Bahasa Arab yang kita kenal sekarang ini merupakan bahasa Arab yang sudah mengalami beberapa fase perkembangan. Berdasarkan fase perkembangan ini, bahasa Arab terbagi menjadi tiga. Pertama, Bahasa Arab prasasti (Al-Nuqusy), kedua, bahasa Arab klasik (Qadîmah), dan ketiga, bahasa Arab modern) Al-Bâqiyah/al-Hadîtsah).
Bagian pertama dan kedua sudah lenyap dan hanya tersisa peninggalannya saja. Sedangkan bagian yang ketiga adalah bahasa Arab yang digunakan dalam Al-Qur’an, Hadis Nabi, syair-syair mulai dari zaman Jahiliah hingga masa khilafah Abbasiyah pertama, dan peribahasa-peribahasa beserta kata-kata bijak yang dibuat orang Arab.
Secara geografis, Jazirah Arab dulunya diapit oleh dua bangsa adidaya; Persia dan Romawi. Letak Persia berada di sisi Barat, sedangkan Romawi di sisi Timur.
Awalnya, yang banyak berhubungan dengan wilayah tetangga adalah wilayah Arab bagian selatan, yaitu Yaman. Sedangkan wilayah Arab bagian Utara masih nomaden, dan tidak berhubungan sama sekali dengan tetangga.
Namun, seiring berjalannya waktu, khususnya semenjak bangsa Arab berhasil menumbangkan bangsa Persia dalam perang Qadisiyyah, lalu diikuti dengan futuhat (pembukaan) bangsa Arab atas wilayah lain dengan syiar Islam maka perlahan mulai berubah.
Seluruh wilayah Arab Utara maupun selatan hampir terbilang tak ada bedanya. Semuanya berbaur dengan bangsa lainnya, terutama Persia, Habasyah (Ethiopia), dan Romawi.
Hal inilah yang menyebabkan adanya percampuran budaya, bahasa dan lain sebagainya. Bahasa menjadi salah satu yang paling kentara. Terkadang orang Arab memasukkan bahasa Persia ke dalam Bahasa Arab atau sebaliknya.
Berawal dari sinilah, muncul beberapa hal terkait adanya bahasa serapan (Mu’arrab) di kalangan bangsa Arab. Sehingga ada yang menyoal tentang Al-Qur’an, apakah di dalamnya terkandung bahasa lain selain bahasa Arab?
Berikut ini beberapa pendapat ulama mengenai ada dan tidak adanya bahasa asing selain bahasa Arab dalam Al-Qur’an.
Kalangan Ulama yang berpendapat bahwa di dalam Al-Qur’an ada beberapa lafal yang bukan termasuk bahasa Arab. Lafal tersebut berasal dari bahasa lain seperti bahasa Suryani, bahasa Romawi, dan bahasa Ethiopia.
Contohnya, lafal Thâha, al-Yamm, Ath-Thur, Ar-Rabbâniyyun adalah lafal yang diserap dari bahasa Suryani. Sedangkan Shirath, Qisthas, dan Firdaus berasal dari bahasa Romawi. Adapun lafal Misykâh dan Kiflain berasal dari bahasa Ethiopia.
Imam Suyuthi melalui dua kitabnya, “Al-Muhadzdzab Fîmâ Waqa’a fil Qur’an min Al-Mu’arrab” dan “Al-Itqan” juz 2, menukil riwayat Ibnu Jarir dari Abu Maysarah yang berbunyi, “Di dalam Al-Qur’an mengandung semua bahasa”.
Terkait hal ini Imam Suyuthi menyatakan bahwa Al-Qur’an sejatinya mengandung ilmu-ilmu kuno dan modern. Di samping itu, kitab suci ini memberikan informasi tentang segala hal.
Atas dasar inilah Al-Qur’an terdapat isyarat adanya beberapa jenis bahasa di dalamnya agar dapat mencakup segala hal. Dipilihlah bahasa-bahasa indah nan ringan dan banyak digunakan di oleh orang Arab.
