Salah satu cendekiawan Muslim yang produktif mengembangkan kajian studi Islam di Indonesia adalah Prof. Dr. M Amin Abdullah. Semenjak dibimbing beliau semasa kuliah, penulis berkesempatan mengenal beliau. Secara personal beliau sangat mandiri.

Pun secara intelektual, beliau sangat ‘ngemong’. Mind-map dan kerangka berpikir kritisnya membuat takjub banyak mahasiswa. Pendekatan antropologi agama adalah keahlian ilmiahnya.

Pendekatan antropologi, menurut beberapa pakar berkaitan dengan hubungan positif antara manusia, kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi, politik, mekanisme pengorganisasian dan lain-lain. Jenis pendekatan ini dibutuhkan guna memahami makna kontekstual yang terdapat di dalam al-Qur’an.

Amin Abdullah lahir pada 28 Juli M di Margomulyo, Tayu, Pati, Jawa Tengah. Orangtuanya bernama H. Ahmad Abdullah dan Siti ‘Aisyah. Sejak kecil, Amin memiliki potensi intelektualitas paling menonjol di antara saudara-saudaranya.

Ayah Amin adalah seorang santri fasih berbahasa Arab yang berasal dari Pati, Jawa Tengah. Ia pernah bermukim di Makkah selama delapan belas tahun. Istrinya  masih berdarah priyayi dan sempat mengenyam pendidikan ala Barat  yaitu Hollandsch Inlandsche School (HIS). Dua latar belakang ini menguatkan pondasi intelektual Amin.

Semasa kecil, Amin bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Margomulyo, Pati. Ia juga menuntut ilmu di Madrasah Wajib Belajar saat sore hari. Ayahnya sendiri yang mengajar madrasah tersebut.

Setamat dari sekolah dasar, ia diantar ibunya  pada tahun 1966 ke Pondok Pesantren Gontor, Jawa Timur. Tahun 1972, perjalanan keilmuannya berkembang dengan mengambil sekolah Kulliyat al-Mua’allimin al- Islamiyah, Gontor.

Ia melanjutkan pendidikan program sarjana muda Fakultas Ushuluddin, Institut Pendidikan Darussalam (IPD) Gontor. Tahun 1981, ia tamat pendidikan strata satu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga, Yoyakarta.

Di sela kesibukan kuliah, ia mengajar di Pondok Pesantren Pabelan (1978-1981). Tempat ini yang mempertemukannya dengan murid sekaligus calon istrinya, Nurkhayati. Kesibukan lainnya menjadi asisten Prof. Mukti Ali.

Amin merupakan mahasiswa kesayangannya. Saat menjadi asisten, ia  mengajar mata kuliah Perbandingan Agama. Tahun 1984, ia diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Tahun 1984/1985, ia mengikuti beasiswa di Turki. Amin bersama temannya (Komaruddin Hidayat) diterima di Middle East Technical University (METU) Ankara, Turki. Saat ia berkuliah di Turki pernah menjadi tenaga musim haji setiap tahunnya.

Ia meneruskan bakat menulisnya sehingga dosen memberikan pujian atas paper-nya. Keahliannya dalam menerjemahkan buku terbukti saat ia berkuliah di Turki. Buku yang berhasil diterjemahkannya adalah An Introduction to Medievel Islamic Philosophy karya Oliver Leamen.

Kuliahnya berlanjut hingga pascasarjana (S3). Tanggal 28 Mei 1990, ia berhasil menyelesaikan studinya dengan judul disertasi The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali and Kant. Disertasinya diterbitkan di Turki oleh Turkiye  Diyanet Vakfi.

Tahun 1997-1998, ia mengikuti program Post Doctoral di McGill University, Montreal Canada selama 6 bulan.  Ia diangkat menjadi Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga pada tanggal 13 Mei 2000. Paper yang disajikannya adalah Rekontruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius.

Karirnya pun terus melejit. Ia pernah menjabat sebagai rektor IAIN Sunan Kalijaga. Karya-karyanya antara lain: Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Dinamika Islam Kultural Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer, dan lain-lain.

Pendekatan antropologis yaitu suatu upaya dalam memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, cara-cara ini dapat digunakan untuk memahami agama. Menurut Dawam Raharjo pendekatan ini bersifat partisipatif.

Dengan background perkembangan dinamika masyarakat, maka diperlukan sebuah pemikiran agama yang berdasarkan konteks. Realitas yang menunjukkan kerumitan atas situasi yang dihadapi (misalnya radikalisme, teror, anggapan kafir kepada orang yang tak sealiran agama atau sekte, fenomena jihadisme dan lain-lain) membutuhkan pendekatan yang berkaitan dengan  budaya dan agama.

Tujuannya yaitu memberikan pengetahuan mengenai keilmuan yang lebih detail tentang entitas dan “isi” dari agama.

Begitu pula dengan studi Islam, pendekatan yang dipakai dalam memahaminya perlu mendudukkan diri pada perspektif kebudayaan. Pendekatan ini bersikap deskriptif, beberapa instrumen yang ada antara lain kejujuran dan tanpa ada muatan kepentingan tertentu.

Menurut Amin, pendekatan ini memiliki empat ciri fundamental dalam cara pendekatannya yaitu:

Pertama, descriptive, pengambilan pendekatan dimulai dari kerja lapangan yang berhubungan dengan orang, masyarakat, kelompok setempat yang diamati dan diteliti dalam jangka waktu lama serta mendalam. Proses ini disebut thick description.

Selain proses di atas, terdapat opsi lain yakni living in. Proses ini merupakan hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti ritme dan pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Periode tersebut dapat bertahun-tahun agar mendapatkan hasil yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.

Kedua, local practices, proses ini melibatkan praktik konkrit dan nyata di lapangan. Objek yang diamati antara lain praktik hidup, agenda rutin (harian, mingguan sampai tahunan), ritus-ritus keagamaan, dan respon manusia dalam menjalani ritme kehidupan (kelahiran, pernikahan, kehamilan, bahkan sampai meninggal).

Ketiga, connections across social domains, proses antropologi dalam pencarian keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan secara lebih utuh, Beberapa domain tersebut berupa ekonomi, sosial, agama, dan politik.

Mengapa diperlukan adanya keterkaitan antardomain? Sebab, unsur-unsur tersebut membentuk sebuah ikatan dan terhubung. Sangat mustahil, bila terdapat kotak-kotak wilayah dan pemisahan dari unsur-unsur yang tidak dapat berdiri sendiri.

Keempat, comparative, perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama diperlukan dalam studi dan pendekatan ini. Proses ini bukan untuk mencari kesamaan dan perbedaan tetapi yang terpokok adalah memperkaya perspektif  dan memperdalam bobot kajian baik sebagai insider maupun outsider.

Dalam studi Islam, pendekatan antropologi agama dapat digunakan dalam penelitian yang terkait dengan praktik sehari-hari, lembaga dalam kehidupan suku, etnis kelompok atau bangsa tertentu. Begitu pula dalam mengkaji Islam yang terlembaga dengan menganut mazhab-mazhab tertentu.

Dengan hasil penelitian dari kerangka berpikir yang demikian, diharapkan tumbuh sikap saling memahami antarberbagai paham dan penghayatan keberagamaan yang sangat bermacam-macam dalam kehidupan nyata masyarakat Islam baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.

Leave a Response