Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahaudin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian kitab bersama para santri menjelaskan ketidaksetujuan tentang tradisi mahar berupa separangkat alat shalat. [Link video ada di bawah]

Berikut penjelasan dari Gus Baha:

Sayyidina Umar pernah berkata, “Saya tidak takut mengklaim bahwa saya mengetui barang ghaib, pasti saya bersaksi bahwa lima kelompok orang ini adalah ahli jannah, (1) adalah orang fakir yang keluarganya banyak dan tetap soleh, (2) perempuan yang diridhoi suaminya yang mau bersedekah dengan membebaskan kewajiban mahar…”

Ini mahar yang dimaksud adalah mahar Arab lho, bukan mahar Jawa yang berupa seperangkat alat shalat.

Iku mahar opo?! Wes ora mutu! (Itu mahar apa?! Tidak bermutu!)

Coro kulo rodo haram. Kulo niku kan kiai, sering ngakadno nganti bosen, mergo nek ditakoni, “Mahare nopo?” (Menurut saya itu agak haram. Saya kan kiai dan sering mengakadkan, sampai bosan ketika pengantin ditanyai, “maharnya apa?”).

Mesti jawabe, Seperangkat alat sholat, kriminal coro kulo niki!” (Pasti jawabnya, “Seperangkat alat shalat, menurut saya ini kriminal).

Harusnya menghargai, orang nakal saja harganya kadang sejuta. Masak orang sholehah harganya seperangkat alat shalat untuk selamanya.

Itu menghargai orang sholehah atau tidak? Tidak…!! Jadi, makanya pada tidak barakah.

Tapi, misalnya orang yang sholehah minta Fortuner, pasti (disebut), “Sholehah kok mata duitan!” Hehehe

Angel urip iku angel… (Susah, hidup memang susah…)

Jadi, kalau qana’ah (sifat merasa cukup) itu dimanfaatkan seperangkat alat shalat, tapi kalau tidak qana’ah, sholehah kok matre!

Kalian milih mana? Kalau saya milih sholehah matre. Artinya, pintar tahu pentingnya uang.

Mbah Moen berkata begitu, “Duwe bojo sing qonaah iku marai fakir” (Punya istri yang qana’ah itu menyebabkan fakir).

Hehehe

Terus ada santri yang mendengar (Mbah Moen) ketika ngaji di belakang mengatakan, “Kalau tidak qana’ah, bisa bikin jantungan, Mbah…” Hehehe

Bojo (istri) pilihannya dua, kalau qana’ah menyebabkan fakir, kalau cerewet membuat jantungan.

Kalian pilih mana?

“Pilih yang akhlaknya bagus.”

“Itu tidak mau dengan kamu!”

Hehehe

Biasanya kan begitu, yang ideal itu tidak mau dengan kamu.

Makanya kiai-kiai sering dibantah sama santrinya, “Perempuan dinikahi itu lihat li jamaliha (cantiknya) wa maliha (hartanya), wa nasabiha (nasabnya).” Dalam istilah jawa disebut bibit, bebet, bobot.

Masalahnya yang sesuai dengan hal tersebut tidak mau. Akhirnya memilih yang penting perempuan.

Menerangkan orang Jawa itu susah, sebab adatnya sudah terlanjur salah. Makanya kita perlu istighfar, sebab kita sudah terlanjur salah.

Kita ini sudah terlanjur salah, bukan hanya mau salah, apalagi kiai-kiai ini juga sudah terlanjur salah. Sudah tidak bisa taubat, sudah terlewat. Kecuali kalau mencoba lagi dengan poligami, tapi kan malah menambah perkara baru.

Sayyidina Umar pernah pidato, makanya saya mengakui bahwa tidak ada orang yang sepintar sahabat. Sehebat apapun tabi’i, tabi’in dan lainnya itu tidak ada yang sepintar sahabat.

Karena, sahabat itu mendapat berkah dengan melihat langsung wajahnya Rasulullah.

Umar pernah pidato:

“Wahai kelompok perempuan, kamu jangan mahal-mahal ketika minta mahar. Kalau saja ada yang berhak paling mahal, tentu putrinya Rasulullah dan istri-istri Rasulullah. Saya bersaksi mahar pada istri-istrinya Nabi dan putri-putrinya Nabi itu tidak melebihi angka sekian.”

