Dalam suatu pengajian kitab bersama para santri, pengasuh pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Kragan, Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menjelaskan tentang sejarah puasa Asyura (10 Muharram) yang dianggap mirip dengan puasa orang Yahudi.
[link ngaji versi video ada di bawah]
Berikut penjelasan Gus Baha:
Nabi Muhammad berpuasa Asyura itu fair. Puasa Asyura apa menurutmu diajari Jibril? Mboten (tidak)!
Nabi waktu itu berjalan-jalan, melihat para tetangganya dari kalangan Yahudi pada berpuasa. Lalu Nabi bertanya, “Hai orang Yahudi, kenapa kalian berpuasa?”
“Ini hari penting, hari ini Musa mengalahkan Fir’aun, hari ini Musa diselamatkan dari Fir’aun,” jawab orang Yahudi.
Kemudian Nabi berkata kepada para sahabat, ”Yang paling berhak menghormati Musa itu aku, bukan kamu [Yahudi], karena ajaranmu sudah melenceng”. Kemudian orang Islam diperintahkan (disunnahkan) untuk puasa Asyura.
Artinya Nabi tidak ingin kalau Nabi Musa itu dimiliki orang Yahudi. Riwayatnya jelas, نَحْنُ اَحَقُّ بِمُوْسَى, artinya: kita ini lebih berhak memiliki Musa. Akhirnya orang Islam disunnahkan puasa Asyura.
Nah, kata Fatkhul Mu’in, kitab yang dianut orang-orang pesantren, bahwa berhubung orang Yahudi puasa tanggal 10, agar beda sedikit maka diperintah puasa mulai tanggal 9.
Ini yang saya keberatan karena harus 2 hari itu, hehehe.
Begitu menurut kitab Fatkhul Mu’in, kalau tanggal 9 terlanjur tidak puasa, maka disunahkan puasa tanggal 11. Karena kalau hanya 10 saja nanti sama dengan orang Yahudi. Jadi masalah kan?
Saya sampai sekarang kalau puasa hanya 10 saja, mirip tidak apa-apa yang penting sehari, karena tidak kuat kalau 2 hari.
Alhamdulillah Imam Syafi’i berkata, bahwa puasa tanggal 10 saja tidak apa-apa, tapi ya memang agak nyerempet mirip tadi (puasanya Yahudi).
Tapi, intinya jangan sampai ada hadap-hadapan antara Nabi Muhammad, Musa, dan Isa. Makanya, orang Islam dianjurkan mengistiqomahkan membaca akhir surat Al-Baqarah yang di antara aturan iman itu لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ.
Kita ini tidak membeda-bedakan para rasul. Tapi, nasib ayat itu hanya jadi rutinan dan tidak diilmuni (dipelajari). Tapi yang rutin itu lebih baik dari yang tidak rutin dan tidak paham.
Betapa pentingnya akhir Al Baqarah. Karena di situ ada aturan iman yang fundamental (dasar), bahwa para rasul sepakat dalam satu ajaran tauhid.
Sebab itu Kanjeng Nabi diajari Allah dalam Al-Qur’an menceritakan kisah para nabi, karena merupakan satu-kesatuan لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ.
Sekarang ciri utama orang kafir bagaimana?
Rasul diperdebatkan Muhammad, Musa, dan Isa top mana. Muhammad punya Islam, Musa punya Yahudi. Itu musibah. Sekarang ada orang ceramah Yahudi itu nabinya Musa, Nasrani itu nabinya Isa, Islam nabinya Muhammad. Itu keliru..!!
Yang benar orang Nasrani tidak punya nabi, masalahnya Nabi Isa (yang sebenarnya) tidak seperti itu. Nabi kita ya Muhammad, ya Musa, ya Isa.
Paham nggeh?
Makanya, Qur’an itu dihidup-hidupkan agar tidak وَيُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّفَرِّقُوْا بَيْنَ اللّٰهِ وَرُسُلِهٖ (bermaksud memperbedakan antara [keimanan kepada] Allah dan rasul-rasul-Nya).
Paham nggeh? Jadi ini sirri-nya kenapa cerita nabi itu diulang-ulang? Agar kelihatan bahwa semua nabi itu fi syiarin wahid ala tauhidin wahid (menyebarkan ajaran tauhid yang satu).
Link ngaji ini versi video: