Sudah beberapa bulan ini dunia dihantui oleh kemunculan virus corona (Covid-19). Berdasarkan pemberitaan yang berkembang, kasus ini pertama kali terjadi di Wuhan, China. Dugaan sementara, virus ini dibawa oleh kebiasaan masayarakat setempat yang gemar mengkonsumsi sumber makanan yang tidak lazim untuk dikonsumsi manusia. Seperti kelelawar, ular, tikus, dan atau hewan lainnya.
Hewan-hewan inilah yang ditengarai memicu berkembangnya Covid-19 yang sampai saat ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi dunia internasional. Memang, pada dasarnya virus ini hanya mampu menginveksi manusia lewat terganggunya saluran pernafasan. Atau paling fatal terserang penyakit radang paru-paru.
Namun, jika tidak segera ditangani, wabah tersebut juga dapat mengancam kehidupan manusia. Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa Covid-19 dapat menyebar dan menular kepada lingkungan sekitar.
Akibatnya, timbul kegaduhan di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan, beberapa kota telah mengeluarkan kebijakan pandemi Corona agar masyarakat tidak melakukan aktivitas di luar rumah. Upaya ini dimulai dengan penutupan sejumlah ruas jalan utama dan beberapa fasilitas umum.
Termasuk di dalamnya tempat wisata, rumah ibadah, kantor pemerintahan, dan bahkan lembaga-lembaga pendidikan, baik formal maupun non formal. Beberapa instansi pemerintahan dan juga sekolah-sekolah sudah mengeluarkan kebijakan agar siswanya belajar secara online.
Tak hanya itu, untuk menekan penyebaran virus Corona, Pemerintah juga telah mengambil sikap untuk menutup beberapa tempat wisata dan juga tempat ibadah.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa di era globalisasi seperti ini, manusia dimanjakan dengan perkembangan teknologi yang luar biasa. Salah satunya media komunikasi dan informasi, utamanya media sosial. Media sosial telah bertransformasi sebagai sebuah dunia virtual yang menawarkan kemudahan bagi manusia.
Tak hanya untuk sekadar menjalin komunikasi, media sosial juga sudah menjadi sebuah kebutuhan primer yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Meskipun tidak bisa dipungkiri, bahwa tidak semua orang memiliki dan menggunakan medsos.
Bagi generasi milenial, medsos sudah menjadi sebuah nyawa kedua yang menyangkut hajat hidup. Seorang generasi milenial saat mengalami kehilangan ataupun ketinggalan dompet di rumah pasti akan merasa biasa saja.
Kendati demikian, coba tebak bagaimana responnya saat kehilangan ataupun ketinggalan HP di rumah. Apa yang akan terjadi? Ya, bisa dipastikan mereka akan langsung membelinya saat kehilangan dan akan mengambilnya kembali di rumah saat ketinggalan. Tentu dengan caranya masing-masing.
Maka tidak mengherankan jika media sosial menjadi sebuah alat untuk menyatukan masyarakat dalam satu titik tertentu. Dalam dunia virtual, utamanya media sosial, masyarakat akan disuguhkan dengan berbagai fitur. Seperti contoh yang ada di Facebook. Saat pertama kali melakukan login di dalamnya, kita akan disuguhi dengan tampilan Beranda yang menampilkan sebuah tulisan; “Apa yang sedang Anda pikirkan?”
Nah, seringkali, fitur inilah yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat untuk menuliskan rutinitas dan segala problematika hidup, baik yang bersifat personal maupun bersifat publik. Salah satu hasil tulisan (baca: status) yang akhir-akhir ini sering bermunculan di media sosial adalah terkait dengan perkembangan virus Corona.
Hingga pada akhirnya, dalam setiap postingan yang ada menyertakan sebuah hastag #Dirumahaja. Tidak diketahui secara pasti siapa yang memprakarsai penggunaan hastag ini. Namun yang pasti, hastag ini lahir dari kebijakan pemerintah yang menerapkan pandemi Corona.
Hastag ini muncul sebagai sebuah dukungan dari masyarakat sebagai himbauan kepada sesamanya untuk berdiam diri di rumah saja. Karena di saat masifnya persebaran cvirus Corona, dengan berdiam diri di rumah saja, tentunya akan memotong arus persebaran virus Corona.
Sampai saat ini, virus Corona telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Sebagaimana yang telah dituliskan di atas, bahwa salah satu upaya pemerintah dalam kebijakan Pandemi Corona adalah dengan meliburkan berbagai instansi pemerintah dan pelayanan publik.
Bukan tanpa alasan, penetapan massa libur 14 hari diambil karena dalam jangka waktu tersebut, gejala virus Corona akan bisa diidentifikasi penyebarannya dalam tubuh manusia. Selain itu, dalam kurun waktu 14 hari itu, pemerintah juga dapat melakukan penyemprotan di berbagai fasilitas publik.
Selain itu, dengan berdiam diri di rumah saja, tentunya Kita juga mampu memberikan kelonggaran persediaan alat pelindung diri (APD). Karena sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa APD saat ini mengalami kelangkaan di masyarakat.
Selain langka, harga yang diperlukan untuk membelinya juga terhitung tidak murah. Sebagai contohnya adalah kelangkaan masker di masyarakat dan betapa mahalnya harga masker per boksnya.
Maka dari itu, sudah sewajarnya bagi kita untuk berdiam diri di rumah saja. Dan tentu saja dengan memanfaatkannya untuk lebih membaur dan menghabiskan waktu dengan keluarga dan bahkan melakukan pembelajaran dan pekerjaan secara mandiri di rumah.
Lebih dari itu, dengan berdiam diri di rumah, risiko untuk terserang virus Corona juga akan semakin kecil. Demikian ini juga akan berimbas pada kinerja para tenaga medis, setidaknya kita tidak membebani dan menambah beban tugas mereka untuk merawat kita.
Sederhananya, dengan berdiam diri di rumah, secara tidak langsung kita juga telah membantu pemerintah, dan tentu saja para tenaga medis. Maka sebagaimana yang tercantum dalam tulisan ini; “Bantulah Kami untuk Membantu Anda”, dimana di dalamnya terdapat sebuah simbiosis mutualisme yang luar biasa.
Aku, Kamu, dan Kita bisa saling membantu memutus rantai persebaran virus Corona dengan cukup berdiam diri di rumah dan mempercayakan semuanya kepada pemerintah dan tenaga medis. Dan tentu saja, mari kita saling mendoakan, semoga bumi kita kembali sehat seperti sedia kala. Amin.