Judul Buku        : Islam, Otoritarianisme dan Ketertinggalan; Perbandingan Lintas Zaman dan Kawasan di Dunia Muslim

Penulis              : Ahmet T. Kuru

Penerbit             : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)

Cetakan             : Pertama, Desember 2020

ISBN                  :978-602-481-517-2

Dunia Muslim saat ini berada pada titik nadir, ketertindasan, kekerasan dan ketertinggalan dari Eropa, China dan India. Ini bukan mitos. ketertinggalan kita dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan sangatlah mencolok.

Hari ini Barat bisa menjelajahi luar angkasa –bahkan yang terbaru wisata luar angkasa– sedangkan kita masih diributkan masalah kebolehan menggunakan produk kafir atau Muslim. Di bidang ilmu pengetahuan, Barat sudah mentereng dengan kemapanan sains sebagai “Tuhan kedua”, sedangkan kita masih disibukkan dengan boleh atau tidaknya balajar Filsafat.

Buku ini membahas faktor-faktor logis ketertinggalan umat Islam dari negara Barat dalam segala bidang. Dunia Muslim pernah berjaya, kekuasaan Muslim bisa mengalahkan dua imperium besar Persia dan Romawi, bahkan luas geografi kekuasaan Muslim pernah menguasai sepertiga dunia. Ini adalah romantisme sejarah yang menurut sebagian golongan Muslim sebagai pemacu semangat dalam penegakan khilafah Islamiyah.

Ahmet T. Kuru mengajukan tesis baru tentang ketertinggalan dan otoritarianisme yang terjadi pada dunia Muslim. Karena dari sanalah negara-negara Muslim masih tertinggal dengan dunia Barat. Kebanyakan peneliti Barat mengajukan dua pendekatan dalam ketertinggalan dunia Muslim.

Pertama pendekatan esensialis yang menyatakan bahwa Islam sebagai sumber utama keteringgalan dunia Muslim. Kedua, pendekatan antikolonial yang menyoroti peran kolonialisasi Barat atas negeri-negeri Muslim dalam membuat masalah-masalah kekinian di dunia Muslim.

Ahmet T. Kuru tidak menyepakati dua pendekatan ini. Penolakan kepada pendekatan pertama ia bantah dengan fakta sejarah sebelum mengalami kemunduran dunia Muslim bahwa pada abad ke 7 hingga abad ke 11 Islam banyak mengalami kemajuan dengan pencapaian militer, intelektual Muslim, dan perniagaan. Seperti ekspansi pasukan Muslim ke kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.

Selain itu, jutaan orang terbunuh disebabkan oleh berbagai kelompok etno-religius. Jadi bukan hanya Islam. Mulai dari kekejaman bangsa mongol hingga penjajahan bangsa Amerika.

Juga kita melihat para pengkritik pandangan itu menunjukkan bahwa Buddha adalah agama cinta dan kedamaian, tidak seperti Islam dan Kriten. Namun akhir-akhir ini kasus pembantaian Muslim di Myanmar kebanyakan adalah partisipasi dari para biksu di wilayah sana.

Menurutnya, keterangan teks-teks agama tidak bisa serta merta dijadikan dalil atau argumen untuk men-judge agama tertentu. Dalam Islam sendiri tidak bisa dipungkiri ayat-ayat jihad yang apabila dibaca oleh umat manusia yang beragam akan menimbulkan kekacauan. Akan tetapi hal itu tidak lantas membuat Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan.

Dalam al-Quran masih lebih banyak lagi jumlah ayat-ayat yang mengajarkan cinta, kasih dan perdamaian. Serta penggunaan kekerasan bahkan saling membunuh sangatlah dilarang dalam al-Quran. Namun pembunuhan masih saja terjadi di mana-mana.

Kemudian, pendekatan antikolonial yang banyak dijadikan alasan dalam ketertinggalan dunia Muslim, perlu dikaji kembali. Ahmet T. Kuru memilki pandangan, pendekatan anti-kolonial sedikit menjelaskan masalah-masalah yang terjadi di dunia Muslim.

Akan tetapi tidak bisa dijadikan sebagai syarat yang mencukupi utamanya dalam hal kekerasan. Banyak di antara negara Muslim terjajah tapi tokoh berpengaruh di negara tersebut tidak menggunakan kekerasan, seperti Syed Ahmad Khan (1817-1998) dan Mahatma Gandhi (1869-1948).

Pendekatan anti-kolonial sangatlah terfokus kepada intervensi ekstrenal pada dunia Muslim. Mereka mengabaikan relasi internal yang terjadi di dalam dunia Muslim, seperti ideologi, relasi kelas, dan faktor ekonomi.

Tesis yang diajukan oleh Ahmet T. Kuru pada penyebab kemunduran dunia Muslim saat ini adalah relasi yang terjadi antara intelektual Muslim atau ulama konservatif dengan penguasa atau Negara. Menurutnya, Ulama konservaif kebanyakan telah memonopoli teks agama dan melegalkan kekerasan bahkan kepada sesama Muslim. Sehingga dari penafsiran yang salah membuat mereka membuka ruang bagi jihadi salafi yang beraksi pada perbuatan terorisme.

Pada masa awal, dunia Muslim telah memiliki pemikir-pemikir hebat dan ekonomi yang berpengaruh melalui para pedagangnya. Akan tetapi relasi negara-negara militer dan ulama ortodoks Islam mulai bermunculan. Dari sanalah sedikit demi sedikit kretivitas intelektual dan ekonomi terganggu.

Seperti negara menyetir keberlangsungan para Ulama. Petronase negara terhadap intelektual Muslim. Atau negara meminggirkan kelas borjuis. Melemahnya rezim ekonomi lama yang bergantung pada ekonomi moneter. Dengan berbagai masalah moneter, maka penguasa Islam waktu itu menerapkan sistem Iqta’ (hak menarik pajak di tanah tertentu).

Akhirnya, buku ini sangat layak dan direkomendasikan untuk dibaca bagi mereka yang ingin menambah pengetahuan baru tentang Islam dan ketertinggalan. Detail pembahasan dalam buku ini terbagi menjadi dua bab.

Bab pertama berisi kondisi dunia Muslim masa kini, dan bab kedua mengulas sejarah dunia Muslim dari abad ke 7 hingga saat ini. Di sisi lain buku ini mengajak pembaca merefleksikan diri terhadap kemajuan yang dicapai kita (Muslim) selama ini.

 

Leave a Response