KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian kitab bersama para santri menyampaikan pesan penting usai tragedi terorisme yang baru saja terjadi akhir-akhir ini.

Berikut ini penjelasan Gus Baha:

Teroris itu sudah jelas salah, hanya karena Indonesia itu percaya hukum positif atau Undangan-Undang (UU) yang dibuat oleh Hindia Belanda, kemudian kita semua dianggap thogut halal darahnya. Itu bukan mazhab yang bisa kita ikuti.

Mazhab yang kita ikuti adalah “Siapa saja yang mengucapkan La ilaha illa Allah, kita harus mampu al-kaffu atau menahan diri”.

Berbeda dengan aliran-aliran keras sekarang yang beranggapan:

Orang Islam yang rentenir, “kafir!”

Tidak Jum’atan, “kafir!”

Tidak shalat, “kafir!”

Paham ya!

Kita tidak perlu seperti itu.

Kita salahno tetep wong gak sholat, tapi ra sah darani kafir (Kita tetap menyalahkan orang tidak shalat, tetapi jangan menganggapnya kafir).

Kaidahnya jelas:

وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ وَلَا نُخْرِجُهُ مِنْ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ

Jangan kita kafirkan mereka sebab dosa, dan jangan keluarkan dari Islam sebab amalnya.

Dasar ini (kaidah) adalah hadis-hadis shahih semua, dari riwayat Abu Dawud hingga Tirmidzi.

Semua hal yang berlebihan pasti mempersulit orang. Al-Qur’an memerintahkan amal baik, pasti ditutup dengan, “…dan janganlah berlebihan!” Karena kalau berlebihan kan korbannya kita.

Contohnya menghormati tamu yang berlebihan, saya kedatangan Kiai Hambani Kudus. Lalu saya belikan sate.

Bagi saya, uang tak menjadi masalah. Tapi, menurut santriku harus pergi jauh sampai ke Sedan (Rembang), 9 km untuk mencari bakul sate.

Kadang santriku menggerutu, “Kiai macam gitu, kok, dijamu sate segala, kalau bukan Gus Baha yang nyuruh nggak sudi, Aku”.

Ini kan menghormati tamu tapi bikin kegaduhan. Laiya, mulo kabeh iku wa la ta’tadu, ojo berlebihan (makanya, semua hal itu jangan berlebihan).

Shalat itu jelas kebaikan, tapi kalau bikin kegaduhan sosial ya disuruh mengurangi.

Nabi itu kan sekhusyuk-khusyuknya orang. Nabi pernah berkata, “Aku memiliki keinginan untuk sholat yang lama, sebab ketika bermunajat ingin lama. Lantas aku mendengar anak kecil menangis.  Terus aku mempercepat shalat, karena kasihan pada ibunya yang tersiksa dan ingin segera menghampiri anaknya”.

Kayak apa baiknya shalat? Kayak apa shalatnya Nabi? Itu saja Nabi mempercepat karena ada anak kecil yang menangis. Makanya jadi imam yang standar saja.

Sesuatu yang baik itu memang tetap harus dilakukan. Kerena, kebaikan itu tidak bisa batal sebab lacute (kebrengsekan) orang fasik dan tidak batal sebab keadilan orang yang adil.

Jadi, kebaikan itu harus tetap dikerjakan, meski ada orang durhaka atau orang baik. Maksudnya, ketika suatu wilayah diisi banyak orang sholeh, lantas kebaikan akan berhenti? Ya, Tidak!

Meski semua orangnya sudah baik, amal kebaikan ya tetap berjalan. Meski orangnya bejat semua, amal kebaikan juga tetap jalan. Karena kebaikan itu di tangan Allah. Sebab orang buruk tidak mesti buruk terus.

Indonesia ndisek lak Hindu Budha, ngerti-ngerti saiki dadi umat Islam terbesar di dunia iku Indonesia. (Indonesia dahulu Hindu-Budha, tahu-tahu sekarang menjadi umat Islam terbesar di dunia yakni Indonesia).

Zaman saya kecil dulu, orang tidak puasa itu sudah biasa. Dulu orang pakai celana pendek dan tidak puasa sudah biasa. Kalau sekarang sudah pada malu.

Orang dewasa sekarang ketika anaknya ngaji di TPQ itu ikut berpuasa, kerena malu dengan anaknya.

Bapaknya tidak bisa baca Al Qur’an, anaknya hafidz itu banyak sekarang. Karena ikut ngaji Iqra’. Qira’ati, Yanbu’a, dan lain-lain.

Hal tersebut sebagai bukti bahwa agama ini “menaruh harapan”. Sehingga banyak bapaknya tidak bisa baca Qur’an, tapi anaknya hafidz.

Dulu orang fasik ya keturunannya fasik. Bapaknya abangan, anaknya pasti abangan. Berbeda dengan sekarang. Artinya, jika kamu benci dengan tetanggamu karena dia fasik, lantas siapa yang menjamin ia fasik terus?

Maka Nabi bersabda

لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ

“Kebaikan harus jalan terus, tidak boleh dibatalkan.” Meskipun masih ada orang lacut (bejat) dan orang baik. (Khoniq Nur Afiah)

Simak sumber pengajian ini di sini.

Leave a Response