Siapa tak kenal Sunan Ampel?  Salah satu gurunya para walisongo yang menyebarkan agama Islam di Nusantara. Sunan Ampel mempunyai santri yang bernama Mbah Sonhaji atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Bolong.

KH. Husein Ilyas atau akrab disapa Gus Husen, Rais Syuriah PCNU Mojokerto, salah satu ulama sepuh NU yang menjadi sahabat Gus Dur, dalam suatu ceramahnya mengisahkan tentang rasa cinta seorang murid terhadap gurunya.

Gus Husen mengutip sabda Rasulullah SAW, “Man qollada `aliman, laqiyallahu saaliman” (Barangsiapa yang mau  mengikuti orang alim, Allah akan mempertemukannya dengan selamat di dunia dan akhirat). Inilah yang terjadi pada Mbah Bolong yang mempunyai rasa cinta teramat dalam kepada Sunan Ampel.

Suatu waktu, Sunan Ampel akan pergi haji ke Makkah. Beliau berpamitan kepada para muridnya. Semua muridnya hanya mengiyakan, sedangkan Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong hanya bisa terdiam bahkan menangis.

Dalam tangisnya ia berkata kepada Sunan Ampel, “Kalau saya rindu kepada panjenengan bagaimana guru?” Gurunya menjawab, “Makkah itu jauh, ya kirim fatihah saja ya.”

Begitu gurunya berangkat haji, hati Mbah Bolong tidak kuat. Setelah itu, ia langsung menggali kubur dengan model Kacepuri atau tengah-tengah lubang dilubangi lagi, dibuat lebih rendah dari lubang semula.

Ia masuk ke dalam lubang kuburan tersebut. Mbah Bolong memakai selimut putih sambil menangis. “Ya Allah, andai saya tidak bisa bertemu dengan guru saya, tolong ambil saja nyawaku ya Allah.”

Beberapa hari Mbah Bolong tidak makan, tidak minum, tidak bisa tidur sampai 40 hari 40 malam. Setelah genap 40 hari 40 malam, ia didatangi Raja Jin dari laut Hindia. “Hai Sonhaji!” kata Jin.

“Ayo saya antar kamu ke Makkah, bertemu Sunan Ampel,” Jin menawarkan kepadanya. Mendengar nama Sunan Ampel, Mbah Bolong langsung menyetujui tawaran sang Jin. Ia digendong oleh Jin terbang menuju ke Makkah. Namun, di tengah perjalanan, di atas laut Hindia, ia dilemparkan oleh Jin tersebut.

Lantas, bukannya merasa susah, Mbah Bolong malah senang, “Alhamdulillah, kalau memang saya tidak bisa bertemu Sunan Ampel, lebih baik saya mati saja ya Allah, terima kasih Engkau telah mengabulkan lantaran aku dilempar ke laut oleh Jin.” Namun, belum sampai ia menyentuh laut, ia diselamatkan oleh angin puting beliung.

Mbah Bolong digendong oleh angin. Bukannya senang, ia malah sedih diselamatkan oleh angin.

“Sudah tidak bertemu Sunan Ampel, melayang-layang di udara, buat apa aku hidup begini?” Mbah bolong menggerutu. Akhirnya, Mbah Bolong diturunkan oleh angin itu di sebuah gunung, di daerah Colombo, tempat di mana waktu pertama kali Nabi Adam diturunkan ke bumi. Di sana, para hewan pun ikut hormat memberi makan kepada Mbah Bolong.

Setelah tinggal cukup lama di gunung, akhirnya Mbah Bolong didatangi oleh Nabi Khidir a.s. Ia ditawari oleh Nabi Khidir, “Hai Sonhaji, ayo, kamu akan saya pertemukan dengan Sunan Ampel di Makkah!”

Mbah Bolong pun pikir-pikir, “Masak iya, saya mau digendong Nabi Khidir? Saya gak berani.”

“Kamu tidak akan saya gendong Sonhaji, saya tahu apa yang kamu pikirkan,” kata Nabi Khidir.

Mbah Bolong pun hanya mengiyakan saja. “Saya antar kamu kesana, sekarang Sunan Ampel sedang thowaf ifadhoh,” lanjut Nabi Khidir. “Terus bagaimana Nabi Khidir?” tanya Mbah Bolong.

“Sudah, masuklah ke dalam saku jubahku ini, ayo cepat masuk,” kata Nabi Khidir dengan tegas kepada Mbah Bolong.

Ketika kakinya sudah masuk ke dalam saku, tiba-tiba Mbah Bolong sudah sampai Masjidil Haram. Sesampainya disana, Nabi Khidir berkata pada Mbah Bolong, “Ini lho, Sunan Ampel, kamu ikuti dia, ikut dibelakangnya!”

Setelah mengikuti thowaf di belakang Sunan Ampel, kemudian Mbah Bolong melakukan Sa`i, kemudian tahalul. Baru setelah itu Mbah Bolong menemui dan mendekat kepada Sunan Ampel.

Akhirnya mereka bertemu dan berpelukan. Pecah tangis tak bisa dihindari lagi, sebab perasaan mendalamnya cinta seorang murid kepada gurunya.

Mbah Bolong ditanya oleh Sunan Ampel bagaimana caranya ia bisa sampai ke Masjidil Haram. Mbah Bolong hanya bisa menjawab, “Saya diantar Nabi Khidir guru.”

Sunan Ampel kemudian berpesan kepada Mbah Bolong, “Nanti kalau sudah waktunya pulang, kamu minta diantar lagi ya, sama Nabi Khidir!” Sebagai murid, Mbah Bolong hanya mengangguk. Setelah selesai thowaf wada`, Mbah Bolong menemui Nabi Khidir.

“Mbah Nabi Khidir, nanti tolong saya antarkan saya pulang ya, sekalian barang apa saja yang dibawa Sunan Ampel, saya bawa semua.” Gus Husen menambahkan, zaman itu perbekalan yang dibawa ketika haji itu banyak, ada pakaian, jubah, sorban, bahan makanan.

Nabi Khidir mengabulkan permintaan Mbah Bolong. “Sudah, masuk kesini, semuanya masuk ke saku,” kata Nabi Khidir. Akhirnya Mbah Bolong menuruti perkataan Nabi Khidir. Ia masuk ke dalam sakunya.

Ketika keluar dari sakunya Nabi Khidir, tiba-tiba Mbah Bolong dikembalikan ke lubang kuburan yang ia gali sendiri dalam keadaan berbaring dengan memakai pakaian Sunan Ampel yang dibawa ketika berangkat haji.

“Assalamualaikum!” Mbah Bolong menyampaikan salam kepada kawan-kawan seperguruannya yang menunggui di pinggir lubang kuburan yang digali Mbah Bolong. “Waalaikumussalam!” kawan-kawannya menjawab dengan ekspresi kaget karena Mbah Bolong tiba-tiba muncul kembali di kuburan setelah lama menghilang dari kuburan.

Akhirnya, Mbah Bolong menceritakan perjalanannya ke tanah suci kepada kawan-kawannya. Mereka pun menangis terharu. Setelah Sunan Ampel kembali ke rumahnya, para santrinya pun diceritakan apa yang dialaminya di Makkah ketika bertemu Mbah Bolong. Sejak saat itu, Mbah Bolong dikenal dengan sebutan Haji Kuburan. Wallahu A`lam.

Leave a Response