Ulama ahli Tafsir dan Qur’an asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim dalam suatu majelis pengajian bersama para santri menjelaskan tentang bahayanya orang yang sok suci dalam sejarah Islam.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Orang sok suci itu paling berbahaya dalam sejarah. Diingat-ingat, santri yang khusuk-khusuk ini. Ini sejarah. Oleh karena itu Kiai Maimoen dan kiai-kiai alim lainnya paling geting (tidak suka) dengan santri khusuk dalam hal sejarah.
Akhirnya ada kelompok sok khusuk yaitu enggan bertengkar, enggan berpartai, ya enggan berkelompok-kelompokan. Merasa benar sendiri yang disebut kelompok Khawarij.
Orang khawarij itu menyebut dosa besar murtad karena terlalu khusuk. Tidak ada dosa kecil. Semua dosa itu besar, karena dosa adalah bentuk pelanggaran kepada Allah Swt. Tidak ada orang khusuk dalam sejarah seperti Khawarij.
Tetapi, karena saking khusuknya mempunyai akibat Sahabat Ali bin Abi Thalib disebut salah, Sahabat Muawwiyah juga dianggap salah.
Seperti orang sekarang, NU (Nahdlatul Ulama) disebut salah, Muhammadiyah disebut salah.
Sementara dia hanya klunak-klunuk di kamar tidak pernah punya madrasah, juga tidak pernah mengajar ngaji. Paham nggeh? Juga tidak pernah ndandani (memperbaiki) umat. Hanya pertuntang-pertuntung. Itulah khawarij.
Sejelek-jeleknya partai itu sering memiliki paguyuban, entah istighosah, atau membangun sekolah. Sejelek-jeleknya ormas juga sering menggerakkan massa untuk kebaikan.
Sesaleh-saleh orang sendirian paling klunak-klunuk. Coba jika disuruh bikin madrasah sendiri, membuat proposal, kalau tidak lalu dunianya habis. Padahal dunianya hanya sapi kurus saja habis. Itu buat fondasi saja tidak cukup.
Lebih baik orang tidak begitu sholeh lewat jalur partai. Proposal sana-sini, masjid jadi mewah. Entah uang syubhat atau haram, abang atau hijau.
Akhirnya orang Khawarij membuat suatu kelompok yang menghalalkan darahnya Ali dan Muawwiyah. Akhirnya meninggal dibunuh orang Khawarij.
Sampai sekarang, para teroris, para bom bunuh diri itu rata-rata berangkat dari orang yang sudah anti dengan kepartaian, anti dengan golongan. Merasa suci sendiri. Kemudian banyak terjadi bom bunuh diri.
Itu sejarahnya panjang. Rumangsamu gampang opo urip iki!? (apa menurutmu hidup ini gampang).
Semenjak itu ulama-ulama itu tidak senang dengan orang yang merasa sok suci sendiri, benar sendiri.
Saya sering ditanya, “Gus, sampean kan tidak berpartai, terus organisasi di Indonesia yang sampean ikuti apa?”
Saya jawab, “Asal NU atau Muhammadiyah itu mayoritas, saya hanya ada di antara dua itu. Asal mayoritas, masih mayoritas!”
Soal saya tidak pengurus, saya memang bukan pengurus. Tapi saya memilih di antara NU atau Muhammadiyah, asal masih mayoritas. Secara organisasi lho…!!
Bahwa per detail perilaku kita karena kita punya ilmu ya mungkin kita punya kekhasan-kekhasan sesuai kapasitas masing-masing. Tetapi, kita harus memilih salah satu NU atau Muhammadiyah.
Karena Nabi sering pesan, “Kamu harus ikut kelompok mayoritas kamu jangan hidup sendiri-sendiri. Yang merasa benar sendiri masuk Neraka.”
Ya karena itu ada madrasah karena dibikin kelompok NU. Nanti ada sekolah modern yang menjadi izzatil islam wal muslimin bisa bersaing dengan orang Kristen atau fasik ya itu milik Muhammadiyah.
Setiap ada madrasah ada turutan ya jasanya orang NU, ada sekolah yang bisa bersaing dengan milik non muslim ya berarti milik Muhammadiyah.
Ya itu saja kita. Karena kalau tidak direduksi seperti ini, akan mengikuti kelompok-kelompok kecil yang merasa benar sendiri.
Misalnya kelompok-kelompok kecil yang aneh-aneh. Itu kan mereka lebih orisinil. Tetapi, seorisinil-orisinilnya kelompok kecil itu lebih berbahaya.
Misalnya, kemarin ada kelompok An-Nadzir. An-Nadzir mungkin bisa mencocokkan dawuh Nabi.
Saya pernah melihat di Metro. Ini cerita intelektual. Saya pernah lihat di Metro wawancara ketuanya jamaah An Nadzir. Dalam banyak hal mereka memang ingin memiripkan dengan Nabi, misalnya rambut diwarnai pink.
Dalam sejarah kalian tanya ahli hadis, memang Nabi, Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar memang rambutnya disemir.
Mereka kalau sholat Isya’ pada akhir waktu, katanya Nabi kalau sholat Isya’ pada tsulutsul lail. Dan sebagainya.
Tapi, apa sisi dari yang itu merasa persis Nabi? Padahal Nabi itu macem-macem. Beliau hidup berapa tahun? Yakni 23 tahun.
Semenjak beliau menjadi Nabi, mengalami kenabian 23 tahun. Dan itu punya ihwal-ihwal yang rawan ada nasakh-mansukh.
Seperti sekarang di pondok Indramayu, di mana-mana ada suatu kelompok yang menganggap kehidupan sekarang adalah periode Makiyyah.
Periode Makiyyah adalah adalah suatu periode yang di mana sholat tidak terlalu wajib, zina belum terlalu haram, nyabu tidak terlalu haram. Ya ada kelompok di kota-kota begitu.
Di kota-kota juga banyak orang yang dengan orang zina biasa, orang nyabu biasa. Mereka sendiri ya tetap mengharamkan zina, tapi tidak perlu dilawan.
Sehingga polemik, ketika FPI begitu, ada yang mengatakan mirip periode Makiyyah. Di mana kemungkaran tidak perlu dilawan. Yakni bil hikmati wa mauidhotil hasanah.
Ada orang yang menafsirkan Islam sudah berada di periode Madaniyyah. Sehingga kemungkaran harus di lawan. Ya kayak FPI itu yang menganggap sekarang adalah periode Madaniyyah.
Lah itu kan artinya begini, bahwa semua itu mengklaim mirip-mirip dan meniru kanjeng Nabi. Masalahnya semua itu juga mengklaim mirip dan meniru Nabi.
Link Ngaji Versi Video: