Fatima Mernisi, Muslimah Pejuang Hak-Hak Perempuan- Maroko tidak hanya dikenal dengan negeri yang penuh dengan keindahan alamnya, tetapi negara ini juga dikenal dengan adanya universitas tertua di dunia yaitu Univeristas al-Qarawiyin.
Selain itu, Maroko juga banyak melahirkan ulama-ulama besar dunia, sebut saja keluarga Ghumariyah. Dari Maroko lahir juga salah satu sosok tokoh muslimah pejuang hak-hak kaum perempuan, beliau adalah Fatima Mernissi.
Beliau lahir di Fez, Maroko pada tahun 1940 M. Keluarganya sendiri merupakan keluarga kelas menengah yang ada di Fez. Dengan kultur keluarga yang sangat patuh dengan adat istiadat dan tradisi yang sangat membedakan antara hak laki-laki dan perempuan.
Mernisi lahir dari lingkungan harem dengan dua kultur keluarga yang berbeda. Lingkungan pertama adalah lingkungan keluarga ayahnya yang ada di Fez, di mana harem diwujudkan dengan dinding-dinding tinggi. Sementara lingkungan kedua adalah di rumah keluarga ibunya yaitu neneknya, yang berada jauh dari perkotaan. Harem diwujudkan dalam bentuk rumah yang dikelilingi kebun yang luas.
Dan dari neneknyalah, ia mendapatkan pengalaman berharga tentang arti sebuah kesetaraan sesama manusia sebagaimana diungkapkan dalam karyanya Dreams of Trespass; Tales of Harem Girlhood.
Dalam kehidupannya, ia mengenyam pendidikan Alquran di usia yang masih muda dengan gurunya Lala Tam. Sosok gurunya ini pernah mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengetahui batas-batas kesucian, menjadi muslim bermakna yang menghargai batasan. Hal tersebut membuat Mernisi tidak nyaman, karena seolah-olah perempuan harus selalu dibatasi.
Namun ia masih beruntung karena mempunyai nenek Lala Yasmina, yang memberinya penjelasan dan menjadikannya tenang dalam memahami perkataan-perkataan gurunya, terutama dalam menyerap pemahaman tentang Islam. Dari neneknya, beliau juga mendapatkan bimbingan seputar sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. beserta ajaran Islam yang berisi kasih sayang kepada sesama manusia.
Pendidikannya dimulai di sekolah yang dibangun oleh gerakan nasionalis. Yang mengajarkan Alquran dengan sistem pengajaran yang keras. Bahwa Alquran harus dibaca persis sama dengan ketika kitab ini diturunkan dari surga.
Sebagaimana dijelaskan dalam karyanya Woman and Islam; an Historical an Theological Enquiry, bahwa setiap hari Rabu selalu diadakan hafalan dan bila mengalami kesalahan dalam pengejaan, maka akan dihukum dan tidak jarang disertai dengan pukulan oleh pelajar yang lebih tua.
Ketika masih sekolah, Mernisi juga pernah mendapat ajaran tentang sebuah hadis yang mengatakan bahwa anjing, keledai dan wanita dapat membatalkan salat apabila berjalan di depan orang yang salat. Di mana hal tersebut membuat hatinya terluka. Apalagi ditambah dengan hadis yang menyatakan jika kaum perempuan menjadi pemimpin, maka tunggu saat kehancurannya.
Karena dalam pandangan Mernisi, Nabi saw. tidak mungkin berkata begitu karena Nabi saw. sangat memuliakan kaum perempuan. Hal inilah yang menjadikannya mempunyai tekad dan semangat tinggi untuk merubah stigma-stigma tersebut.
Setelah itu, Mernisi melanjutkan pendidikan menengahnya di sekolah khusus perempuan yang dimiliki oleh pemerintah Perancis. Dan pada tahun 1957 M, Mernisi melanjutkan pendidikannya di Sorbone dengan mengambil bidang ilmu politik hingga menamatkan doktoralnya di Brandeis University.
Selesai belajar, Mernisi mengajar di Muhammad V University Maroko, dengan mengampu mata kuliah metodologi, sosiologi keluarga, dan psikologi. Selain itu, ia juga banyak melakukan penelitian-penelitian.
Sebagai seorang muslimah feminis, perhatiannya terhadap peran kaum perempuan Islam sangat kuat. Beliau banyak menganalisis perkembangan sejarah pemikiran Islam dan manifestasi Islam modern. Bahkan penelitiannya banyak meragukan validitas beberapa hadis, khususnya tentang subordinansi perempuan yang bukan diambil dari Alquran.
Sehingga Mernisi juga banyak menyorot kehidupan harem, pengetahuan tentang gender, serta ruang publik dan privat perempuan. Namun, analisisnya terhadap beberapa hadis Nabi saw. ternyata banyak yang tidak sesuai, karena kurangnya penguasaan Mernisi terhadap disipilin ilmu hadis.
