Rasisme dalam Islam adalah hal yang tidak dibenarkan, kerena Islam sejatinya adalah agama yang anti terhadap rasisme. Islam tak pernah membeda-bedakan manusia berdasarkan ras, warna kulit, gender, kedudukan dan lain-lain.

Bagi Islam, semua manusia itu sama. Hal yang membedakan antara manusia yang satu dengan yang lainnya adalah ketakwaannya terhadap Allah SWT. Allah menjelaskan secara eksplisit dalam Surat ar-Rum ayat 22:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦ خَلْقُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَٰنِكُمْ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّلْعَٰلِمِينَ

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui.

Allah juga menjelaskannya dalam surat al-Hujurat ayat 13:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seeorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling bertakwa di antara kamu ialah orang yang palingtakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Rasisme dalam Islam bertentangan dengan ayat tersebut. Kita bisa menyimpulkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dalam keberbedaan dan keberagaman. Apakah lantas demikian Allah tidak adil? Justru dalam keberagaman Allah telah menciptakan sesuatu tatanan yang begitu adil.

Berkaitan dengan keberagamaan manusia, belakangan rasisme kembali menjadi buah bibir setelah George Floyd, pria kulit hitam berusia 46 tahun, dibunuh secara sadis oleh aparat kepolisian hanya karena membeli rokok dengan uang palsu. Kejadian ini sontak memicu demonstrasi di beberapa negara seperti, Amerika Serikat, Selandia Baru dan Austaralia.

Di Indonesia sendiri, masyarakat cenderung mengkaitkan hal tersebut dengan kasus rasis dan represif pada warga papua. Mungkin masih segar dalam ingatan kita bagaimana aparat menggebrak gerbang asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, meluncurkan tembakan dan gas air mata serta melontarkan kata-kata rasis kepada mereka setelah melihat bendera yang dipasang Pemerintah Surabaya jatuh ke selokan.

Bagai menuang minyak di bara api, insiden tersebut mengakibatkan warga Papua naik pitam. Mereka kemudian melakukan kerusuhan hingga membakar gedung DPR. Klimaksnya, pemerintah memblokir jaringan internet di Papua.

Perlakuan rasis juga pernah diterima oleh Obby Kogoya, Mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Yogyakarta, pada 2016 silam. Ia dikejar, dipukuli, ditendangi dan ditangkap oleh aparat kepolisian kala hendak mengkuti aksi protes.

Sebenarnya, dalam kehidupan sehari-hari yang mungkin tanpa disadari, kita acapkali melakukan tindakan yang berbau rasial. Misalnya, kita menilai superior orang yang berkulit putih dan menganggap inferior orang yang berkulit hitam. Sebagian dari kita juga mungkin bersikeras ingin memiliki kulit yang seputih mungkin dan menjaga kulit seoptimal mungkin supaya tidak berwarna hitam.

Jika hal tersebut terlalu spesifik, cobalah kita membayangkan jika di dunia ini hanya ada satu bangsa, suku, daerah dan negara. Tentunya tidak ada sesuatu yang khas dan menarik dalam dunia ini. Begitupun juga jika pohon-pohon, buah-buahan, hewan dan segala hal selain manusia di alam semesta ini diciptakan oleh Allah secara homogen.

Yang lebih krusial, jika segala hal dalam semesta ini diciptakan secara seragam, maka otomatis kita tidak dapat mengerti makna yang terselip di balik penciptaan alam semesta ini. Padahal, Allah berkali-kali memperingatkan dalam firman-Nya untuk memikirkan segala fenomena yang tejadi di alam semesta ini.

Alangkah baiknya, keragaman yang diciptakan oleh Allah SWT diisi dengan sikap toleran, saling menghormati dan bahu-membahu, alih-alih intoleran dan saling membenci terhadap sesama. Dengan ini, kita dapat mengimplementasikan watak Rahmatan lil A’lamin yang inheren dalam tubuh islam.

Sejarah mencatat bahwa Baginda kita Nabi Muhammad SAW tak pernah bersikap rasis/rasime terhadap sesama. Hal ini bisa kita tengok dari Piagam Madinah yang dicetuskannya, di mana beliau sama sekali tak mendiskreditkan atau pun mengagungkan salah satu agama atau suku.

Bahkan, Bilal Bin Rabbah, seorang berkulit hitam asal Afrika, diamanati tugas oleh Rasulullah SAW untuk menjadi muadzin pada masanya. Dalam satu hadits justru pernah diriwayatkan bahwa sandal yang dipakai oleh Bilal bin Rabbah sudah terdengar di surga karena ia rajin menjaga wudhu.

Tak hanya itu, pada saat kaum kafir Quraisy sedang getol-getolnya menyiksa kaum muslim, Nabi Muhammad memerintahkan sahabatnya untuk hijrah ke negeri Habsyi (Ethiopia). Negeri yang dipimpin oleh raja Negus, raja berkulit hitam yang adil dan bijaksana.

Kala kaum muslim berkunjung, Raja tersebut menyambut mereka dengan hormat dan memperbolehkan kaum muslim tinggal di Habsyi serta bersedia menjaga mereka dari marahabaya, sekalipun harus berdebat  panjang terlebih dahulu perihal islam dengan raja tersebut.

Jadi, sudah jelas bahwa Islam merupakan agama yang toleran. Oleh sebab itu, rasisme dalam Islam merupakan sikap yang dilarang. Sementara itu, Nabi Kita Muhammad SAW tak pernah sekalipun mengajarkan kita untuk bersikap rasis terhadap sesama.

Dengan demikian, jika kita masih melakukan hal yang bertendens rasial, maka kita telah mengingkari Sunnatullah dan Sunnah Nabi. Waallahu a’lam.

Leave a Response