KH Bahauddin Nursalim yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu majelis mengaji mengisahkan suatu riwayat yang yang mengatakan zaman akhir itu كثير خطباؤه قليل علماؤه (Tukang pidato banyak, tapi ulamanya sedikit).
“Artinya apa?” kata Gus Baha, bahwa agama yang sampai ke masyarakat menjadi nampak versi luarnya saja.
“Rata-rata ulama itu nggak ahli ceramah, sebab tidak bisa ngelucu. Yang ceramahnya lucu tapi cara menyebarkan agama entah benar atau tidak, wong tidak pernah belajar (sinau). Lha sehari 3 kali ceramah, lalu belajarnya kapan?” tutur Gus Baha disertai tanda tanya.
Gus Baha mengungkapkan bahwa dirinya tidak habis pikir jika ada penceramah sehari mengisi ceramah hingga 3 kali, lalu kapan waktu muthola’ah-nya (menelaah kitab-kitab agama)?
“Saya tidak pernah datang (ceramah) pengajian, meskipun tetangga saya sendiri yang mengundang. Banyak yang sudah tahu soal ini,” ungkap kiai kelahiran Sarang, Rembang pada 15 Maret 1970 itu.
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA di Kragan, Narukan, Rembang itu mengungkapkan demikian ini karena bertujuan untuk menjelaskan kekhasan yang dimiliki ulama sebagai ahli ilmu.
“Ulama tugasnya ya mengajar, tidak perlu pidato. Kalau niat mengaji ya mengaji seperti ini (misalnya mengaji kitab-kitab kuning, red), kalau tidak mau ya sudah. Yang mau ceramah ya silakan ceramah. Tapi, semoga lekas taubat kalau ajarannya salah,” terang Gus Baha tentang ciri-ciri fenomena beragama di zaman akhir. (M. Zidni Nafi’)
Sumber pengajian: @nasihat_gusbaha