Dalam suatu pengajian tafsir bersama para santri, pengasuh pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Kragan, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menerangkan tentang shalat yang sebaiknya dilakukan di rumah dan bukan di masjid.

Berikut penjelasan dari  Gus Baha:

Menurut hukum fikih, Shalat Tahajud dan Witir jelas tidak disunnahkan berjamaah. Tapi, semua ulama yang bilang tidak disunnahkan itu tidak ada yang memfatwakan “batal” apabila berjamaah.

Rasulullah pernah berkunjung di salah satu rumah Sahabat pada waktu dhuha. Sahabat yang sedang sakit itu ingin mengundang Rasulullah karena ingin memiliki kenangan rumahnya pernah digunakan Rasulullah shalat.

Ternyata Rasulullah ketika shalat, anak dan istri sahabat yang sakit tadi ikut berjamaah. Tapi, Rasulullah membiarkannya. Bahkan, Nabi sempat mengatur shaf.

Padahal itu suatu bentuk shalat yang kategorinya tidak disunnahkan berjamaah.

Makanya, Imam Nawawi bilang bahwa shalat-shalat yang tidak disunnahkan berjamaah itu masih boleh berjamaah, seperti Witir dan Dhuha.

Tapi, jangan jadi gerakan Tahajud bersama. Saya tidak cocok kalau itu. Orang tidak ingin Tahajud kok disuruh Tahajud.

Saya pernah dipamiti, “Gus, kalau ada Tahajud bersama?”

Cangkemmu! Tidak usah!”

Orang yang sedang ngeloni (tidur bersama) dengan bojo (suami/istri) juga ibadah. Kok diajak ibadah yang tidak enak.

Sebab, kata Nabi:

Itu malah lucu, sudah ibadah kok diajak ibadah. Tidur dengan anak-istri juga ibadah, menjaga anak-istri juga ibadah.

Makanya, saya kurang begitu cocok kalau ada “Gerakan Tahajud bersama”. Boleh (berjamaah), tapi jangan jadi gerakan.

Kalau ada yang sudah menjalankan ya monggo. Kalau ada umatnya senang ya monggo. Itu (Tahajud bersama) tetap baik.

Tapi, baiknya bergantung sejauh mana hendak dimasalkan. Sekali dimasalkan tetap tidak baik.

Karena punya akibat yang sedang baik diajak baik yang lain, dari baik nikmat ke baik malah gremeng (menggerutu) kan jadi masalah.

Artinya, orang kan sepakat kalau ngeloni bojo itu ibadah. Dan itu penggemarnya banyak. Kemudian diajak ibadah yang penggemarnya sedikit.

Dasar imamnya tidak cocok. Itu risiko agama dikomentari kan tinggi. Makanya tidak perlu dimasalkan.

Yang kelonan ya biarkan, yang tidur ya biarkan. Karena tidur kan juga ibadah. Karena tidur itu menyebabkan tidak maksiat.

Orang zina itu karena apa? Ya karena tidak tidur. Orang mencuri juga karena tidak tidur. Orang menggunjing juga karena tidak tidur.

Saya pernah cerita di ngaji ini, ada ulama atau wali karena terlalu suka ibadah merasa janggal ada tidak wali yang maqamnya seperti aku.

Wali ini ditunjukkan wali (lain) yang hidupnya hanya tidur saja, kecuali ketika shalat fardhu.

“Ya itu wali yang setingkat kamu.”

“Tapi Gusti (Allah), itu kok tidur terus.”

“Tanyakan dulu, kenapa kok hidupnya tidur terus?”

Ketika ditanya, “Kenapa kamu tidur terus?”

“Lah tidur itu menyebabkan tidak maksiat. Tapi kalau kamu puasa, tahajud ya namanya orang melek, ada di mana-mana ya tetap paling selamat orang tidur.”

Akhirnya beliau mengakui, “Ternyata alim kamu.”

Tidur itu bisa menjadi wali. Karena tidak akan zina, mencuri, atau menggunjing orang. Banyak wali yang berangkat saking tidur.

Ashabul Kahfi itu keramatnya tidur lama. Karena kalau tidur itu tepat, bisa jadi wali.

Makanya, karena itu kenapa keramatnya Ashabul Kahfi tidur. Tapi jangan ditiru. Ini kan cerita ilmu, cerita ilmu tidak harus kamu setujui.

Paham nggeh?

Jadi saya sendiri belum pernah Tahajud berjamaah dengan istri. Saya sendiri juga jarang Tahajud.

Tapi, saya beritahu kalau sholat-sholat yang kesunnahannya tidak jamaah, sebaikya jangan dipaksakan jamaah. Karena kadang fadhilahnya di sirran (rahasia).

Seperti shodaqoh. Kalau zakat wajib itu sebaikya diumumkan agar orang tahu kalau dia sudah melaksanakan kewajiban. Tapi kalau zakat tidak wajib sebaiknya sirran atau rahasia.

Begitu juga dengan shalat. Kenapa jamaah itu baik di shalat fardhu, karena kalau tidak jamaah kan dikira tidak shalat. Makanya kesunnahan sholat fardhu itu jama’ah.

Tapi selalu potensi riya’, sum’ah, pamer itu ada. Sehingga ada shalat-shalat yang dari awal didesain agar tidak kelihatan orang. Yaitu shalat tidak usah berjamaah dan lebih baik di rumah.

Semua ulama ijma’ (sepakat) shalat sunnah itu baik di rumah apa masjid? Di rumah. Kalau di rumah, baik di ruang tamu apa kamar? Di kamar.

Bahkan, Nabi menyebut shalat di kamar paling dalam.

Bagaimana mungkin shalat yang sudah didesain sirran begini, misalnya Tahajud disunnahkan malam-malam dan dilaksanakan di kamar agar orang tidak tahu, ternyata malah dilaksanakan berjamaah. Kan aneh?

Tapi, kalau kamu menentang ya goblok. Hal baik kok ditentang. Tapi, kalau kamu sungguh-sungguh ya goblok, kan bukan sunnah Nabi.

Tapi, yang jelas peminat ibadah kelon itu lebih banyak. Dan kita sepakat, setiap ada pengganggu pasti dikomentari tidak baik.

Padahal pengganggunya mengajak Tahajud. Akhirnya kan tahajud jadi korban dikomentari, gara-gara pengganggu. Itu yang saya tidak suka. diingat-ingat!

Simak Sumber video: “Gus Baha – Shalat di Rumah Saja

Leave a Response