Seni syair sudah begitu lekat dengan masyarakat Arab jauh-jauh hari sebelum kedatangan Islam. Saking populernya, syair acap kali menjadi acuan penanda tingginya derajat atau keilmuan seseorang di mata masyarakat. Semakin hebat ia bersyair maka akan semakin dihormati.
Saat Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul, beliau tidak serta merta menghilangkan adat budaya setempat. Beliau tetap memperbolehkan seni yang satu ini. Bahkan tidak jarang beliau mendorong tokoh-tokoh berbakat untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam merangkai dan merapal kalimat-kalimat indah penyuguh jiwa.
Para penyair tidak hanya terlahir dari kalangan laki-laki, namun perempuan juga turut andil di dalamnya. Misalnya Al-Khansa. Nama lengkapnya Tumadhar binti Amru bin Harist bin Sharid as-Sulaim. Ia adalah seorang mukhadramain, istilah Arab untuk menyebut mereka yang hidup di dua era, era Jahiliah (pra Islam) dan era Nabi Muhammad.
Di masa Al-Khansa hidup, yakni sekitar abad 7 M, bangsa Arab masih diliputi problem kesenjangan sosial khususnya terkait nasab. Mereka yang terlahir dari darah biru akan disegani dan menempati posisi penting di desa.
Sebaliknya, mereka yang terlahir tanpa nasab yang jelas akan dipandang rendah dan dikucilkan. Dalam kehidupan mereka, starata paling bawah ditempati oleh para budak berkulit hitam. Budak-budak ini biasanya diambil dari tawanan perang atau dibeli di pasar budak. Bagi mereka, nampaknya tidak ada lagi secercah harapan untuk sekedar mencicipi nikmatnya pendidikan.
Khansa beruntung, dengan keluarga terpandang ia mudah memperoleh fasilitas pendidikan. Maka tidak heran jika ia berkembang menjadi perempuan cerdas dan berpikiran progresif. Belum lagi keluarganya kerap dipercaya untuk memimpin, mengatur serta menyelesaikan problematika umat. Hal ini membuat dirinya memiliki jiwa pemimpin, berpendirian teguh dan pemberani.
Dikisahkan dalam buku Diwan Al-Khansa, pernah suatu ketika ia menolak lamaran seorang putra mahkota bernama Duraid Ibnu Simma. Padahal ia adalah seorang penunggang kuda yang amat disegani bangsa Arab. Jelas, peristiwa ini membuat geger warga, perempuan mana coba yang berani menolak tawaran dari pejabat tinggi.
Al Khansa dianugerahi bakat mampu merangkai kata kata indah nan bermakna dalam. Kepiawaiannya ini tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Tanah kelahirannya di Najd secara tidak langsung memacu ia untuk pandai beretorika sebab sebagaimana kita ketahui bersama Najd merupakan desa kecil di Arab yang tersohor mampu mengorbitkan banyak penyair kelas kakap.
Berkat keindahan syairnya ini, suatu ketika Al Khansa pernah diminta Nabi untuk melantunkan buah karyanya. Setelah mendengarkannya, Rasul takjub lalu memujinya, “Wahai Khansa dan hari-hariku di tangan-Nya”. Kisah ini dipaparkan oleh Ibnu Abdul Bar dalam kitab Al Isti’ab.
Kekaguman lainnya diungkapkan Ibnu Atsir dalam kitab Usdul Ghabah. Ia berkata: ”Para ahli syair sepakat bahwasanya tidak ada perempuan sebelum dan sesudah Al Khansa yang lebih baik syairnya dibanding dia”.
Pujian terhadapnya juga diutarakan oleh seorang penyair besar berjuluk Nabighah Dzibyani. Ia adalah tokoh utama penyair Jahiliah sekaligus pemimpin pasar ‘Ukadz, tempat dimana syair didendangakan saling sahut menyahut menemani keseruan transaksi jual beli. Bahkan tidak jarang mereka akan saling berduel untuk mengetahui penyair manakah yang lebih hebat.
Suatu hari Nabighah menjadi juri dalam kontes adu syair di pasar Ukadz. Ia telah mengumumkan juara pertamanya. Lalu beberapa saat setelah pertandingan usai, Nabighah tertegun sekaligus terkesan. Ia mendengarkan seorang perempuan tengah melantunkan syair.
