IQRA.ID, Pati – Katib ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Akhmad Said Asrori menegaskan bahwa penyelenggaran Halaqah Fiqh Peradaban di lebih dari 270 lokasi di Indonesia merupakan strategi menguatkan jamaah dan jam’iyyah. Hal ini disampaikan Katib ‘Aam dalam agenda Halaqah Fiqh Peradaban di Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Islah, Kadilangu, Trangkil, Pati Jawa Tengah pada Jum’at (16/12).
Hadir dalam agenda ini KH. Akhmad Said Asrori (Katib ‘Aam PBNU), Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen (Rais Syuriah PBNU), Dr. KH. Jamal Ma’mur Asmani (Pengurus PCNU Pati), Dr. KH. Suhadi (Dosen IAIN Kudus), KH. Badruddin (Pengasuh Pesantren Tahfidz al-Islah Pati), Kepala Kemenag Pati, Pengurus PCNU Pati dan jajaran banom, Sekretaris PCINU United Kingdom Munawir Aziz, serta kiai dan Bu Nyai di Pati dan sekitarnya.
“Halaqah Fiqh Peradaban ini sangat penting untuk merekatkan kiai-kiai dan Bu Nyai ikut mengurus organisasi NU. Ini pentingnya sinergi jamaah dan jam’iyyah. Kalau kiai-kiai tidak mau mengurus NU, maka ini bencana besar bagi organisasi,” ungkap Katib Aam di hadapan ratusan peserta, sebagaimana siaran pers yang diterima Redaksi Iqra.id.
Kiai Akhmad Said Asrori menjelaskan bahwa kekuatan NU ini sangat besar, maka harus digerakkan bersama-sama. “Halaqah di lebih dari 270 lokasi ini nanti akan ditutup Muktamar Fiqh Peradaban, yang akan dilangsungkan pada Februari 2023 mendatang. PBNU sudah berkomunikasi dengan para duta besar dari negara-negara mayoritas muslim dari Timur Tengah dan Afrika. Nanti akan dilibatkan dan disampaikan hasil muktamar tersebut,” ungkapnya.
Selanjutnya, Katib ‘Aam menjelaskan betapa organisasi NU di bawah kepemimpinan KH. Miftahul Akhyar dan Kiai Yahya Cholil Staquf ini langsung gerak cepat mengeksekusi program-program.
“Visi besar Gus Yahya, Merawat Jagad Membangun Peradaban ini kan sangat strategis. Ini perintah Allah, banyak sekali ayat Allah dan hadist Nabi, untuk menjaga peradaban,” terangnya.
Kiai Said Asrori mendorong pentingnya kesatuan NU secara organisasi, dari ranting sampai pusat. “NU ini harus solid. Juga akar tradisinya harus sama, yakni berbasis pesantren.
Sementara itu, KH. Abdul Ghofur Maimoen (Pengasuh Pesantren al-Anwar Sarang) menegaskan bahwa setiap manusia itu fitrahnya membangun peradaban.
“Manusia ini kan memang tugasnya membangun peradaban. Maka, kita harus kerjasama. Karena tidak mungkin membangun peradaban tanpa bekerjasama satu dengan yang lain,”ungkap doktor lulusan al-Azhar ini, yang akrab disapa Gus Ghofur.
Lebih lanjut, Gus Ghofur menekankan bahwa Nahdlatul Ulama harus mulai memikirkan kerangka fikih Siyasah dan fikih-fikih lain yang substantif dengan kehidupan sekarang.
“Kita harus mulai memikirkan fikih konglomerat, fikih bisnis, fikih minoritas, fikih siyasah, dan sebagainya. Ini tidak hanya untuk pengurus pusat, tapi juga perlu dipikirkan kiai-kiai dari Wilayah hingga ranting,” tegas pengasuh Pesantren al-Anwar, Sarang ini.
Sementara, Dr. KH. Jamal Ma’mur Asmani dan Dr. KH. Suhadi menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama ke depan harus mendorong penguatan sumber daya, khususnya ulama-ulama yang sekaligus penggerak masyarakat.
Pesantren Tahfidzul Qur’an al-Islah Pati diasuh oleh Kiai Badruddin Syatibi, Gus Hakim Annubaha dan Gus Ashim Furqoni. Pendiri awal pesantren ini, Kiai Syatibi, merupakan santri Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari ketika mengaji di Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Kiai Syatibi juga terlibat dalam masa awal penguatan majelis taklim dan pengajian-pengajian warga di sekitar Pati. Ia bersama Kiai Suyuthi Abdul Qodir Guyangan bersama-sama berjuang merintis pendidikan di kawasan pesisir Pati. (Munawir Aziz/MZN)