Hari Jum’at (27/05) kemarin, saya dan tim Nahdlatut Turots melakukan rihlah penelusuran dan penelitian manuskrip-manuskrip ulama Nusantara di dua pesantren tua di Jawa Timur, yaitu Pesantren Langitan (Tuban) dan Pesantren al-Basyiriah di Padangan (Bojonegoro).

Dua pesantren tua tersebut menyimpan sejumlah koleksi manuskrip tua ulama Nusantara dan Timur Tengah yang sangat penting.

Di Pesantren Langitan, dijumpai manuskrip kitab “al-Hasyiah al-Madaniyyah” karya Syaikh Sulaimân al-Kurdî al-Madanî (w. 1780 M) yang disalin dan ditulis tangan oleh KH. Muhammad Nur (w. 1297 Hijri/ 1880 M). KH. Muhammad Nur adalah pendiri Pesantren Langitan.

Selain “al-Hâsyiah al-Madaniyyah”, terdapat pula naskah salinan tulis tangan KH. Muhammad Nur Langitan lainnya, yaitu “Syarh al-‘Allâmah ‘Abd al-Rahmân Bâ-Jamâl”. Salinan tulis tangan KH. Muhammad Nur Langitan atas kitab tersebut bertitimangsa “hari Ahad, 22 Jumadil Awal, tahun Wawu 1273 Hijri” (bertepatan dengan 19 Januari 1857 Masehi).

Masih di Pesantren Langitan, terdapat belasan naskah kuno tulis tangan peninggalan KH. Muhammad Sholeh b. Nur, generasi kedua pengasuh pesantren Langitan. Naskah-naskah KH. Muhammad Sholeh Langitan tersebut kebanyakan berasal dari kurun masa paruh kedua abad ke-19 M.

Salah satu koleksi manuskrip berharga yang berasal dari periode KH. Muhammad Sholeh Langitan ini adalah naskah “al-Azhâr al-Zainiyyah fî Syarh al-Alfiyyah” karya Sayyid Ahmad b. Zainî Dahlân (w. 1886), mufti Syafi’iyyah di Makkah dan juga mahaguru ulama Nusantara pada masanya. Naskah tersebut merupakan tulisan tangan sang pengarang, yakni Sayyid Ahmad Zainî Dahlân, yang kemudian dihadiahkan kepada KH. Muhammad Sholeh Langitan yang tak lain adalah salah satu murid kesayangannya.

Dalam titimangsa manuskrip “al-Azhâr al-Zainiyyah”, didapati keterangan sebagai berikut:

(Penulisan naskah ini dilakukan oleh pena seorang hamba yang faqir, yang banyak dosa dan kesalahan, pelayan para pelajar di Masjidil Haram, yang mengharapkan dari Tuhannya atas ampunan, Ahmad b. Zainî Dahlân. Semoga Allah mengampuninya, juga kedua orang tuanya, guru-gurunya, para pecintanya dan seluruh umat Muslim. Adapun penyelesaian dari penulisan naskah ini adalah pada waktu asar hari Senin, akhir bulan Jumadil Akhir, tahun Seribu Dua ratus Tujuh Puluh Enam (bertepatan dengan Januari 1860 Masehi).

manuskrip

Dari Langitan, tim Nahdlatut Turots kemudian beranjak menuju Padangan, Bojonegoro (dahulu adalah wilayah Jipang). Di sana tim menziarahi makam Kiyai Sabil (Menak Anggrung), yang tak lain adalah mertua dari Kiyai Sambu Lasem; makam Syaikh Abdurrahman al-Dârnûrî Padangan, serta Pesantren al-Basyiriyyah Padangan yang banyak menyimpan koleksi manuskrip peninggalan masa Syaikh Abdurrahman Padangan dari akhir abad ke-18 M dan awal abad ke-19 M.

Di antara manuskrip peninggalan Syaikh Abdurrahman Padangan adalah catatan perjalanan hajinya yang dilakukan pada tahun “Ze”, 1221 Hijri (bertepatan dengan 1806 Masehi). Syaikh Abdurrahman Padangan juga mencatatakan kota-kota yang disinggahinya salama perjalanan haji baik pergi atau pun pulang, lengkap dengan keterangan hari, bulan dan tahunnya.

Selain itu, terdapat juga manuskrip kitab “Bayân Kalimatay al-Syahâdah” yang disalin semasa masa nyantri di Pesantren Sideresmo (Surabaya) pada tahun 1215-an Hijri (1800-an Masehi). Terdapat pula beberapa manuskrip salinan atas beberapa kitab (seperti kitab “al-Sanûsiyyah” atau “Umm al-Barâhîn”, juga kitab “al-Tafrîq”) bertahun 1238 Hijri (1823 Masehi) dengan identitas nama penyalin “Hasan Jismani”.

Melihat kurun masa penulisan dan penyalinan atas manuskrip-manuskrip di atas, sejatinya ditulis sebelum masa Perang Besar Jawa (Java Oorlog, atau Perang Diponegoro) yang berkecamuk sepanjang tahun 1825-1830.

Manuskrip lainnya yang ditulis oleh KH. Abdurrahman Padangan adalah silsilah Tarekat Naqsyabandiah, yang mana beliau meriwayatkannya dari Syaikh Muhammad Jân, lalu dari Syaikh ‘Abdullâh al-Dihlawî Ghulâm ‘Alî Syâh.

Di Padangan, salah satu ulama lainnya yang terkenal adalah KH. Hasyim Padangan (w. 1942), sang pengarang kitab “Tashrif Padangan”. KH. Hasyim Padangan adalah murid dari Syaikhona Kholil Bangkalan. Beliau (KH. Hasyim Padangan) juga adalah guru dari KH. Baidhowi Lasem (mertua KH. Maimoen Zubair).

Wallahu A’lam.

Leave a Response