Ulama ahli Tafsir dan Al-Qur’an asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian kitab tafsir bersama para santri menjelaskan tentang hukum merokok.
[Link versi video ada di bawah]
Berikut penjelasan Gus Baha:
Kata orang yang mengharamkan rokok, rokok itu baulus syaithan (kencingnya setan). Ya nggak tahu kencingnya kapan. Hehehe
Makanya kata orang yang menghalalkan rokok, “Wah ada-ada saja, itu hadis maudlu’ (hadis palsu). Ada setan kok kencing segala!” Hehehe
Sudah repot kiai-kiai karena dua kelompok besar. Kelompok yang menghalalkan rokok itu kiai-kiai top.
Mbah Mahrus Ali itu ya merokok, orang-orang alim top juga banyak yang merokok. Orang-orang alim top, wali papan atas yang tidak senang rokok juga banyak.
Kamu pilih yang mana!? Hehehe
Saya masih ingat, dulu itu ada wali terkenal selalu merokok. Alhasil, kiai wali yang tidak merokok itu meledek, “Katanya selalu ingat Allah, kok ngebal-ngebuli (mengasapi pakai asap rokok) ke Allah”.
Kalau orang ingat Allah kan yakin Allah diistilahkan di depannya. Saya tidak bilang di depannya. Diistilahkan di depannya.
Seperti orang yang shalat tidak boleh meludah di depan. Sabda Nabi, ‘Fainnallâha qibala wajhihî idzâ shallâ’ (فإن الله قبل وجهه إذا صلى) , Allah itu di depan ketika orang shalat. Sekarang kamu malah ngebal-ngebuli (merokok).
Singkat cerita wali yang suka merokok itu dengar. Jawabannya, Allah itu laisa bimakaanin (الله ليس بمكان), Allah itu tidak punya tempat. Jadi, tidak kena asap rokok saya. Hehehe
Wali kok saling berdebat. Hehehe
Kamu pilih yang mana?
Yang jelas itu rokok pun bisa dipuji dalam konteks yang bisa dipuji. Itu tadi, ada (cerita) orang yang merokok terus, lalu diberitahu, “Kamu kalau merokok terus nanti mati. Karena rokok itu membunuhmu”.
Tapi bagi orang ini, rokok itu sudah mendarah daging. “Kelihatannya kalau saya nggak merokok malah mati”. Hehehe… Ini karena rokok baginya sudah mendarah daging.
Link ngaji versi video: