Pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) di Situbondo pada tahun 1983 lahir sebuah dokumen penting yang memuat deklarasi “Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam”.

Deklarasi tersebut dirumuskan dalam rangka menyikapi adanya penafsiran tunggal Pancasila yang dimonopoli Orde Baru melalui P4 dan sebagainya. Pancasila harus diletakkan sebagai dasar negara menjadi milik bersama sebagai falsafah bangsa.

Pernyataan NU dianggap kontroversial dan menggemparkan saat itu. Bagi yang tidak tahu argumennya akan menentang, tetapi yang mengerti argumennya yang begitu rasional dan sistematis serta proporsional itu banyak yang tertegun dan simpati.

Tidak sedikit kalangan ormas Islam yang lain berterima kasih pada NU yang mampu berpikir cerdik dan strategis dalam memecahkan persoalan sangat pelik yakni hubungan agama dengan Pancasila.

Akan tetapi, dengan kecemerlangannya NU mampu meletakkan hubungan yang proporsional antara agama dan Pancasila, sehingga mereka bisa menerima Pancasila secara proporsional pula.

Bahkan, agama-agama lain merasa sangat berterima kasih pada NU atau kemampuannya merumuskan hubungan Agama dengan Pancasila melalui argumen yang rasional dan mendasar baik secara syar’i maupun secara siyasi.

Ketika undang-undang mengenai penerapan asas tunggal diberlakukan pada tahun 1985, maka jalan yang dirintis NU telah mulus, sehingga hampir semua ormas besar dan agama-agama resmi menerimanya. Hanya beberapa ormas Islam sempalan yang masih menentang Pancasila (Mun’im, 2015, NU Online).

Dokumen tersebut merupakan salah satu bukti jasa besar NU dalam menegakkan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara Republik Indonesia.

Berikut teks lengkap deklarasi tersebut:

Bismillahirrahmanirrahim

Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama
Sukorejo, Situbondo 16 Rabi’ul Awwal 1404 H
(21 Desember 1983)

 

Leave a Response