Ternyata Khansa sedang mengekpresikan duka atas kematian saudara tercintanya, Sakhr. Lalu Nabighah berucap, ”Jika bukan karena seorang buta ini yang mendahului mu maka akan aku prioritaskan kamu menyandang titel penyair terhebat tahun ini dan aku katakan bahwa kamu adalah penyair terbaik dari bangsa jin dan manusia”.
Memang nama Al-Khansa viral–sejak masa Jahiliah–khususnya setelah ia membuat syair-syair menyentuh soal kematian dua orang saudaranya, Sakhr dan Muawiyah. Khansa adalah tipe perempuan yang sangat dekat dengan keluarganya. Sehingga kepergian keduanya akibat terbunuh belum bisa ia ikhlaskan. Setiap duka yang ia alami kemudian dicurahkan dalam bentuk bait-bait syair.
Syair-syair Al-Khansa terkenal sangat menyentuh hati. Misalnya dua bait syair berikut ini:
“Wahai Sakhr, bukankah kamu membuat mataku menangis #Padahal kamu telah membuat ku tertawa untuk waktu yang sangat lama”.
“Jika tangisan atas kematian itu buruk #Maka aku melihat tangisanmu sebagai kebaikan dan keindahan”.
Pasca tragedi maut yang menewaskan kedua saudaranya, ia mendapat hidayah. Dia menghadap Rasullullah bersama dengan orang-orang dari kaumnya, Bani Sulaim. Saat itu juga mereka bersyahadat dan masuk Islam. Sayangnya, sumber-sumber sejarah luput mencatat kapan peristiwa ini terjadi.
Usai menjadi muallaf dan mempelajari ajaran agama Islam, Al-Khansa sedikit demi sedikit mulai bangkit. Ia pun sudah belajar untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.
Perang Qadisiyyah adalah perang besar umat Islam melawan militer Persia. Sebagai muslimah yang taat, Khansa mengizinkan empat putranya untuk ikut dalam pertempuran dahsyat di era Umar bin Khattab tersebut. Sebelum keberangkatan menuju medan perang, dia memberi nasihat kepada putra-putra.
Ia berkata : “Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian telah berislam dan berhijrah atas pilihan kalian sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah putra dari seorang ayah dan putra dari seorang ibu yang tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian, tidak pernah mempermalukan paman kalian, tidak pernah mengotori kehormatan keluarga dan tidak pula merubah nasab kalian.
Kalian semua telah mengetahui apa yang Allah Swt. janjikan untuk kaum muslimin yakni berupa ganjaran dan pahala bagi mereka yang memerangi orang-orang kafir. Ketahuilah negeri yang kekal lebih baik ketimbang negeri yang fana.
Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”.
Oleh karena itu, apabila esok pagi Allah menghendaki kalian selamat, maka bersiaplah untuk memerangi musuh dengan kecerdasan dan kemampuan terbaik kalian. Minta lah kemenangan kepada Allah.
Dan apabila kalian melihat benih-benih perang sudah bertebaran, api telah berkobar, terjunlah ke dalam medan pertempuran. Tebaslah para pimpinan musuh. Semoga kalian dapat meraih harta ghanimah dan kemulian di tempat yang kekal.
Anak-anak Al-Khansa mendengarkan petuah ibunya dengan sangat khusyu. Tidak lama berselang, mereka undur diri dan pergi berjuang. Mereka bertempur dengan gagah berani dan penuh semangat. Duel sengit antar dua kubu tidak bisa dihindari. Di babak final, umat Islam memenangkan pertempuran dengan dibayar mahal oleh gugurnya para pejuang termasuk ke empat anak Khansa.
Tatkala kabar tersebut sampai ke telinga Al-Khansa, ia menerima dengan lapang dada, seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku dengan kematian mereka, aku berharap kepada Tuhanku agar kelak dikumpulkan bersama mereka di dalam dekapan rahmat-Nya”. Kisah ini diabadikan dalam kitab Usdul Ghabah.
Dari figur Al-Khansa kita dapat belajar bahwa kaum perempuan bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, berprinsip teguh, cerdas dan berwawasan luas. Sebagaimana kita telaah bersama berkat kemampuanya dalam bersyair ia telah diakui sebagai salah satu penyair terbaik yang dimiliki bangsa Arab. Sebuah bukti konkret bahwa perempuan dapat bersaing bahkan mengalahkan kaum laki-laki.