Dalam suatu pengajian tafsir bersama para santri, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menerangkan tentang penjelasan ragam makna kata kafir dalam Al-Qur’an dan hadis.
Berikut penjelasan lengkap Gus Baha:
Saya minta ya, kata kafir yang ada pada nabi dan hadis-hadis itu tidak selalu kafir keluar dari Islam, tetapi maknanya kafir tidak mensyukuri nikmat.
Kalian jangan seperti orang-orang Khawarij. Kadang madzhab sekarang, sebagian orang-orang ekstremis: orang zina kafir, ikut togel kafir, ikut multilevel (MLM) kafir, setiap dosa disebut kafir.
Bahasa kafir yang dimaksud Nabi ketika orang berdosa adalah memungkiri nikmat, bukan kafir keluar Islam. Itu sudah ijma’ (kesepakatan) ulama.
Misalnya Nabi pernah bersabda:
“Tidak ada orang zina ketika zina dia berstatus mukmin, tidak orang mencuri ketika mencuri dia berstatus mukmin.”
Maknanya seperti ini, kalau dia saat itu mukmin dengan aturan orang mukmin harus meninggalkan mencuri, meninggalkan zina, maka dia pasti dia tidak zina. Tetapi, bukan berarti dia yang zina itu kafir.
Paham nggeh…?
Banyak teks-teks hadis yang seakan-akan pelaku dosa besar itu oleh Nabi diistilahkan disebut “kafir”. Itu makannya inkar terhadap nikmat Allah, bukan keluar dari Islam.
Itu sudah jelas ijma’ ulama. Karena kata kafir yang digunakan untuk orang Islam itu mengkafiri nikmat. Seperti ayat:
Sekarang, kafir di sini keluar dari Islam apa kafara nikmat? Kafara nikmat. Oleh karena itu Imam Suyuti menafsiri wa man kafara ayyin nikmata. Bukan mengkafiri Allah tapi mengkafiri nikmat.
Kedua, bukti bahwa teorinya Ahlussunnah benar adalah tentang Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman itu mungkin tidak keluar dari Islam? Tidak mungkin kan? Karena Nabi itu ma’shum terjaga dari dosa kafir.
Tetapi, ketika Nabi Sulaiman diberi kerajaan besar, dia mengatakan:
“Semua kerajaan ini untuk menguji saya, bisa saja saya syukur atau saya kafir.”
Maksudnya kafir di sini adalah tidak syukur, bukan kok keluar dari Islam.
Dan lebih mudah lagi dan mungkin kalian hafal biasanya dibuat pidato, yaitu ayat:
Itu menunjukkan bahwa kata syukur itu bandingannya kata kafir. Tidak semua kata kafir itu bandingannya kata Islam.
Makanya, ngaji..!! Ngaji tidak pernah kok tahlil bid’ah kafir, zina kafir, pernah dosa besar kafir, pegawai bank kafir.
Ngaji tidak tamat, cangkeman..!!
Ngaji, terus meneliti sekian istilah yang dilakukan Qur’an. Ternyata Qur’an mengistilahkan kafir tidak semua tentang yang keluar dari Islam.
Jadi, kalau maknanya hanya begini, “Kalau kamu syukur aku tambahi, bukan kok kalau kamu syukur aku tambahi, kalau kamu bukan Islam…”
Kacau! Habis syukur kok melompat tidak Islam. Itu ngaji kiainya siapa?
Paham nggeh…?
Ngaji dengan ulama waras yang ilmunya benar. Tidak suka uang. Bahaya kalau suka sebangsa uang. Kalau kamu suka uang lanjutkan saja, kan bukan ulama.
Hal itu menunjukkan, tidak semua kata kafir yang digunakan Allah dan Rasul-Nya itu menunjuk pada kata kafir yang keluar dari Islam.
Makanya kamu tidak usah memvonis orang lain keluar dari Islam hingga halal darahnya. Tidak seperti itu madzhab Ahlussunnah.
Yang keluar dari Islam itu contohnya menginjak-injak Al-Qur’an, menyebut Muhammad sebagai pembohong, itu baru benar-benar keluar dari Islam. (Hafidhoh Ma’rufah)
Simak sumber video pengajian ini: “Gus Baha – Makna Kafir”