Misal ketika beliau berpendapat bahwa Abu Hurairah adalah satu-satunya yang meriwayatkan hadis tentang perempuan pembatal salat jika lewat di hadapan laki-laki, yang mana riwayat tersebut ada di Shahih Bukhari.
Padahal hadis tersebut tidak terdapat di Shahih Bukhari, sebab Imam Bukhari meriwayatkan hadis lain yang redaksinya, “sepeninggalku tidak ada penyebab kesulitan yang lebih fatal bagi pria kecuali wanita.” dan tentu saja hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari mempunyai banyak makna.
Sebagai seorang sosiolog, Mernisi banyak melakukan penelitian tentang kaum perempuan. Tepatnya di tahun 1970-1980, beliau melakukan interview dengan maksud memetakan sikap bertahan bagi perempuan dan pekerjaannya. Penelitian tersebut sendiri dilakukan untuk UNESCO dan ILO, serta pemerintah Maroko pada saat itu.
Beliau juga mempunyai kontribusi besar dalam menuliskan kaum perempuan yang ada di Maroko. Lewat tulisannya yang berjudul Perempuan dan Islam dari Perspektif Islam maupun Kontemporer. Karya ini membuatnya mendapat penghargaan dari Muhammad V University, yang bertajuk The Prince of Asturias Award sebagaimana diungkapkan oleh Tetty Yukesti, dalam karyanya 51 Perempuan Pencerah Dunia.
Sebagai seorang muslimah feminis, Mernisi banyak menganalisis dalil-dalil agama, khususnya yang berhubungan tentang hak antara laki-laki dan perempuan agar tetap relevan di tengah kehidupan masyarakat tradisional dan kehidupan modern. Baginya, agama harus dipahami secara progresif untuk memahami realitas sosial dan kekuatan-kekuataanya. Karena banyak sekali yang menjadikan agama sebagai pembenar kekerasan.
Dari sikap kritisnya tersebut, banyak lahir karyanya tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Mernisi juga dikenal dengan pendapatnya, “Jika hak-hak perempuan merupakan masalah bagi sebagian kaum laki-laki modern. Hal itu bukan karena Alquran ataupun Nabi, bukan pula karena tradisi Islam melainkan karena hak-hak tersebut bertentangan dengan kepentingan kaum elite laki-laki.”
Dalam karya-karyanya, Mernisi banyak mempertanyakan kenapa kaum perempuan sedikit yang menjadi seorang ulama, mampu memahami Alquran dan hadis, padahal pada masa lalu banyak sekali perempuan yang mempunyai kiprah di bidang keilmuan.
Fatima Mernisi meninggal di usia 75 tahun di Rabat pada 30 November 2015. Beliau banyak meninggalkan karya intelektual yang bisa menjadi bahan diskusi, dan menambah wawasan keilmuan, serta acuan pergerakan kaum perempuan untuk saling melengkapi kekurangan yang ada.
Di antara karyanya adalah Beyond the Veil, yang merupakan buku klasik khususnya untuk bidang antropologi dan sosiologi perempuan di dunia Arab, di daerah Mediteranian atau masyarakat Muslim secara umum.
Kemudian The Veil and the Male Elite: A Feminist Interpretation of Islam, yang merupakan kajian sejarah tentang peran para istri nabi Muhammad. Kemudian, Dreams of Trespass; Tales of Harem Girlhood judul lain dari buku ini adalah The Harem Within: Tales of a Moroccan Girl-hood.
Karya lainnya adalah Woman and Islam; An Historical and Theological Enquiry, Woman and Muslim Paradise. Doing Dailiy Battle; Interviews with Moroccan Women, dan lain sebagainya.
Para Feminis Islam sejatinya adalah mereka yang menolak bahwa Islam selalu memojokkan kaum perempuan, karena pada dasarnya ajaran Islam bukan seperti itu. Lahirnya gerakan tersebut tentu mempunyai sisi positif, karena berusaha mewujudkan satu masyarakat yang adil, baik bagi laki-laki maupun perempuan dalam berbagai bidang kehidupan sosial sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Islam.
Sehingga keadilan gender antara laki laki dan perempuan dapat diwujudkan sesuai dengan hak dan kewajiban masing masing. Tentunya dengan tidak melepaskan diri dari nilai-nilai kodrati yang telah digariskan oleh Allah Swt. sebagaimana terdapat dalam Alquran dan hadis.
Dari kesalahan Mernisi dalam berpendapat tentang sebuah hadis, seharusnya kita bisa belajar dan menjadi sebuah motivasi bagi kita semua. Bahwa untuk memperjuangkan hak-hak keadilan perempuan, harus dibekali dengan ilmu yang memadai. Apalagi jika mengutip sebuah dalil yang berasal dari Alquran dan hadis. Bukan dilandasi atas emosi dan kemarahan, yang justru bisa mengakibatkan kesalahan fatal.
Terlepas dari itu, perjuangan yang dilakukan oleh Mernisi bukti bahwa kaum perempuan juga mempunyai andil besar dalam bidang keilmuan dan peran penting dalam membangun peradaban serta mendakwahkan ajaran Islam.