Perempuan akan selalu di bawah laki-laki kalau yang hanya diurusi hanya baju dan kecantikan – Soe Hok Gie, (buku: Catatan Harian Seorang Demonstran)
Seorang aktivis dan demonstran 1960-an, Soe Hok Gie menuliskan kalimat itu dalam diari yang dibukukan yaitu Catatan Harian Seorang Demonstran. Ia gemas melihat banyaknya perempuan yang hanya mementingkan penampilan ketimbang ikut serta dalam perjuangan dan aktivitas pendidikan.
Hal ini bisa saja diakibatkan pandangan sosial masyarakat yang mengkontruksi perempuan sedemikian rupa. Sehingga sebagian dari mereka lupa untuk mengejar hak yang sama dan berkarya.
Zaman sejatinya telah berubah. Perempuan kini punya tempat untuk mengaktualisasikan diri. Orang-orang mulai menyelaraskan hak antara perempuan dan laki-laki. Tentunya, semua orang punya kemampuan dan kesempatan yang sama.
Walau di beberapa daerah masih punya pandangan lama, tapi bukan menjadi sebuah keniscayaan jika stigma tersebut akan gugur secara bertahap. Apalagi dengan perkembangan teknologi saat ini. Pemerintah bersama masyarakat dapat bahu membahu memberikan informasi dengan cepat dan tepat tentang pentingnya menempa kualitas diri.
Dahulu perempuan riskan dipandang sebelah mata akibat stigma sosial dan budaya yang melekat bagai kerak nasi. Mereka jarang diperhitungkan untuk bersuara, menentukan sikap atau diajak bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan. Sulit rasanya menemukan perempuan yang memegang peran penting.
Sulit, bukan berarti tidak ada. Banyak perempuan ternama yang membawa pembaharuan terhadap dunia. Sayangnya nama mereka kerap timbul tenggelam tertelan zaman hingga akhirnya tidak lagi dikenal. Beberapa di antara membawa perubahan yang signifikan terhadap dunia pendidikan yang dulu, hanya didapat oleh orang bangsawan dan laki-laki saja.
Ada R.A Kartini dan Dewi Sartika, misalnya. Keduanya berasal dari kalangan bangsawan dan menghadapi problematik yang sama yaitu stigma. Bahkan bisa dibilang lebih militan lagi. Perempuan di zamannya tidak boleh sama sekali mengeyam sekolah. Urusan mereka di rumah dan belajar bagaimana melayani suami dengan benar.
Sehingga nyaris, semua perempuan buta huruf dan tidak mengerti persoalan kecuali ranah domestik. Tekad dan rasa keprihatinan yang tinggi R.A Kartini dan Dewi Sartika membangun sekola khusus untuk perempuan. Menjadi pelopor pendidikan perempuan di Indonesia.
Jika di dalam lingkup nasional kita punya R.A. Kartini dan Dewi Sartika, maka dunia harus berbangga dengan sepak terjang muslimah kelahiran 800 Masehi ini yaitu, Fatima Al-Fihri. Lahir di dalam kalangan saudagar kaya lantas tidaklah membuatnya manja atau pasrah dengan stigma di masa itu. Bersama adiknya, Mariam al-Fihri, mereka mendirikan kampus tertua dan perpustakaan di dunia. Kampus Al-Qarawiyyin namanya. Kampus yang berdiri pada 859 Masehi itu bahkan masih beroperasi sampai sekarang.
Didikan dari orang tua yang mengajarkan pentingnya berbagi pada sesama manusia, nyatanya telah tertanam betul di dalam diri Fatima. Hal ini tentu selaras dengan Islam dan tercantum di dalam Q.S Adz-Dzariat ayat 19. Di dalam harta yang kita usahakan saban hari, ada hak orang lain di dalamnya. Karenanya, Fatima sepajang hidupnya selalu ada gerakan hati untuk berbagai pada umat.
Di sisi lain, Fatima yang begitu mencintai pendidikan punya mimpi ingin menyebarkan ilmu pengetahuan ke seluruh lapisan masyarakat tanpa batas. Khususnya pengetahuan Islam. Harapan itu semakin mengakar ketika Fatima berjalan-jalan dan menemukan Masjid Fes, Maroko. Masjid itu tidak lagi menampung umat Islam untuk beribadah.
Kecintaan Fatima dengan ilmu pengetahuan dan keinginannya untuk terus berbagi dengan umat memberikan satu ide bagus dan dicatat oleh sejarah. Ia membeli tanah yang lumayan luas, untuk membangun masjid serta mendirikan sekolah di satu tempat. Masjid dan lembaga pendidikan itu pun diberi dengan nama Al-Qarawiyyin. Pada tahun 1998, Guinness Book of world Records menetapkan Al-Qawariyyin sebagai Universitas pertama dan tertua di dunia.
Selain sebagai pertama di dunia, Universitas Al-Qarawiyyin ini punya keistimewaan lain. Perpustakaan Al-Qawariyyin masih menyimpan teks asli dari hukum Islam yang menggunakan Mazhab Maliki. Setidaknya ada 4000 manuskrip termasuk salinan tertua dari hadist Nabi Muhammad sejak abad ke-9 dan masih banyak lagi.
Universitas Al-Qawariyyun semakin terdengar gaungnya karena tidak hanya menerapkan ilmu pengetahuan Islam dalam kurikulum. Tapi juga ada beberapa ilmu lain seperti sosial budaya, pengetahuan hukum dan sains. Banyak orang yang tertarik ingin belajar di sana. Tak tanggung-tanggung, ada banyak nama orang besar di dalam universitas tersebut. Seperti ahli matematika, Abu al-Abbas az-Zawawi dan Ibnu Khaldun sejarawan dan sosisolog yang terkenal dalam dunia Islam.
Tidak hanya tokoh Islam, ada pula dari kalangan non muslim yang belajar di sana. Seorang Profesor sejarah, Dr. Corisande Fenwick dalam penelitiannya memperkirakan jika Paus Silvester II ( 94 – 1003) pernah berada di sini. Pau Silvester II menjalani masa mudanya dengan mendalami beberapa pelajaran seperti astronomi dan ilmu matematika.
Melihat sosok Fatima Al-Fihri semakin memperkuat pandangan bahwa masing-masing orang punya potensi jika diberi kesempatan yang sama. Entah itu laki-laki atau perempuan, tidak ada alasan yang tepat untuk membatasi seseorang untuk mendapatkan haknya. Termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan.
Nabi Muhammad Saw. saja memuji perempuan yang mempunyai keinginan besar untuk mempelajari pengetahuan agama. Lihat saja perempuan di sekitar Rasulullah, seperti Aisyah r.a yang terkenal sebagai salah seorang perawi hadis. Setidaknya ada sekitar 2.210 hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a.
Sepanjang hidup, Fatima Al Fihri berjanji pada dirinya sendiri untuk mempergunakan hartanya untuk kepentingan umat. Dan Fatima melakukan komitmen itu dengan segenap hati. Membangun masjid dan madrasah, bahkan menyatukannya menjadi dalam satu kelembagaan. Perempuan yang telah mewariskan sesuatu yang teramat berharga pada dunia itu wafat pada tahun 266 H/ 880 Masehi.