Pandemi Corona memberikan banyak hikmah. Salah satu fenomena menarik adalah adanya prediksi meningkatnya kehamilan selama masa pandemi ini. Bukan main-main, karena prediksi disampaikan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Sebagian kehamilan terjadi di luar nikah sehingga menyebabkan tingginya permohonan dispensasi pernikahan. Dispensasi tersebut mayoritas terjadi untuk pernikahan dini. Yaitu usia remaja yang belum merencanakan atau dianjurkan menikah secara aturan.
BKKBN mensinyalir potensi penyebabnya adalah kondusivitas suasana “di rumah saja” dan menurunnya penggunaan alat kontrasepsi di kalangan pasangan suami-istri. Hal ini bisa terjadi karena para pengguna alat kontrasepsi yang kesulitan mendapatkan pelayanan atau akses perawatan berkelanjutan alat kontrasepsi.
Estimasinya saat pandemi ini terjadi penurunan penggunaan alat kontrasepsi hingga 10 persen. Sementara jumlah pengguna kontrasepsi di seluruh Indonesia ada di kisaran angka 28 juta orang.
Sehingga prediksinya ada penurunan 2,8 juta orang, dengan rumus kehamilan 15 persen berarti akan ada sekitar 420 ribu ibu hamil. Salah satu pihak yang menerima efek sekaligus penting berkontribusi bagi antisipasi ledakan kependudukan adalah perempuan.
Peningkatan angka kehamilan itu memiliki dampak yang panjang, mulai dari membengkaknya biaya yang dikeluarkan oleh negara untuk persalinan hingga meningkatnya potensi kematian ibu dan bayi. Selain itu tentu akan menambah potensi ledakan bonus demografi.
Bonus demografi adalah berkah sekaligus berpotensi musibah. Kaum muda yang peduli masa depan adalah berkah bagi pembangunan bangsa. Sebaliknya, kaum muda yang acuh tak acuh, tanpa memiliki rencana dan cita-cita, bahkan cenderung merusak tatanan akan membawa musibah di masa mendatang.
Untuk itu jangka panjang ke depan pasca corona dibutuhkan budaya generasi yang berencana agar produktif dan menjadi berkah bagi bangsa.
Masa depan bangsa berada di pundak generasi sekarang. Tahun 2020-2030 diprediksikan akan ada Bonus Demografi. Jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada periode itu akan mencapai 70 persen atau sekitar 180 juta. BKKBN (2013) memproyeksikan dari 100 penduduk produktif tersebut, 44 orang di antaranya adalah usia muda.
Jumlah remaja kini tergolong tinggi yaitu sekitar 64 juta. Implikasinya jumlah pernikahannya ikut melaju. Kondisi ini dapat menyebabkan problem jika pengetahuan mereka mengenai Keluarga Berencana tidak ada, melahirkan tanpa bimbingan, dan tanpa memikirkan kesehatan.
Generasi muda memiliki tiga fungsi strategis. Pertama, generasi muda adalah cadangan keras (iron stock). Kedua, generasi muda sebagai agent of change (agen perubahan). Ketiga, generasi muda sebagai sang penyeru kebenaran. Kebenaran salah satunya terwujud dalam perilaku peduli.
Adagium umum mengajarkan “gagal merencanakan sama dengan merencanakan gagal”. Kehadiran program pembentukan “Generasi Berencana” atau GenRe patut diapresiasi dan didukung penuh demi optimalisasi bonus demografi.
GenRe merupakan salah satu program dari BKKBN. Sasarannya terdiri dari remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah, mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah, keluarga, dan masyarakat yang peduli terhadap kehidupan para remaja.
Tujuan dikembangkannya program Genre untuk menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi para remaja. Penyiapan tersebut antara lain dalam hal jenjang pendidikan yang terencana, berkarir dalam pekerjaan yang terencana, dan menikah dengan penuh perencanaan sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi.
BKKBN telah berupaya melaksanakan program GenRe melalui beberapa upaya, seperti promosi penundaan usia kawin, penyediaan informasi tentang kesehatan reproduksi, serta promosi kesehatan. Usia pernikahan pertama yang diinginkan dalam program GenRe minimal 21 tahun.
Penyediaan informasi tentang kesehatan reproduksi yang seluas-luasnya dilakukan melalui berbagai jalur Akademik/PT, organisasi keagamaan, dan organisasi Kepemudaan, meningkatkan SDM berkualitas, adanya komitmen dari stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan dan pelaksanaan program GenRe.
Promosi kesehatan bertujuan merencanakan kehidupan berkeluarga yang sebaik-baiknya serta memberitahu para remaja tentang anatomi sistem reproduksi manusia. Gerakan GenRe di lapangan dapat berkolaborasi dengan program lain dalam rangka program menghindari sex bebas, narkoba, dan HIV/AIDS di kalangan remaja Indonesia.
Anak muda memiliki gaya dan cita rasa tersendiri. Pendekatannya pun harus sesuai secara sosial budaya. Model kegiatan yang santai dan gaul penting diupayakan dalam implementasinya. Anak-anak muda bisa diajak melihat kiprah generasi sebayanya di tempat lain maupun contoh-contoh dari figur publik yang diidolakan remaja.
GenRe penting dimasyarakatkan dengan bahasa kaum muda alias bahasa gaul. Kata gaul menurut KBBI (2006) berarti hidup berteman. Secara umum dapat dipahami bahwa hidup gaul berarti mampu berteman atau bercampur terhadap siapa saja sesuai selera anak muda. Istilah-istilah medis atau kaku dapat dibahasakan sederhana bagi remaja.
Lokasi-lokasi untuk memasyarakatkan GenRe juga dapat di mana saja. Misalnya dapat mengoptimalkan kafe, restoran, taman publik, dan lainnya. Komunitas-komunitas remaja juga penting menjadi sasaran program GenRe.
Simbol-simbol kegaulan dapat dioptimalkan untuk menjadi teladan dalam membentuk GenRe. Misalnya saja mengajak artis, model, seniman, dan lainnya yang digandrungi kawula muda. Atau melalui kegiatan-kegiatan gaul, semisal pentas musik, pentas seni, olah raga, atau lainnya.
Selanjutnya sasaran-sasaran GenRe ini mesti didaulat menjadi duta GenRe yang menyebarluaskan kepada teman-temannya. Begitu seterusnya.
Kesuksesan upaya membudayakan GenRe adalah ketika Genre sudah menjadi gaya hidup. GenRe sebagai bagian bukti anak gaul harus diangkat menjadi stigma bersama. Anak muda ke depan mesti sadar bahwa gaya hidup penuh rencana itu juga gaul.
Puncaknya setiap remaja mesti tertanam semboyan dalam jiwanya bahwa “nggak gaul kalau nggak jadi Genre”. Upaya ini menjadi strategi antisipasi meledaknya bonus demografi pasca-pandemi corona.