Bagi para pengkaji tradisi pendidikan pesantren, kitab-kitab materi pelajaran penting untuk dikaji pengaruhnya dalam membentuk paradigma berpikir santri. Selain itu, penyusun utama kitab juga penting untuk dikenalkan. Salah satunya Imam An Nawawi. Imam An-Nawawi dan karya-karyanya banyak dikaji di pesantren.
Dari sini penting untuk mengenal Imam An-Nawawi; ulama yang karyanya banyak dijadikan kurikulum pesantren. Imam An-Nawawi yang penulis maksud di sini bukanlah ulama asal Indonesia yang biasa diberi gelar al-Jawi.
Namun, Imam An-Nawawi (1277-1233) yang bernama lengkap Abi Zakariya Syarafuddin Yaḥya ibn Syaraf An-Nawawi yang berasal dari Nawa, sebuah wilayah yang berjarak 90 kilometer dari Damaskus
Aḥmad ‘Abdul ‘Aziz Qasim al-Ḥaddad dalam tesisnya yang berjudul Al-Imam An-Nawawi wa Aṡaruhu fil Ḥadịṡ wa ‘Ulūmih memerinci sumbangsih Imam An-Nawawi dalam bidang hadis dan ilmu hadis, seperti ijtihad dan ide-ide dalam ilmu hadis, ijtihad dalam fiqih hadis, komentar dalam kritik rawi dan matan, serta penilaiannya atas beberapa hadis. Rentetan poin di atas adalah gambaran uraian Aḥmad ‘Abdul ‘Aziz secara umum dalam tesisnya yang tebalnya mencapai 1023 halaman.
Sekilas Riwayat Hidup Imam An-Nawawi
Imam An-Nawawi adalah sosok intelektual yang ahli dalam berbagai bidang dan juga dikagumi semangatnya dalam belajar. Jumlah karyanya ada yang menyatakan amat banyak. Jika karya-karya tersebut dibagi dengan usia Imam An-Nawawi, maka bisa diperkirakan ia menulis 2 halaman setiap harinya. Wafat di usia yang terbilang masih muda yaitu 44 tahun. Ia pun hidup dengan tidak beristri sampai wafat.
Pada umur 19 tahun, Imam An-Nawawi bersama ayahnya pergi ke kota Damaskus. Ia ditempatkan di Madrasah ar-Rawaḥiyah selama dua tahun. Di tempat itu Imam An-Nawawi menghafal kitab at-Tanbih selama empat setengah bulan dan setelahnya menghafal seperempat kitab al-Muhażżab.
Imam An-Nawawi menghafal dan belajar di bawah bimbingan Imam Abi Ibrahim Isḥaq al-Magrabi. Kesungguhan An-Nawawi dalam belajar sampai membuatnya enggan berkumpul dengan khalayak umum.
Ibn al-‘Aṭṭar, murid Imam An-Nawawi menceritakan bahwa dalam sehari, Imam An-Nawawi mengikuti 12 mata pelajaran. Dua jam dalam mempelajari kitab al-Wasiṭ, dan satu jam mempelajari kitab al-Muhaẓẓab, sahih Bukhari-Muslim, sahih Muslim, al-Luma’ karya Ibn Jinni, kitab mantiq karya Ibn as-Sikkiit, tashrif, usul fiqih, nama-nama rawi dan usuluddin.
Ia dikenal sebagai ulama yang enggan menyia-nyiakan waktunya sedikit pun. Ibn ‘Aṭṭar menceritakan, bahkan di saat berangkat bepergian maupun sekembalinya, Imam An-Nawawi menghabiskan waktu untuk mengulang hafalannya dan membaca. Imam An-Nawawi sungguh mencurahkan hidupnya untuk belajar sehingga sehari semalam tidak makan kecuali setelah isya’ dan tidak minum kecuali sekali saat sahur.
Selain itu Imam An-Nawawi juga amat menjaga dirinya dari makanan yang tidak jelas kehalalannya. Termasuk hasil akad yang masih diperselisihkan keabsahan akad tersebut. Sebagai seorang ahli fiqih, tentu beliau tahu betul tentang permasalahan tersebut.
Karya-karya Imam An-Nawawi yang Banyak Dijadikan Kurikulum Pesantren
Berkaca dari kurikulum Pondok Pesantren Lirboyo, pesantren yang kurikulumnya bisa dijadikan barometer kurikulum pesantren lainnya, kitab karya Imam An-Nawawi cukup banyak dipakai. Beberapa di antaranya, pertama, kitab hadis al-Arba’in an-Nawawiyah.
Kitab ini sering dijadikan kitab pelajaran hadis paling dasar. Tidak hanya dipelajari, di sebagian pesantren kitab ini malah menjadi materi hafalan wajib bersama kitab-kitab matan lain dalam berbagai bidang keilmuan.
Kedua, kitab Riyadus Shalihin. Kitab bidang hadis dengan ukuran lebih tebal. Tidak seperti kitab al-Arba’in yang fokus pada 40 hadis utama dalam ajaran Islam. Kitab Riyadus lebih kepada mendokumentasikan hadis-hadis akhlak atau perilaku terpuji dalam segala lini kehidupan.
Kitab ini mendokumentasikan hadis dengan tema seperti bagaimana ibadah yang baik adalah yang istiqamah dan tidak memberatkan, kebaikan tidaklah hanya interaksi antara hamba dan tuhannya saja, serta tema-tema lain.
Ketiga, kitab hadis al-Adzkar an-Nawawiyah. Kitab ini cukup terkenal sebab mendokumentasikan pemikiran Imam An-Nawawi tentang term bid’ah. Kitab al-Adzkar memuat hadis-hadis yang menyinggung amaliah sehari-hari. Selain itu, dalam kitab ini Imam An-Nawawi juga menyelipkan pemikiran beliau tentang amaliah yang berkembang. Sehingga menjadikan rujukan masyarakat awam dalam melakukan amaliah sehari-hari.
Keempat, kitab fikih Minhajut Thalibin. Kitab ini adalah kitab matan fikih yang cukup popular dalam Mazhab Syafi’i. Kitab ini menjadi rujukan utama sebab merupakan hasil komparasi sumber-sumber kajian fikih Mazhab Syafi’i. Tidak hanya itu, Imam An-Nawawi juga melakukan kajian kritis serta seleksi pendapat terhadap kajian fikih yang berkembang.
Kelima, kitab at-Taqrib. Kitab dalam bidang ilmu hadis. Kitab ini merupakan syarah (komentar) dari karya ahli hadis terkemuka; Ibn Solah yang berjudul Ulumul Hadis. Kitab At-Taqrib ini kemudian dikomentari oleh Imam As-Suyuthi dan diberi judul dengan judul yang mungkin lebih akrab di telinga kalangan para santri dari pada At-Taqrib sendiri, yaitu Tadribur Rawi.