibur, mencari simpati, sebagai tempat pelepasan ekspresi, atau memang sengaja menunjukkan eksistensi.
Meskipun demikian setiap orang memiliki persepsi berbeda pada setiap konten medsos tergantung karakter masing-masing warganet. Persepsi yang berbeda menghasilkan tanggapan yang positif maupun negatif.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. (Desiderato, 1976; 129)
Bagaimanapun juga setiap pengunggah konten di medsos berisiko mendapatkan komentar negatif karena faktor perbedaan persepsi. Beberapa orang tidak terpengaruh dengan komentar negatif namun pada orang lain bisa berdampak besar.
Contoh pengaruh dari komentar negatif adalah kasus bunuh diri yang menimpa beberapa selebriti di Korea akibat komentar negatif. Sebaliknya, ada beberapa orang yang mengevaluasi dan mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik karena komentar negatif dari warganet.
Kita tidak bisa menyuruh orang untuk selalu berkomentar positif pada unggahan kita dan menghentikan komentar negatif mereka. Mau tidak mau kita harus menghadapinya.
Pertama, jika memang tidak ingin mendapatkan komentar negatif kita harus mempertimbangkan untuk mengunggah konten yang bermanfaat dan tidak menimbulkan perselisihan.
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh Setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, Setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Q.S. Al Isra’ : 53)
Kedua, jika memang kita tetap mendapatkan komentar negatif atas unggahan kita maka kita harus mengelola emosi dan pikiran kita. Wajar jika kita merasa sedih atau marah ketika mendapatkan komentar negatif tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita mengelola emosi itu dan harus tetap berpikir positif untuk mengalihkan emosi kita.
Bentuk tindakannya adalah dengan mengevaluasi unggahan kita atau membalas komentar negatif tersebut dengan penjelasan rasional dan bukti konkret.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat pertunjuk.” (Q.S. An Nahl : 125)
Ketiga, kita bisa memilih untuk mengabaikan komentar negatif tersebut karena kadang warganet sengaja memancing perdebatan atau hanya sekadar mencari perhatian. Memblokir akun yang berkomentar negatif atau menghapus komentar pada akun medsos kita adalah hak kita sepenuhnya jika memang pantas dilakukan.
Lalu bagaimana sikap kita pada unggahan seseorang yang memang terkadang mengganggu kita dan menurut kita memang tidak pantas untuk diunggah?
Pertama, kita bisa memilih untuk menasihati pengunggah secara pribadi dengan santun. Jangan menasihati di kolom komentar yang bisa dilihat secara umum karena bisa saja nasihat baik kita membuat malu pengunggah karena merasa dihakimi.
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (Q.S. Tha Ha : 44)
Kedua, kita harus melihat unggahan dari sisi pengunggah. Misalnya ada status teman yang mengeluh mungkin saja itu sebagai bentuk pengelolaan emosi negatifnya dengan cara melampiaskan di akun medsos. Atau ada orang yang mengunggah konten kebaikannya mungkin itu cara untuk merayakan pencapaiannya.
Jika ingin berkomentar pada unggahan yang sekiranya menunjukkan eksistensi dari pengunggah kita bisa memberi ungkapan yang mendukung atau apresiasi sekadarnya. Bukankah persepsi sedih dan bahagia setiap orang berbeda?
Selain itu untuk menanggapi suatu unggahan yang menurut kita tidak pantas, kita bisa memilih mengabaikan unggahan tersebut. Dan jika memang mempengaruhi emosi kita, pilihan untuk memblokir atau berhenti mengikuti akun pengunggah adalah hak kita sepenuhnya, dengan catatan bahwa menghapus pertemanan atau memblokir akun medsos orang lain bukan berarti memutus hubungan silaturahmi di dunia nyata.
Bentuk dunia maya memang sangat kompleks dan penggunanya pun memiliki sifat dan perilaku beragam. Di dunia maya kita tidak eksis sendiri tetapi juga melibatkan dan memberi pengaruh pada orang lain.
Sebagai warganet kita harus menghadapi dinamika media sosial secara cerdas dan bijaksana agar unggahan atau komentar kita tidak menjadi sampah digital, tetapi juga bisa memberi kemanfaatan pada orang lain yang bernilai pahala.
Sumber Rujukan:
Al Qur’an
Psikologi Pendidikan, Dr Nyayu Khodijah S.Ag., M.Si.: PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Psikologi Komunikasi, Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc.: PT Remaja Rosdakarya, Bandung.