Setiap Muslim yang melaksanakan ibadah haji mendambakan haji mabrur. Ikhtiar semaksimal mungkin untuk meraih haji mabrur, dengan demikian, harus dilakukan oleh setiap Muslim yang haji.

Ada 7 kiat sukses sebagai usaha untuk meraih haji mabrur, yaitu haji yang dalam prosesnya tidak tercampur dosa.

Ibadah haji jangan sampai bertujuan supaya menaikkan prestise sosial dengan panggilan Pak Kaji atau Bu Kaji. Haji hanya dilakukan karena Allah Ta’ala.

Ingat hadis Nabi:

Sesungguhnya (sahnya) amal sangat ditentukan niatnya  ( H.R. Bukhari-Muslim).

Niatnya dunia hasilnya dunia (tidak bisa dirasakan pasca kematian). Jika niatnya akhirat karena Allah, dunia akhirat didapatkan karena Allah adalah Pemilik-Penggenggam Dunia-Akhirat.

Setan selalu menggoda manusia supaya memalingkan niat dari Allah menuju duniawi yang nisbi dan tidak hakiki.

Maka biaya besar yang sudah dikeluarkan untuk haji jangan sampai tertipu godaan setan yang memalingkan niat yang suci menuju niat yang nisbi (menaikkan status sosial, popularitas, publisitas, dan lain-lain).

Niat ikhlas haji karena Allah sudah tergambar dalam redaksi talbiyah:

Kami penuhi panggilan-Mu wahai Allah, kami penuhi panggilan-Mu,

Kami penuhi panggilan-Mu, tiada dzat yang Menyekutukanmu, aku penuhi panggilan-Mu,

Sesungguhnya semua pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya milik-Mu, tidak ada dzat yang menyekutukan-Mu.

Redaksi talbiyah ini menegaskan bahwa haji hanya memenuhi panggilan Allah, bukan panggilan nafsu, iblis, dan dorongan negatif lainnya. Haji semakin meneguhkan keyakinan muslim bahwa semua asesoris dunia bukan milik manusia, tapi hanya dalam genggaman kekuasan Allah.

Allah berfirman:

Milik Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi.

Dalam melaksanakan ibadah haji, hindari sifat takabbur (sombong), ujub (merasa diri hebat, kagum pada diri sendiri), riya’ (memamerkan diri pada orang lain), dan sum’ah (suka kehebatannya diketahui dan didengar orang lain).

Banyak sekali bukti bahwa orang yang sombong justru diberi sebaliknya (bingung, gagal, dan hal-hal lain yang merendahkan dirinya).

Tawadlu’ (rendah hati) selalu merasa dirinya bodoh, mau mendengar pandangan orang lain, suka bermusyawarah dan tidak memaksakan kehendak. Tawadlu’ akan memudahkan seseorang mencapai tujuan yang diharapkan dalam melaksanakan ibadah haji karena Allah.

Ingat sabda Nabi:

Orang yang rendah hati karena Allah akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Sedangkan orang yang sombong akan direndahkan derajatnya oleh Allah (HR. Muslim).

Ketika orang berhaji akan berjumpa dengan orang muslim dunia yang pemikiran dan praktek ibadahnya bermacam-macam.

Maka, jangan batasi langkahmu dengan fanatik eksklusif. Di mana ada pendapat yang memperbolehkan, maka itu sudah benar. Jangan merasa hanya dirimu yang benar dan orang lain salah.

Fiqh orang haji harus luas, tidak hanya dalam satu madzhab. Tapi semua madzhab diakomodir dalam rangka menjemput kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.

Allah berfirman:

Allah menghendaki kemudahan padamu dan Allah tidak menghendaki kesulitan.

Misalnya: jangan sampai karena imam shalat di masjidil haram tidak membaca basmalah, kemudian tidak ikut shalat jamaah.

Orang yang suka menolong orang lain, hakikatnya dia menolong dirinya sendiri. Banyak sekali orangtua yang membutuhkan pertolongan.

Maka alangkah bahagianya jika dalam melaksanakan ibadah haji, tolong  menolong menjadi pondasi yang diejawantahkan secara riil. Kerukunan menjadi kuat dan tujuan tercapai bersama-sama.

Membahagiakan orang lain adalah ibadah sosial yang sangat tinggi nilainya. Maka jangan egois dalam haji. Justru haji adalah media memupuk solidaritas dan soliditas sosial dengan saling menolong satu dengan yang lain.

Ingat kaidah:

Ibadah yang manfaatnya dirasakan orang lain lebih utama dari ibadah yang hanya dirasakan diri sendiri.

Ibadah haji adalah ibadah agung. Haji membutuhkan biaya besar dan fisik tangguh. Maka, saat berada di dua tanah suci (Mekah-Medinah), ibadah individual dalam bentuk shalat jamaah, thawaf, membaca al-Qur’an, dan ibadah sosial dalam bentuk sedekah, menolong orang lain, dan lain-lain harus dimaksimalkan.

Hal ini juga didorong oleh keutaman tempat suci. Shalat di masjidil haram kelipatannya 100.000 (seratus ribu) dari masjid lainnya. Shalat di masjid Nabawi Madinah kelipatannya 1000 (seribu) kali dibanding masjid lainnya.

Tentu jangan sampai melewati batas yang membahayakan kesehatan. Orang haji selama kurang lebih 40 hari tidak berpikir dan bekerja sebagaimana di tanah air. Maka kesempatan emas ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan kesalehan ritual-individual dan kesalehan sosial-horisontal.

Hal-hal yang mendorong terjadinya rafats (hubungan seksual dan pendahuluan-pendahuluannya), fusuq (berdusta, berkhianat, dan tidak tanggungjawab), dan jidal (pertengkaran-konflik) harus dihindari sedini mungkin.

Saat berpakaian ihram khususnya, hindari sedini mungkin hal-hal yang menjurus kepada tiga hal yang disebutkan dalam al-Qur’an ini.

Tentu, setan dan bala tentaranya tidak akan tinggal diam. Maka memperbanyak membaca shalawat, istighfar, tasbih dan tahlil plus talbiyah menjadi tameng kuat supaya terhindar dari tiga larangan haji tersebut.

Keluarga, teman, dan bangsa Indonesia membutuhkan bantuan doa dari tempat-tempat mustajab agar diberi kesehatan, kesalehan, dan kebahagiaan hakiki lahir-batin.

Maka, jangan lupa mendoakan semuanya. Orang yang mendoakan orang lain hakikatnya mendoakan dirinya sendiri. Kebaikan akan kembali kepada dirinya sendiri. Begitu juga kejelekan akan kembali kepada dirinya sendiri.

Semakin intens mendoakan orang lain, semakin intens kebaikan tersebut kembali kepada diri sendiri.

Semoga semua kaum muslim yang berangkat haji tahun 2022 ini diberi kelancaran, kesehatan, dan haji mabrur, amiin.

Leave a Response