Sejarah pesantren merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia sendiri. Karena pada kenyataannya pertumbuhan pesantren sejalan dengan perkembangan Islam di Indonesia.

Mengenai sejarah pesatren, nyatanya kita perlu mengekplorasi sejarah tentang perkembangan pesantren dari masa ke masa.  Terutama di Jawa Timur, sebagai daerah provinsi yang sangat kental akan dunia pesantren. Menurut penelitian, disebutkan bahwa pondok pesantren tertua jatuh pada pondok pesantren Sidogiri Pasuruan sebagai pondok pesantren yang telah lama berdiri. Pondok ini didirikan oleh Sayyid Sulaiman pada tahun 1718 (abad ke 18 M).

Namun jika telaah kembali sejarah, jauh sebelum adanya pondok pesantren Sidogiri Pasuruan, terdapat pondok pesantren yang telah berdiri sejak abad ke 16 M. Pondok pesantren tersebut bernama pondok pesantren Sumber Anyar Pamekasan yang didirikan oleh Kiai Zubeir. Pondok pesantren Sumber Anyar terletak di Desa Sumber Anyar, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan Jawa Timur.

Dikutip dari sumber arsip catatan tertulis salah satu pengasuh pondok pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukerejo tentang sejarah tiga pesantren dalam peraturan tata tertib pondok pesantren Salfiyah Syafi’iyah Sukerejo, Asembagus, Situbondo no. 2 tahun 1972 hal. 18, Pondok Pesantren Sumber Anyar Pamekasan berdiri pada tahun 1515 M.

Meskipun didirikan pada abad ke 16 M, pondok pesantren ini masih aktif hingga saat ini. Dikelola dengan sangat baik oleh keluarga dari Kiai Zubeir. Seharusnya pondok pesantren ini masuk dalam kategori salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Timur atau Indonesia.

Namun sayangnya, pondok pesantren ini tidak masuk dalam list kategori tersebut. Hal ini kemungkinan jarang ada peneliti ataupun sejarawan yang mengangkat sejarah pesantren tersebut karena keterbatasan sumber.

Pendiri Pondok Pesantren Sumber Anyar, Kiai Zubeir adalah sosok kiai legendaris yang dimuliakan dan dihormati oleh masyarakat Madura. Bukan hanya santrinya, garis keturunan atau nasab dari Kiai Zubeir banyak yang menjadi ulama besar baik di Madura ataupun Jawa.  Oleh demikian masyarakat Madura menyebutnya dengan julukan Buju’ Kiai Ratoh (Buyut dari Kiai Ratu).

Kiai Zubeir bukan terlahir dari Desa Sumber Anyar asli. Melainkan sebagai pendatang untuk menyebarkan agama Islam di daerah tersebut atas saran gurunya. Mengenai asal usul Kiai Zubeir sendiri dalam penelitian tulisan Dr. Mohammad Kosim rektor IAIN Madura berjudul Pondok Pesantren di Pamekasan, ada beberapa versi berbeda mengenai Kiai Zubeir.

Versi pertama, Kiai Zubeir adalah putra dari Kiai Raidin bin Buju’ Kosambih (Batu Ampar) bin Buju’ Aji Gunung Sampang. Versi kedua, Kiai Zubeir merupakan putra Kiai Khatib bin Muhammad Al-Azhari bin Ahmad bin Kiai Mujahid Arosbaya Bangkalan. Dan versi ketiga, Kiai Zubeir adalah sepupu dari Kiai Abd. Alim Prajjan Camplong. Dari ketiga versi tersebut perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk mendekati kebenaran sejarah.

Keberadaan Kiai Zubeir di Desa Sumber Anyar, cepat tersiar di daerah sekitar. Kiai Zubeir bukan hanya dikenal akan sosoknya yang alim dan soleh tapi juga diketahui merupakan keturunan bangsawan. Bagi orang Madura, keturunan bangsawan adalah sesuatu yang harus dihormati dan dimuliakan.

Karena latar belakangnya yang merupakan keluarga bangsawan dan sifatnya yang alim, maka tidak butuh waktu lama bagi Kiai Zubeir untuk mendapatkan santri. Banyak santri yang berdatangan untuk mengaji kepada Kiai Zubeir. Kediaman Kiai Zubeir yang dijadikan tempat untuk mengajar serta mengasuh santrinya terkenal dengan sebutan Langger Raja (langgar besar). Dari sinilah menjadi cikal bakal pondok pesantren Sumber Anyar.

