Ulama asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri pernah menjelaskan tentang tradisi Mitoni masyarakat Jawa ketika anak dalam kandungan sudah berusia 7 bulan.

Berikut penjelasan Gus Baha:

Orang zaman dahulu kalau punya anak masih dalam kandungan dilakukan Pitoni (Mitoni). Itu menurut istilah Jawa.

Tapi orang Jawa kadang ada kelirunya. Mitoni itu anak pertama saja atau semuanya? Misalnya anaknya enam, cuma anak pertama saja kan yang dipitoni?

Makanya, anak kedua nakal, anak ketiga tambah nakal, anak keempat lebih nakal, karena sejak hamil sudah nyesel, “Waduh, susulan”. Tidak menyangka tiba-tiba hamil. Hehehe

Kalau niat nyelameti (selametan) anak ya diselameti semua.

إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Ketika istri Imran merasa sedang mengandung, dia langsung berdoa, “Ya Allah, saya bersumpah, bahwa anak ini saya bebaskan demi Engkau. Tidak sekalipun aku orientasikan untuk duniawi, namun hanya untuk merawat agama Engkau.”

Jadi, gampangannya ayah-ibu ini berkomitmen tidak punya niat anaknya membahagia orang tuanya dari segi materi.

Tapi, kita melihat anak kadang-kadang agar kelak bisa merawat di masa tua.

Padahal para nabi sudah mendidik, إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا.

Kata مُحَرَّرًا itu terbebas dari urusan duniawi dan orientasi hanya untuk akhirat.

Tidak mengurusi dunia bukan berarti hanya diam saja lho. Tapi, bisa berdagang agar kaya dan jadi kekuatan Islam untuk merawat agama. Orang jadi pejabat demi merawat agama.

Jadi, sejak anak dalam kandungan sudah diselameti agar orientasi merawat agama.

(M. Zidni Nafi’)

Link ngaji versi audio-visual:

Gus Baha – Tradisi Mitoni

Leave a Response