Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam suatu pengajian tafsir bersama para santri, menerangkan hukum menyembelih ayam yang kondisinya hampir mati karena tertabrak kendaraan.
Berikut penjelasan dari Gus Baha:
Misalnya, ada ayam jago ketabrak (tertabrak) mobil, lalu kejet-kejet (kejang-kejang). Kalau tidak kamu sembelih, 1 menit lagi akan mati.
Nah pertanyaannya, ketika ayam kejang-kejang ini kamu sembelih, (hukumnya) itu halal apa tidak?
Andaikan tidak kamu sembelih, ayam tadi juga bakalan mati. Artinya, penyembelihan ini kan tidak memberi efek atau memberi kontribusi kematian.
Makanya terus ada perdebatan. Ada hayaatun mustaqirrah (حياة مستقرة), ada hayaatun idtiraariyah (حياة إضطرارية), ada harakatu madzbuuh (حركة مذبوح). Penjelasan ini kalau tidak pakai (kitab) syarah, tidak bisa.
Suatu ketika, saya pernah jalan-jalan ke pasar sama anak saya. Tiba-tiba ada orang bertanya, “Gus ini (ayam jago tertabrak kendaraan) halal atau tidak?”
“Halal.. Halal…” Kata saya.
Padahal, andaikan tidak disembelih pasti mati. Suatu saat ada yang mengkonfirmasi lagi ke saya. Lalu saya balas, “Kalau kiai ya tidak pantas makan itu (ayam mati tertabrak kendaraan), tapi kalau tidak kiai ya pantas saja!”
Dari pada saya tidak jawab “halal” kan nanti dia geremeng (menggerutu) eman–eman, kan ribet!
Sebetulnya dalam Madzhab Syafi’i itu (sembelihan ayam tertabrak) tidak halal. Karena ayam itu sudah tidak punya hayaatun mustaqirrah. Alasannya, karena satu menit lagi akan mati.
Tapi, dalam Madzhab Maliki itu diabaikan. Hayaat mustaqirrah, hayaat idtiraariyah itu diabaikan. Cara berpikir Imam Malik itu lebih matematis.
Kalau tidak disembelih itu matinya berapa menit? Satu menit lagi. Gara-gara disembelih, ayam baru mati seketika.
Berarti eksekutornya ya pisau. Berarti pisau itu memenuhi kriteria mematikan hewan yang hidup dengan cara syar’i.
Jadi, andaikan ada rapat malaikat, “Matinya (ayam tadi) karena apa? Karena pisau apa karena kecelakaan? Karena pisau..!”
Ya kan?! Karena tidak tanpa pisau, maka menunggu satu menit. Tapi, gara-gara disembelih, ayam langsung mati.
Karena hukum halal ini yang menarik dan menguntungkan, maka di bab ini orang malah jadi Malikiyah semua.
Jadi, ini sebetulnya kita Syafi’iyyah pecundang, kalau tidak sedang menguntungkan ya…(pindah madzhab). Hehehe
Inilah perbedaan-perbedaan pandangan ulama. Nah, Imam Malik mengabaikan semua istilah itu. Yang penting hewan yang kamu sembelih itu (kondisi) masih hidup!
Berhubung Imam Malik menghalalkan, makanya penggemarnya banyak dalam bab penyembelihan ini. Tapi ya sudah, itu juga masih madzhab Ahlussunnah. Tapi, logikanya juga masuk.
Jadi, kita bukan sekedar taklid ke Imam Malik. Tapi, kalau kita ihtiyath (hati-hati) ikut Imam Syafi’i ya silahkan. Karena mungkin secara medis mengalami seperti itu (hampir mati) mungkin tingkat kesehatannya sudah (menurun).
Makanya, kata orang Jawa, “Kalau ayamnya jago halal, kalau ayam kecil tidak.”
Seperti orang (yang punya ayam tertabrak) tadi saya tanyai, “Andaikan yang kecelakaan ayam kecil, kamu tanya saya tidak?”
“Tidak lah Gus, langsung saya buang..!!” Hehehe
Berhubung ayam besar, jadinya dia eman-eman (sayang sekali). Tapi, nuraninya sebenarnya protes.
Link Video Pengajian Ini:
“Gus Baha – Menyembelih Ayam Tertabrak Kendaraan”