Bahaya Lidah Menurut Imam Al-Ghazali
Di antara nikmat untuk manusia yang luar biasa adalah diberi lidah. Walaupun ukurannya kecil dan bentuknya tak seberapa tetapi kekuatannya luar biasa. Di samping kebaikannya, dosa yang ditimbulkan lidah juga besar. Kekufuran dan keimanan tidak bisa terungkap kecuali dengan lidah.
Apa yang terlintas di dalam hati dan terbesit di dalam pikiran bisa diungkapkan oleh lidah. Kemampuan mata terbatas pada penglihatan, kemampuan telinga terbatas pada pendengaran, kemampuan hidung terbatas pada penciuman, kemampuan kulit terbatas pada perabaan, namun kemampuan lidah melebihi itu semua.
Imam Ghazali mengatakan “Lidah mempunyai kekuatan atas kebaikan dan kejahatan. Bahaya lidah antara lain berbicara sia-sia, bertengkar, berselisih, mengomel, mencaci maki, mencela, mengutuk, sumpah serapah, berdusta, mengumpat, memfitnah, membual, ghibah, dan lain sebagainya.”
Tidak sedikit orang yang celaka akibat lidah. Banyak orang masuk bui karena tidak bisa mengendalikan lidahnya. Yang bisa menyelamatkan seseorang dari bahaya lidah adalah “diam”. Oleh karenanya disyariatkan bagi kaum muslimin, jika berbicara tidak diperlukan maka sebaiknya diam.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa diam niscaya dia terbebas dari bahaya.” Orang bijak juga berkata, “Diam adalah emas”. Artinya diam akan membuat seseorang berwibawa, terhormat, dan indah. Keindahan inilah yang membuat seseorang berharga di hadapan orang lain.
Rasulullah saw. sangat mewanti-wanti umatnya agar benar-benar bisa menjaga lidahnya. Diceritakan Abu Sufyan bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulallah, kabarkan kepadaku tentang Islam hingga aku tak akan bertanya lagi kepada orang-orang setelah tuan.”
Sabda beliau kepada Abu Sufyan, “Katakan, Aku beriman kepada Allah, dan tetap teguhlah pendirianmu tentang itu.” Dia kemudia bertanya lagi kepada beliau, “Perkara apakah yang seharusnya sangat aku takuti?” Beliau memberi isyarat dengan tangan pada mulutnya.
Kata orang bijak “mulutmu adalah harimaumu”. Artinya mulut ini bisa menerkam siapa saja yang akan menjadi mangsanya. Sementara kita adalah pawangnya. Luka yang diakibatkan irisan pisau akan mudah diobati, namun luka hati yang diakibatkan tajamnya lidah, kemana hendak obat dicari?
Al-Ghazali membagi ada empat jenis pembicaraan. Pertama, pembicaraan yang selalu bermanfaat dan menguntungkan (dalam hal ini bicaralah). Kedua, pembicaraan yang selalu berbahaya, merugikan dan mudhorot (Dalam hal ini diamlah).
Ketiga, pembicaraan yang tercampur antara mudharat dan manfaat (Dalam hal ini sebaiknya anda menghindari yaitu sebaiknya diam). Keempat, pembicaraan yang tidak membawa mudharat dan manfaat (Ini pembicaraan yang sia-sia).
Dari keterangan di atas dapat kita petik bahwa jika memang benar-benar tidak perlu bicara lebih baik diam. Hendaknya sebelum bicara kita pertimbangkan terlebih dahulu, apakah pembicaraan ini bermanfaat atau tidak.
Sebab, kata-kata yang sudah terucap bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya, yang tidak mungkin kembali lagi. Ia akan menancap kepada sasarannya. Jika menancapkan dalam, maka akan sulit dicabut. Sekalipun bisa pasti akan meninggalkan luka yang sangat pedih.