Hingga saat ini, banyak sekali orang yang masih memiliki pandangan sebelah mata terhadap perempuan. Eksistensi perempuan seringkali dinilai sebagai pribadi yang lemah, emosional, dan tidak mampu berperan di ruang publik. Pandangan tersebut muncul diakibatkan budaya patriarki yang terus dipertahankan dalam lingkungan masyarakat, serta minimnya literatur sejarah yang mengekspos peran besar para figur perempuan di Dunia. Salah satu tokoh perempuan timur tengah yang memiliki peran besar pada abad 19-20 adalah Bibi Khanoom.

Perempuan hebat yang memiliki nama lengkap Bibi Khanoom Astarabadi ini dilahirkan pada tahun 1858 di Iran. Bibi Khanoom lahir di lingkungan keluarga yang terpandang dan berpendidikan. Ia merupakan anak perempuan dari pasangan suami istri Mohammad Baqer Khan dan Khadijeh Khanom. Bibi Khanoom kecil mendapatkan pendidikan dasar dari kedua orang tuanya.

Menginjak dewasa, orang tua Khanoom bercerai, sehingga mengakibatkan Khanoom tinggal bersama ayahnya. Ketika usianya mencapai 22 tahun, ia menikah dengan seorang perwira yang bernama Musa Khan Vaziri. Dari pernikahan tersebut, Khanoom dikaruniai tujuh anak yang semuanya tumbuh berkembang dengan baik. Namun, sama halnya dengan orang tuanya, nasib pernikahan Khanoom tidak bertahan  lama dan mengakibatkan ia bercerai dari suaminya.

Selain aktif sebagai penggerak perempuan, ia juga aktif menyuarakan ide-ide tentang pentinganya pendidikan bagi perempuan melalui beberapa karya tulisanya. Ia aktif menulis artikel di beberapa koran Iran, seperti Tamaddun, Habl al-Matin, dan Majlis. Salah satu karya tulisanya yang membuat ia dikenal adalah sebuah buku yang berjudul Ma’ayib al-Rijal (jatuhnya laki-laki).

Buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1895. Buku ini lahir sebagai respon kritik Khanoom terhadap sebuah tulisan yang berjudul Ta’dib al-Niswan (The Edification of Women). Dalam tulisan tersebut banyak diceritakan tentang lemahnya perempuan dan sisi negatif dari kehadiran perempuan. Oleh karena itu, pertama dalam sejarah Iran, buku karya Khanoom ini menjadi buku pertama yang mendeklarasikan secara umum tentang pentingnya hak-hak asasi perempuan, sekaligus menjadi kritik terhadap karya-karya buku yang menyudutkan kaum perempuan.

Bibi Khanoom merupakan salah satu tokoh revolusi konstitusi Iran pada era akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kiprah dan jasanya dalam pengembangan pendidikan bagi perempuan di Iran sangatlah besar. Khanoom menjadi tokoh pelopor dan perintis pertama berdirinya sekolah untuk anak-anak perempuan di Iran.

Tentu tidak mudah bagi seorang perempuan untuk melakukan sebuah perubahan besar dalam lingkungan yang sangat patriarkis. Walaupun sudah banyak berdiri sekolah formal, namun pada saat itu anak-anak perempuan tidak diperbolehkan untuk memiliki kesempatan menempuh pendidikan formal di luar batas rumah mereka. Namun, Khanoom mampu memulai perubahan besar tersebut dengan didirikanya sekolah perempuan yang bernama The School for Girls.

Dalam catatan seorang jurnalis yang bernama Shahnaz Zolghadr, disebutkan bahwa pada tahun 1906, ketika Iran dilanda ketegangan revolusi konstitusional, Bibi Khanoom berhasil mendapatkan dari pihak berwenang untuk membuka sekolah perempuan. Akhirnya pada tahun 1907, sekolah perempuan tersebut resmi didirikan di sekitar rumah Bibi Khanoom, di Teheran.

Dibukanya sekolah tersebut mengakibatkan timbulnya berbagai respon, mulai dari yang mendukung hingga yang mengkritik. Dukungan terhadap sekolah tersebut muncul dari duta besar Inggris untuk Teheran yaitu Sir Charles Murray Marling. Sedangkan kritik justru datang dari tokoh Iran sendiri yaitu Mullah Fazlollah Nouri. Bahkan saking bencinya Fazlollah terhadap sekolah tersebut, ia mengeluarkan maklumat yang mengatakan “kasihan negara yang memiliki sekolah perempuan”.

Dipicu oleh maklumat tersebut, sekolompok pria kemudian mulai menyerang dan memecahkan jendela sekolah ketika anak perempuan sedang berada di dalam kelas. Guna menghindari hal yang sama maka Bibi Khanoom menutup sementara sekolah tersebut, dan membuka kembali sekolah baru untuk perempuan di tahun berikutnya.

Setelah kondisi telah aman, Bibi Khanoom mendirikan kembali sekolah perempuan. Dalam buku “51 Perempuan Pencerah Dunia” karya Tetty Yukesti, dijelaskan bahwa dalam sekolah tersebut diajarkan berbagai mata pelajaran, mulai dari aritmatika, geografi, susunan alfabet, hukum, musik, sastra persia, hingga pelajaran agama.

Peran sekolah rintisan Khanoom tersebut mulai terlihat semakin nyata ketika usia sekolah sudah mencapai tiga puluh tahun. Pada tahun 1936, untuk pertama kalinya terdapat 12 perempuan yang diterima di Universitas Teheran. Bahkan, dalam perkembanganya sekitar 70% mahasiswa perguruan tinggi di Iran adalah perempuan, dan dari data tersebut sekita 20% telah bergelar Ph.D (doktor).

Demikian sedikit cerita inspiratif tentang sosok perempuan hebat Iran yang bernama Bibi Khanoom Astarabadi. Ulasan tentang peran dari tokoh-tokoh perempuan di dunia perlu untuk disampaikan. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan stigma dan pandangan negatif terhadap perempuan. Dari cerita ini dapat diketahui bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk berperan dalam ruang publik dan ikut andil dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat secara luas.

Leave a Response