Forum Diskusi Nurul Iman, Cirebon, menggelar diskusi dengan tema “Jalan Terjal Politik Kebangsaan Nahdlatul Ulama” di Tajug Nurul Iman Perumahan Griya Sumber Indah (GSI) Sumber, Kab. Cirebon, Sabtu malam Minggu, 25 Januari 2020.
Narasumber diskusi, Marzuki Rais, menjelaskan, garis politik Nahdlatul Ulama (NU) adalah politik kebangsaan. Sepanjang sejarah dari lahir hingga hari ini, kalau dibaca secara cermat, dinamika politik NU tak lain merupakan wujud komitmennya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dari dulu sampai sekarang, NU komitmen pada politik kebangsaan. Karena sering keluar masuk dalam politik praktis, ada yang ngomong NU itu oportunis. Sebenarnya NU hanya ingin menjaga komitmen kebangsaannya itu. Kalau tidak sejalan lagi dengan komitmen ini, biasanya NU keluar. Seperti dulu keluar dari Masyumi,” katanya.
Aktivis Fahmina dan juga Komisioner KPU Kab. Cirebon 2014-2019 itu juga menjelaskan bahwa NU lahir sebagai respon atas gerakan global Wahabi yang berasal dari Timur Tengah terutama Arab Saudi. Karakter puritan yang dibawa Wahabi dianggap membahayakan praktik-praktik kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia.
“Jadi ini sebenarnya bukan urusan keagamaan. Tapi lebih pada urusan kebangsaan. Kalau ada ajaran dan gerakan yang bisa membahayakan kebangsaan, teman-teman NU, terutama pengalaman saya di GP Ansor, akan sekuat tenaga membendung,” jelasnya.
Narasumber lainnya, Ketua Fatayat NU Kab.Cirebon periode 2020-2024, Rozikoh Sukardi menjelaskan bahwa perjuangan masyarakat NU untuk kemajuan bangsa Indonesia juga dilakukan di ranah pemberdayaan perempuan.
“Sejak awal berdiri tahun 1950-an, Fatayat sudah memulai gerakan pendidikan untuk perempuan, peningkatan skill, kursus kewirausahaan, kursus bahasa, dan gerakan penolakan terhadap praktik perkawinan anak,” kata Rozikoh.
Meski sempat vakum pada medio 1959-1979 di bawah rezim Orde Baru, Fatayat bangkit kembali dan mendapat momentum geraknya saat Orba mencanangkan program Keluarga Berencana (KB).
“Tahun 90an kemudian mulai muncul ide tentang perjuangan kesetaraan gender di Fatayat. Ini yang sampai sekarang jadi perjuangan NU yang banyak dilakukan Fatayat. Dan kini, upaya untuk mendorong perempuan muncul di ruang-ruang publik mulai memperlihatkan hasilnya. Banyak kader-kader Fatayat menjadi orang berpengaruh di negeri ini. Dari mulai menteri, gubernur, bupati, hingga anggota dewan,” tambahnya.
Ketua IV FATAYAT NU Jawa Barat 2013-2018, Hj. Ela Nurlaela, menambahkan, Fatayat sudah banyak melakukan pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan perempuan dan keluarga di seluruh pelosok Indonesia. Struktur Fatayat juga sudah berdiri dari pusat hingga tingkat desa.
“Nah dari situ, nanti tujuan utamanya ikut NU untuk menjaga ideologi ahlussunah wal jamaah an-nahdliyah,” katanya.
Ditemui selepas acara, Ketua Forum Diskusi Nurul Iman, Naim Anas menjelaskan diangkatnya tema Politik Kebangsaan NU bertujuan untuk memberikan spirit dan pengetahuan bagi para pemuda dan pemudi. Khususnya bagi para peserta diskusi yang sebagian besar adalah mahasiswa/i serta umumnya bagi masyarakat luas tentang pengetahuan politik dan kebangsaan. Para peserta diskusi diharapkan mampu memberikan hal-hal yang positif terkait dengan perkembangan isu-isu politik yang terjadi.
“Serta mampu meningkatkan rasa cinta dan kepedulian terhadap bangsa dan negara dari tunas-tunas muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa ini,” katanya.[]