Berdasarkan buku Sejarah Ringkas Pondok Pesantren Sumber Anyar yang disusun oleh Dewan Pentasheh Pini Sesepuh PP. Sumber Anyar dan Pengurus Yayasan Az-Zubeir, bahwasanya Kiai Zubeir tidak memiliki keturunan. Maka ia meminta keponakannya (putra dari kakak perempuan Kiai Zubeir) bernama Zubeir II untuk melanjutkan estafet kepimpinan PP. Sumber Anyar.

Dari Kiai Zubeir II dan anak keturunannya inilah yang menjadikan Pondok Pesantren Sumber Anyar menjadi tambah berkembang. Kiai Zubeir II memiliki dua putra dan dua putri hasil dari perkawinannya dengan Nyai Ratna binti Kiai Majungan Mardikan bin Kiai langger Ambet bin Kiai Kandang Kanginan. Keempat putra-putri tersebut adalah Kiai Umra, Kiai Ajma’in, Nyai Nuri dan Nyai Bina.

Setelah Kiai Zubeir II wafat, estafet kepengasuhan ada di tangan putranya bernama Kiai Umra. Kiai Umra mendapat julukan sebagai Kiai Ratoh karena sebagian besar santrinya adalah golongan bangsawan. Sedangkan ketiga saudara dari Kiai Umra mendirikan pondok pesantren sendiri tapi masih dalam satu kawasan atau kompleks dengan Pondok Pesantren Sumber Anyar.

Nyai Nuri mendirikan pesantren di sebelah Barat dari pesantren pusat (Lagger Rajeh) sehingga disebut langger Bere’ (seiring berkembangnya waktu pondok Langger Bere’ menjadi pondok pesantren An-Nuriyah), Kiai Ajma’in mendirikan pesantren di sebelah Utara dari pondok pusat (Langger Rajeh) dan disebut langger Dejeh. Sedangkan Nyai Bina mendirikan pesantren di sebelah Selatan dari pondok pusat dan selanjutnya disebut Langger Lembenah.

Sepeninggalnya Kiai Umro, pondok pusat (Langger rajah) kepemimpinannya dipegang oleh putranya bernama Kiai Syukriwa. Kiai Syukriwa dikenal dengan sosok Kiai yang zuhud, alim selalu membaca Al-Quran dan berdzikir. Sepeninggalnya Kiai Syukriwa dilanjutkan oleh putranya Kiai Marzuki.

Selang tak lama kemudian Kiai Marzuki menyerahkan kepemimpinannya kepada putranya bernama Kiai Syahri. Sedangkan Kiai Marzuki pindah lokasi 150 m ke sebelah barat laut dari Langger Rajeh.  Kediaman Kiai Marzuki kemudian berkembang menjadi pondok pesantren dan disebut Langger Bare’ Dajeh (sekarang bernama pondok pesantren Al-Marzuqi).

Dalam perkembangan Pondok Pesantren Sumber Anyar semua keturunan dari Kiai Zubeir II terlibat aktif dalam mendidik, membina dan menyebarkan agama Islam dalam lingkup pesantren.

Bukan hanya dalam komplek Pondok Pesantren Sumber Anyar, cucu hingga cicit dari Kiai Zubeir II juga menyebar memimpin dan mendirikan pondok pesantren di beberapa wilayah di Madura dan Jawa. Mereka berhijrah ke beberapa daerah karena faktor perkawinan.

Salah satu keturunan Kiai Zubeir II yang dari keturunannya menjadi ulama-ulama besar adalah Kiai Abdurrahman bin Nyai Nuri atau disebut Kiai Ruham. Dari Kiai Ruham dan perkawinannya dengan putri Kiai Ismail Kembang Kuning salah satu putranya bernama Kiai Syamsul Arifin mendirikan Pondok Pesantren Salafiyah Sukerejo di Sitobondo dan putranya Kiai As’ad Syamsul Arifin dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh negara Indonesia.

Karena usianya yang sudah tua dan banyak persaingan antar pesantren, Pondok Pesantren Sumber Anyar tidak berkembang layaknya pesantren besar seperti Sidogiri, Langitan, dan lainnya. Meskipun demikian, Pondok Pesantren Sumber Anyar tetap konsisten membimbing dan membina santriwan dan santriwati mencetak generasi penerus ulama hingga saat ini.

Leave a Response