Kalangan Ulama yang berpendapat bahwa di dalam Al-Qur’an murni bahasa Arab. Dengan kata lain, tak ada satu lafal pun yang berasal dari bahasa lain. Pendapat ulama ini bertendensi pada beberapa ayat berikut:
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).
Artinya: “Dan jikalau Kami jadikan Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan, ‘Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah (patut Al-Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab?’” (QS. Fusshilat: 44)
Imam Syafi’i dalam kitab Ar-Risalah mengatakan, “Telah dibahas dalam sebuah ilmu, barang siapa yang berpegang teguh pada sesuatu yang telah dibicarakan di dalamnya, maka ia lebih utama, dan lebih mendekati selamat In Syâ Allah.”
Imam Syafi’I melanjutkan, “Di antara mereka ada yang berkata, ‘Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an terdapat bahasa Arab dan ‘Ajam (nonarab), tetapi sejatinya Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa tak ada satu pun firman Tuhan di dalamnya kecuali menggunakan bahasa Arab.”
Abu ‘Ubaydah dalam kitab Majâz Al-Qur’an mengatakan, Al-Qur’an turun menggunakan bahasa Arab. Barang siapa yang mengira di dalamnya terdapat bahasa lain selain bahasa Arab, maka ini sangat mengherankan.
Dan barang siapa yang mengira bahwa lafal ‘Thaha’ berasal dari bahasa Nabatieh, ini sungguh mengherankan. Terkadang satu lafal sama dengan lafaz lain dan memiliki satu arti, yang satu bahasa Arab yang lain bahasa Persia.
Di satu sisi, Ibnu Faris memberikan ulasan melalui kitab Ash-Shâhibi Fî Fiqhi Al-Lughah dengan menyatakan ketidaksetujuannya pada pendapat yang menyatakan ada bahasa lain selain bahasa Arab di dalam Al-Qur’an.
Ibnu Faris mengungkapkan, seandainya di dalam Al-Qur’an terdapat bahasa lain selain bahasa Arab, maka orang akan salah paham bahwa orang Arab hanya tidak mampu mendatangkan semisal Al-Quran karena Al-Qur’an didatangkan dengan bahasa yang tidak mereka ketahui, dan itu sangat berbahaya.
Adapun beberapa kosa kata yang diduga berasal dari Bahasa Persia, Ethiopia, Nabatieh, dan lain-lain maka itu hanyalah kebetulan bahasa-bahasa tersebut sama digunakan oleh orang Arab, orang Persia, maupun orang Ethiopia.
Kalangan Ulama yang memilih untuk menengahi dua pendapat sebelumnya. Dalam arti ulama pendapat ketiga ini membenarkan kedua pendapat sebelumnya.
Di satu sisi membenarkan ada bahasa lain selain Al-Qur’an. Di sisi yang lain juga membenarkan di Al-Qur’an hanya ada bahasa Arab. Bagaimana bisa demikian?
Meskipun di dalam Al-Qur’an terdapat lafal bahasa asing, sejatinya lafal-lafal ini secara bentuk katanya sudah setara dengan bahasa Arab. Jadilah ia bahasa Arab dengan segala karakteristiknya. Dengan demikian, tak ada lafaz dalam Al-Qur’an yang tidak berbahasa Arab.
Abu ‘Ubaid Al-Qashim mengatakan, pendapat yang benar menurutku adalah keduanya sama-sama benar. Sebab sebagaimana yang telah dipaparkan Fukaha (ulama ahli bidang Fikih), huruf-huruf lafal di atas pada dasarnya adalah ‘Ajamiyah (non-Arab).
Akan tetapi, ia digunakan oleh orang Arab, lalu mereka menjadikannya bahasa Arab. Lalu mereka mengubahnya dari yang semula ‘Ajamiyah menjadi bahasa Arab.
Pendapat yang mengatakan semuanya berbahasa Arab benar, dan pendapat yang mengatakan bahasa ‘Ajamiyah juga benar. Perkataan ini dikutip dari kitab Al-Muzhir, karya Imam Suyuthi. Wallahu a’lam.