Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.
Sayidil Walid Habib Abdurrahman adalah pribadi yang ulet dan ikhlas. Terlahir di Cimanggu, Bogor, 98 tahun silam, ia adalah putra Habib Ahmad bin Abdul Qadir Assegaf. Ayahandanya sudah wafat ketika ia masih kecil. Tapi, kondisi itu tidak menjadi halangan baginya untuk giat belajar.
Pernah mengenyam pendidikan di Jamiat Al-Khair, Jakarta, masa kecilnya sangat memprihatinkan. Sebagaimana diceritakan anaknya, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaff berkisah.
“Walid itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah berkata, ‘Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apalagi sepatu’. Tidurnya pun di bangku sekolah. Tapi, kesulitan seperti itu tidak menyurutkannya untuk giat belajar.”
Ketika masih belajar di Jamiat Al-Khair, prestasinya sangat cemerlang. Ia selalu menempati peringkat pertama. Nilainya bagus, akhlaknya menjadi teladan teman-temannya. Untuk menuntut ilmu kepada seorang ulama, ia tak segan-segan melakukannya dengan bersusah payah menempuh perjalanan puluhan kilometer.
“Walid itu kalau berburu ilmu sangat keras. Beliau sanggup berjalan berkilo-kilometer untuk belajar ke Habib Empang,” tutur Habib Ali. Habib Empang adalah nama beken bagi (almarhum) Habib Abdullah bin Muchsin Alatas, seorang ulama sepuh yang sangat masyhur di kawasan Empang, Bogor.
Selain Habib Empang, guru-guru Habib Abdurrahman yang lain adalah Habib Alwi bin Thahir Alhadad (mufti Johor, Malaysia), Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhadad, Habib Ali bin Husein Alatas (Bungur, Jakarta), Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi (Kwitang, Jakarta), K.H. Mahmud (ulama besar Betawi), dan Prof. Abdullah bin Nuh (Bogor).
Semasa menuntut ilmu, Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf sangat tekun dan rajin, meski tak terlalu cerdas. Itulah sebabnya, ia mampu menyerap ilmu yang diajarkan guru-gurunya. Ketekunannya yang luar biasa mengantarnya menguasai semua bidang ilmu agama.
Kemampuan berbahasa yang bagus pun mengantarnya menjadi penulis dan orator yang andal. Ia tidak hanya sangat menguasai bahasa Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.
Habib Abdurrahman tidak sekadar disayang oleh para gurunya, tapi lebih dari itu, ia pun murid kebanggaan. Dialah satu-satunya murid yang sangat menguasai tata bahasa Arab, ilmu alat yang memang seharusnya digunakan untuk memahami kitab-kitab klasik yang lazim disebut “kitab kuning”.
Para gurunya menganjurkan murid-murid yang lain mengacu pada pemahaman Habib Abdurrahman yang sangat tepat berdasarkan pemahaman dari segi tata bahasa.
Setelah menginjak usia dewasa, Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di madrasahnya. Di sinilah bakat dan keinginannya untuk mengajar semakin menyala. Ia menghabiskan waktunya untuk mengajar. Dan hebatnya, Habib Abdurrahman ternyata tidak hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama, tapi bahkan juga pernah mengajar atau lebih tepatnya melatih bidang-bidang yang lain, seperti melatih kelompok musik (dari seruling sampai terompet), drum band, bahkan juga baris-berbaris.
Belakangan, berbekal pengalaman yang cukup panjang, ia pun mendirikan madrasah sendiri, Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, yang hingga sekarang masih eksis di Bukit Duri, Jakarta. Sebagai madrasah khusus, sampai kini Tsaqafah Islamiyyah tidak pernah merujuk kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, mereka menerapkan kurikulum sendiri. Di sini, siswa yang cerdas dan cepat menguasai ilmu bisa loncat kelas.
Dunia pendidikan memang tak mungkin dipisahkan dari Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, yang hampir seluruh masa hidupnya ia baktikan untuk pendidikan. Ia memang seorang guru sejati. Selain pengalamannya banyak, dan kreativitasnya dalam pendidikan juga luar biasa, pergaulannya pun luas. Terutama dengan para ulama dan kaum pendidik di Jakarta.
Dalam keluarganya sendiri, Habib Abdurrahman dinilai oleh putra-putrinya sebagai sosok ayah yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Ia selalu menekankan kepada putra-putrinya untuk menguasai bebagai disiplin ilmu, dan menuntut ilmu kepada banyak guru.
“Beliau konsisten dan tegas dalam mendidik anak, beliau juga menekankan bahwa dirinya tidak mau meningalkan harta sebagai warisan untuk anak-anaknya. Beliau hanya mendorong anak-anaknya agar mencintai ilmu dan mencintai dunia pendidikan, beliau ingin kami konsisten mengajar, karenanya beliau melarang kami melibatkan diri dengan urusan politik maupun masalah keduniaan, seperti dagang, membuka biro haji, dan sebaginya.
Jadi, sekalipun tidak besar, ya… sedikit banyak putra-putrinya bisa mengajar,” kata Habib Umar merendah. Habib Umar sendiri sudah belajar berceramah sejak usia sekolah dasar.