Pada akhir bulan Juli lalu kasus Steven Yadohamang di Papua telah menyita perhatian publik, terutama pemerhati isu rasisme di Indonesia. Steven yang merupakan seorang difabel diinjak kepalanya oleh dua orang oknum anggota TNI AU. Peristiwa ini menunjukkan kasus rasisme di Indonesia masih belum terselesaikan.

Tindakan rasisme yang meremehkan, merendahkan, dan menghina orang lain pastinya tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusian. Perbedaan yang merupakan anugerah dari Allah Swt kepada umat manusia bukan digunakan untuk menciptakan kelas-kelas sosial antara satu dengan lainnya.

Perbedaan suku bangsa, ras, warna kulit, rambut ataupun negara merupakan sebuah fitrah yang harus kita pahami bersama. Oleh sebab itu kasus-kasus rasisme seharusnya bisa kita hapuskan. Agama Islam melarang keras tindakan rasisme karena dapat melukai hati orang lain, dan juga tidak sesuai dengan perintah Al-Quran pada QS. Al-Hujurat ayat 11

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.

Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Kita sebagai umat Islam bukan hanya harus bersikap tidak rasis, melainkan juga harus menentang, dan berjuang melawan tindakan rasisme. Sikap anti-rasisme harus kita tancapkan dalam hati dan pikiran masing-masing, karena pada dasarnya semua manusia memiliki kedudukan dan hak-hak yang sama. Tidak ada nilai istimewa suatu bangsa atas bangsa yang lainnya.

Karena semangat anti-rasisme tersebut tulisan ini hadir sebagai pengingat untuk kita semua agar senantiasa menegakkan nilai-nilai kesetaraan suatu suku bangsa dengan suku bangsa lainnya.

Setidaknya terdapat empat alasan mengapa umat Muslim harus menentang tindakan rasisme. Meskipun sebenarnya masih banyak argumentasi lain yang dapat digali lebih lanjut dalam semangat anti rasisme ini.

Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat 11 di atas bahwa seseorang dilarang merendahkan orang lain. Karena dalam pandangan Islam yang membedakan satu orang dengan orang lainnya bukan bentuk fisik akan tetapi tingginya kadar ketakwaannya.

Selain itu dalam surah yang sama ayat 13 disebutkan

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.”

Seorang sosiolog, Dr.Craig Considine, dalam artikelnya yang berjudul “Anti-Racism: Prophet Muhammad’s Example” yang diterbitkan oleh situs Islami City pada Oktober 2020 lalu menerangkan dengan jelas sosok Nabi Muhammad sebagai role model yang patut kita teladani. Craig melihat perjuangan Nabi Muhammad dalam menentang gagasan penilaian individu dan kelompok hanya berdasarkan warna kulit dan keturunan mereka.

Pandangan anti-rasisme Nabi Muhammad terlihat dalam persahabatannya dengan Bilal ibn Rabah. Seorang yang awalnya merupakan budak kulit hitam yang diamanahi sebagai orang yang pertama kali melantunkan adzan oleh Nabi. Mentalitas anti-rasis Nabi membantu memimpin orang-orang Arab keluar dari kegelapan ini dan menuju cahaya dengan membimbing mereka ke jalan keadilan dan kesetaraan.

Ketika Abu Dharr Al-Ghifari menyebut Bilal “Putra seorang wanita kulit hitam” Nabi Muhammad menegur keras Abu Dzar. Beliau menyatakan “Apakah kamu mengejeknya tentang ibunya yang berkulit hitam? Masih ada pengaruh Jahiliyah di dalam dirimu.” Zaman Jahiliyah merupakan masa di mana penduduk Makkah berapa dalam kebodohan.

Khutbah Terakhir Nabi di Jabal Arafah pada tahun 632 M mungkin merupakan manifesto anti-rasisme-nya yang paling menonjol. “Seorang Arab tidak memiliki keunggulan atas non-Arab, atau non-Arab tidak memiliki keunggulan atas orang Arab, orang kulit putih tidak memiliki keunggulan atas orang kulit hitam, dan orang kulit hitam tidak memiliki keunggulan atas orang berkulit putih kecuali dengan ketakwaan dan perbuatan baik.”

Khutbah Terakhir adalah titik puncak di mana Nabi Muhammad menyerukan orang-orang untuk bersatu di bawah panji kemanusiaan. Dengan menjauhkan diri dari kecenderungan untuk mengkategorisasi orang lain berdasarkan etnis.

Rasa kemanusiaan itu bukan hanya berlaku antarumat Islam saja, akan tetapi juga kepada seluruh ciptaan Allah Swt sebagai bentuk cita-cita  islam rahmatan lil alaamiin yaitu rahmat bagi seluruh alam.

Tindakan rasisme sebenarnya merupakan sebuah akibat dari perasaan dirinya sebagai bagian dari kelompok tertentu yang lebih baik dari pada lainnya. Memandang rendah orang lain karena dirasa tidak se-level dengan dirinya.

Rasa sombong yang meracuni hatinya dapat mencederai iman kepada Allah SWT. Oleh karena itu kita dituntut untuk selalu rendah hati, dan memandang orang lain itu setara atau bahkan lebih baik ketakwaannya daripada kita.

Bila kita selalu menyadari dan mengimplementasikan empat hal di atas, maka niscaya kita tidak akan melakukan tindakan rasisme.

Leave a Response