Kasus kekerasan yang pernah menimpa mahasiswa Papua yang sedang menempuh studi di Yogyakarta masih terekam diingatan kita. Obby Kogoya dan beberapa temannya menjadi korban diskriminasi dan rasisme saat itu (13/06/16). Hal serupa kembali terulang kembali di Surabaya. Penangkapan dan penembakan mahasiswa Papua yang sedang melakukan demonstrasi di Malang dan Surabaya menjadi bukti kekejaman atas kasus diskriminasi dan rasisme di Indonesia.

Jika kita mengingat kasus rasisme yang terjadi hingga saat ini, mulai dibenturkan dengan isu politik saat ini. Mengerasnya kondisi ibu kota saat itu menjadi sebuah catatan khusus dalam kasus rasisme china-tionghoa yang waktu itu menjadi salah satu korban diskriminasi Gubernur DKI Jakarta Ahok. Kegaduhan yang terjadi bahkan mengangkat isu agama yang sedang menguat saat itu. Kelompok mayoritas yang menyeruak keluar untuk menyuarakan keresahannya.

Selain isu agama yang dipakai untuk senjata politik, soal suku, ras, dan etnis pun menjadi senjata untuk merendahkan kelompok lain. Kemunculan istilah rasisme pun menjadi tambah runyam permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini.

Dalam Islam pun sudah ditegaskan penolakan atas  rasisme dan diskriminasi etnis yang ditujukan pada kelompok tertentu dengan cara merendahkan.

Dalam buku Islam Tanpa Diskriminasi: Mewujudkan Islam yang Rahmatan lil Alamin (2013) yang ditulis oleh Mohammad Guntur Romli, bahwa dalam pandangan Islam pun tidak dianjurkan dan jelas-jelas menolak tentang rasisme dan fanatisme hingga diskriminasi yang berbasi SARA. Islam mengakui kesetaraan antar etnis dan budaya, dan menolak keras adanya diskriminasi yang berbasis etnis karena jelas dengan ini semuanya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam Alquran disebutkan secara eksplisit menjelaskan keragaman etnis dan budaya manusia dengan menggunakan istilah al-sinah yang merujuk pada bahasa dan perbedaan warna-al-awan-yang diartikan warna kulit yang umumnya dapat dipahami sebagai perbedaan ras. Dalam aspek psikologis pun sudah disandarkan dengan konsep individual defferences yang berarti kehidupan setiap manusia mulai dari perkembangan dan lain sebagainya tentu memiliki perbedaan. Akan tetapi, perbedaan itu tidak boleh untuk saling direndahkan.

Dewasa ini seringkali kita mengabaikan perbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia yang menjadi sebuah keharusan untuk menghormati sesama. Dominasi antar individu dalam kelompok kerapkali sering dihadapkan pada kita, seperti halnya masa kolonialisme Belanda yang banyak sekali cerita perjuangan kelas dari masyarakat pribumi yang ditindas habis karena yang mendominasi kolonialisme sangat kuat sekali.

Doktrin yang mempercayai bahwa suatu etnis, suku, maupun kelompok tertentu lebih unggul dan mulia disebut rasisme. Rasisme merupakan salah satu petaka dalam sejarah umat manusia, dalam hal ini manusia merasa tinggi dan merendahkan kelompok etnis tertentu dengan maksud politis untuk menghancurkan kelompok tertentu. Lebih lagi dengan membanding-bandingkan warna kulit, hingga mencemooh dengan sebutan yang tidak lazim digunakan.

Islam merupakan agama yang menolak berbagai pandangan maupun sikap yang merendahkan harkat dan martabat suatu kelompok. Dalam Islam, segala bentuk rasisme dan prasangka tidak bisa diterima. Karena pandangan dan sikap ini seringkali menimbulkan kegaduhan dan melahirkan diskriminasi serta penolakan terhadap suatu etnis, suku, bahkan kelompok tertentu.

Sikap serta pandangan terhadap rasisme dan diskriminasi ini jauh sekali dengan nilai-nilai kemanusiaan bahkan jauh dari kesetaraan sebagai umat manusia yang diciptakan Tuhannya. Sikap dan pandangan seperti ini bahkan dapat dinilai sebagai kedzaliman yang sangat ditolak semua manusia dan sangat merugikan. Terjadinya beberapa kasus rasisme hingga berujung diskriminasi kelompok etnis, tentunya menjadikan pelajaran bagi kita semua. Bersama melawan rasisme, karena kita adalah Indonesia.

Wallahu a’lam.

Leave a Response