“Aduh Anto…kok bikin rumah kayak kapal pecah begini sih.” Irma dengan muka merah memarahi Anto anak laki-lakinya yang sudah duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD), sambil menjewer telinga kanannya. “

“Sakit Ma,” rintih Anto sambil mengelus telinganya yang tampak kemerahan.

Pemandangan seperti ini  sering dijumpai karena Anto senang membawa teman-teman bermain ke rumahnya.

Fenomena di atas menceritakan kepada kita bahwa apa yang dilakukan Irma sama seperti yang dialami kebanyakan ibu rumah tangga. Tindakan seperti ini dapat dikategorikan  kekerasan pada anak. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena berbagai sebab di antaranya himpitan ekonomi, masalah sosial, dan masalah psikologis lainnya sebagaimana yg terjadi pada Irma karena merasa capek sudah seharian merapikan rumah.

Orang tua lupa bahwa anak yang kerap menerima pukulan atau kekerasan fisik akan memengaruhi kondisi piskologisnya yaitu rasa sakit dan rasa cemas akan mendapat perlakuan itu lagi di masa yang lain. Akibat lain yang kurang baik juga adalah proses belajar anak dalam mengekspresikan kemarahan . Anak akan belajar bahwa jika marah boleh memukul.  Tapi di luar itu semua, emosi marah yang sering dilakukan Irma bukan hanya berpengaruh secara psikologi bagi Anto  namun juga berefek negatif bagi Irma sendiri.

Marah merupakan salah satu ekspresi dari emosi. Sebelum kita berbicara tentang marah, ada baiknya kita mengenal apa itu emosi. Emosi adalah istilah yang digunakan untuk keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beragam perasaan, pikiran dan perilaku.

Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif atau dialami berdasarkan sudut pandang individu. Emosi berhubungan dengan konsep psikologi lain, seperti suasana hati, temperamen, dan kepribadian. Emosi adalah bagian yang tidak akan pernah hilang dari diri kita dan kehidupan sehari-hari. Setiap detik, menit, jam dan hari dan bahkan ketika kita lahir hingga ajal menjemput, kita selalu hidup bersama emosi kita. Entah emosi senang, gembira, sedih ataupun marah.

Tidak ada yang salah dengan semua itu, karena Tuhan memang menciptakan si emosi itu untuk mewarnai hidup kita. Masalahnya, banyak dari kita yang sangat berlebihan memaknai dan merespons si emosi itu, baik ketika senang maupun susah. Misalnya ketika emosi senang yang berlebihan muncul, kita bisa jadi lupa pada orang di sebelah kita yang sedang berduka cita hingga bisa menyinggung perasaannya, atau bahkan lupa bersyukur. Begitu juga ketika sedang marah, tak jarang barang-barang pecah belah dirumah kita tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Lalu apa yang dimaksud dengan marah?Marah atau dalam bahasa Arabnya al-ghadab adalah perubahan yang terjadi ketika mendidihnya darah di dalam hati untuk memperoleh atau meraih kepuasan apa yang terdapat didalam dada.

Eksistensi kemarahan menurut Imam al-Ghazali ra. berada pada dua tempat: yaitu Pertama: Kemarahan yang ada di dalam diri manusia untuk menjaganya dari kerusakan dan untuk menolak kehancuran. Di dalam kejadian manusia di dalamnya terdapat sesuatu yang panas dan sesuatu yang dingin dan di antara keduanya selalu bermusuhan dan bertentangan. Kedua: Kemarahan dari luar diri manusia, yang disebabkan karena terbenturnya manusia dengan kendala-kendala atau marabahaya.

Biasanya saat orang melampiaskan kemarahan, akan dimulai dengan rasa sesak di hatinya, kemudian disusul dengan nafas terengah-engah dan pendek-pendek sehingga aliran udara yang masuk dan keluar dari paru-paru tidak normal. Itu saja sudah menjadi masalah bagi kesehatan, belum lagi bagi energi tubuh yang tersendat dan getaran hati kita.

Dampak dari rasa marah yang tidak terlepas dari tubuh apalagi tersimpan lama menjadi pemicu berbagai macam penyakit, dari yang ringan seperti kolesterol dan asam urat hingga gagal ginjal dan kanker. Semua berawal dari ketidakseimbangan energi yang seharusnya selalu berputar masuk dan keluar.

Bisakah marah dikelola? Jawabnya bisa. Yang tidak bisa adalah menghilangkannya.

Bila merujuk dari hadis Rasulullah saw. yang artinya:

“Jika salah satu dari kamu marah sedang dia dalam keadaan berdiri hendaknya ia duduk, karena sesungguhnya amarah akan pergi. Jika tidak, hendaknya ia berbaring”(HR Ahmad).

Maksudnya, saat kita sedang marah disarankan untuk mengubah posisi kita, dari duduk ke berdiri, dari berdiri ke jalan, dari jalan ke lari, dan bila masih marah maka berwudhu dan salat. Salah satu maksud dari gerakan itu adalah membuat aliran darah menjadi normal. Darah juga bergerak lancer dan pikiran dialihkan hingga hati kembali kembali lega. Sederhana namun sangat dahsyat berpengaruh pada perubahan energi.

Di sini akan diberi tips bagaimana bila kita sering tidak bisa menahan rasa amarah, dan penulis kerap mempraktekkannya :

Pertama, segera tarik nafaslah seperti sedang bermeditasi. Lalu keluarkan pelan-pelan melalui mulut sambil mengucapkan istighfar. Tiga hitungan menghirup nafas dan tiga hitungan mengeluarkan nafas. Lakukan sampai dada Anda merasa lega.

Kedua, gerakkan kepala Anda ke depan dan ke belakang, putaran dan lakukan peregangan otot semampu Anda.

Ketiga, afirmasikan dalam diri Anda baik bersuara maupun dalam hati: saya bisa mengatasi masalah ini dengan baik. Saya mampu menemukan solusi terbaik.

Terakhir, tips yang paling menyenangkan, tersenyumlah pada dunia.

 

 

Leave a Response