Umar menyebut “sekian”. Saya pernah menghitung sekitar 4 juta atau 5 juta. Itu angka minimal, karena itu pada wanita-wanita terhormat.

Untuk mempermudah, saya terjemahkan dalam Jawa, 5 juta itu fleksibel.

“Lima juta? Bukan seperangkat alat shalat?”

Seperangkat alat shalat itu tidak ada hadisnya.

Sama seperti merendahkan orang. Sebab, ada dua kemungkinan: jika istrimu tidak shalat, dengan memberi seperangkat alat shalat, berarti sama saja dengan mengejek dia karena tidak shalat.

Tapi, jika istrimu Ning (putri kiai), sudah jelas jika dia adalah gudangnya mukena, kok kamu kasih mukena. Hehehe

Orang sholehah itu mukenanya sudah banyak, masa malah kamu kasih mukena lagi. Jadi, dua kemungkinan tersebut jelek semua.

Saya sebagai kiai itu sampai bosen pada orang yang memberi mahar seperangkat alat sholat. Kecuali, jika niatnya baik seperti orientasi menikah adalah shalat.

Tetapi, jika dilihat mukanya tidak sama sekali. Hehehe… Justru orientasinya adalah seks. Ada-ada saja.

Jelek semua kan tiga kemungkinan di atas. Nah, dan kemukinan keempat yaitu karena Allah itu Ghofurur Rahim (غفور الرحيم), Allah tidak menyoalkan itu, Allah melihat itu tidak kenapa-kenapa, karena Allah maha baik.

Kemungkinan terakhir itu benar, saking Ghafurur Rahim Allah, sehingga salah pun dibiarkan.

Sehingga, Umar pidato menjelaskan bahwa zaman itu orang Arab seperti saat Nabi menikahi Umi Habibah itu maharnya hampir 1.000 dinar. Ada yang bilang 400 dinar.

Anggap saja 400 dinar, berarti sama dengan 800 gram. Satu dinar itu 4,25 gram. Berarti kalau 400 gram kali 4,25 gram itu jumlahnya hampir 2.000 gram.

Jadi, kalau 2.000 gram dan harga emas sekarang 1 gram 500 ribu, berarti jumlahnya sekitar 100 juta.

Kamu kuat menikah dengan memberi mahar 100 juta?

Makanya, mahar di sini dicontohkan perempuan ahli surga adalah perempuan yang maharnya dikasihkan suaminya. Sebab, maharnya 100 juta.

Tetapi, jika contohnya kalian kan tidak bisa, masak seperangkat alat shalat dikembalikan kepada suaminya dan meminta surga? Kan tidak bisa.

Sebab, di sini dijelaskan bahwa perempuan ahli surga adalah perempuan yang maharnya dikasihkan kepada suaminya.

Jadi, mahar di Arab itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan, karena jumlahnya 100 juta.

Makanya bayangannya Al-Qur’an, jika sudah menikah yang tidak mempunyai uang, bisa menggunakan maharnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab, uang mahar itu bisa untuk hidup beberapa tahun.

Makanya disebut:

(QS. An Nisa’: 4)

Kalau mahar Jawa kan seperangkat alat sholat, itu juga hanya dibelikan di pasar harganya 80 ribu, sajadah yang tipis harganya 20 ribu dan ongkos bungkus dengan kertas bagus harganya 10 ribu. Berarti totalnya 110 ribu.

Lonte harganya berapa? Hehehe

Itu (lonte) hanya sekali, sedangkan yang diberi mahar seperangkat alat shalat itu selamanya. Makanya, tidak barakah. Nikahnya santri Jawa itu tidak barakah.

Karena Allah itu baik, kebetulan kamu jadi kaya. Kamu tidak usah protes, “Lho, kok barokah, Gus?!”

“Lha iku apik’ane Allah, ngono lah yo ora piye-piye” (Itulah kebaikan Allah, begitu pun tidak kenapa-kenapa)”

Link Sumber Video:
Klik >> “Gus Baha – Seperangkat Alat Shalat

Leave a Response