Inskripsi Keagamaan di Kudus
Kudus merupakan salah satu kota yang sangat bersejarah. Di sana banyak peninggalan sejarah Islam, seperti Masjid dan Makam Sunan Kudus. Di kedua tempat itu terdapat inskripsi yang penting diketahui. Berikut ini beberapa inskripsi yang ada di Kudus.
Prasati Batu Hitam Mesjid al-Aqsa ditulis pada batu hitam yang dibawa oleh Syekh Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) dari Palestina ketika membawa rombongan haji ke Makkah al-Mukarromah lalu singgah di Palestina.
Batu ini ditulis dalam bahasa Arab dan tulisan Arab model tulisan Khufi, ditulis dalam lima baris atau lima bingkai yang dipisah oleh lis horizontal, bentuk persegi ukuran panjang 46 cm, dan lebar 30 cm, terletak di atas pengimaman (mimbar) mesjid. Keadan prasasti masih terawat dengan baik, hanya saja beberapa gugusan huruf tercemar oleh berkas-berkas cat sehingga bisa disamatkan seperti tanda titik.
Inskripsi Batu Hitam tersebut berada di dalam Mesjid al-Aqsa 62 atau Mesjid al-Manar, tepatnya ditempel di atas mihrab mesjid. Inskripsi itu memuat nama Mesjid al-Aqsa atau al-Manar, serta tahun pembangunan mesjid tersebut pada 956 H atau 1549 M.
Teks inskripsi ditulis dalam bahasa dan huruf Arab. Tulisan inti terdapat di tengah inskripsi, yaitu: (1) Tarih al-’Imarah Maatat al- Bid’atu Biqiyami Hujjatun Liahli al-Sunnah 1344 H. Artinya: Sejarah Renovasi: Matinya Bid’ah dan Berdirinya Hujjah Ahlu Sunnah, Tahun 1344 Hijrah.
Bahan inskripsi terbuat dari perunggu dicat dengan warna biru tua, tulisan nasah warna tinta emas. Inskripsi berbentuk papan kaligrafi dengan tulisan Arab Naskhi. Tulisan utama yang menyatakan tahun renovasi, kalimat simbol penegakkan Hujjah Ahlu Sunnah berada di lingkaran tengah yang diapit oleh dua buah hiasan bunga.
Teks inskripsi pada inskripsi piagam renovasi ke-2 Mesjid al-Aqsa tahun 1401 H, hadza Tajdidu Hadza al-Masjidu al-Aqsha Manaratu Qudus Tarikh. Artinya, perbaikan mesjid al-Aqso mesjid al-Manar di Kudus. Lamasjidun ussisa ‘alā al-taqwā min awwali yaumin Aḥaqqu bi rajabin 1401 H. Artinya, mesjid itu sebagai dasar-dasar bagi orang-orang yang bertaqwa, pada bulan Rajab 1401 Hijrah.
Yaum al-Jum’at Khamsata ‘asyarata Rajab ‘āmu ra’si al-mi’ati al-khamsah ‘asyarata. Artinya, dimulai hari Jum’at Kliwon tanggal 25 Rajab tahun Seratus Lima Belas (1115 H)- 17. al-Ka‘batu Tamaman fī al-sā‘ah al-Imārah 16,17 (1931M, 29).
Inskripsi lain adalah inskripsi yang ada pada mesjid langgar dalem terdapat pada lantai pintu masuk mesjid dalam bentuk Sengkalan memet dengan gambar Tri Sula Pinulet Naga yang menunjuk angka tahun berdirinya mesjid tersebut 863 Hijrah Trisula = 3, Pinulet = 6, Naga = 8 atau bertepatan tahun 1458 Masehi.
Bentuk inskripsi ini segi empat belah ketupat dalam bentuk kata Sengkala yang menunjukkan angka dalam bahasa Senskerta, dalam bentuk gambar seekor naga yang melilit trisula atau semacam garpu bergigi tiga. Inskripsi tersebut ditempatkan pada lantai dasar terlas atau serambi mesjid Langgar Dalem, tepatnya pada pintu masuk serambi mesjid di bawah ubin lantai serambi mesjid bagian tengah, memanjang dari utara ke selatan bentuk persegi panjang oval menghadap ke halaman mesjid.
Teks yang terdapat pada inskripsi Mesjid Bubar terdapat angka yang menyerupai huruf Arab yang menunjukkan angka 5, diapit oleh 2 angka lagi yang ada di kanan dan di kiri angka 9 dan angka 3. Sehingga kalau digabung menjadi susunan angka 953, artinya bahwa Mesjid Bubar tersebut dibangun pada tahun 953 Hijrah.
Inskripsi pada Mesjid al-Makmur, Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kabupten Kudus, bagian atasnya berbentuk bulat oval, dan bagian bawahnya segi empat, terbuat dari tembaga kuning dengan tulisan hitam. Inskripsi ditulis dalam huruf Arab Melayu bahasa Jawa. Letaknya di atas jendela mesjid atau sebelah kiri atas mihrab.
Teks inskripsi pada Mustaka Mesjid at-Taqwa yaitu Sungging Badar Duwung juga mendirikan mesjid di daerah Ngloran Kudus, Tajuk Mesjid Sunan Kudus juga hasil karyanya. Mustaka tersebut berada di lingkungan mesjid at-Taqwa Ngloran Kulon Kudus.
Insripsi pada Gapura Lawang Kembar Barat ditulis dalam bahasa dan huruf Jawa, di atas pada kayu jati warna coklat. Bentuknya persegi panjang, dengan ukiran pada tiang gapura yang berwarna coklat. Teks inskripsi juga berwarna coklat hampir sama dengan warna jati. Tulisan dibagi dua oleh sebuah pemisah gambar daun yang diukir sebagai imitasi.
Insripsi tersebut berada pada tiang pintu/kusen gapura bagian atas memanjang dari utara ke selatan, ketinggian 625 cm, panjang 548 cm, lebar 272 cm, didirikan tahun 956 Hijrah. Gapura tersebut terbuat dari bahan batu merah kuno yang disusun rapi tanpa bahan perekat yang merupakan peninggalan Sunan Kudus yang sampai sekarang masih berdiri tegak walaupun sudah dimakan usia beratus-ratus tahun lamanya.
Inskripsi pada Gapura Lawang Kembar Timur ditulis dalam bahasa dan huruf Arab. Medianya kayu jati warna coklat, ukuran persegi panjang, dengan Khat Sulus, tulisan diukir pada kayu jati tiang gapura warna coklat atau sama dengan warna jati. Tulisan di bagi dua oleh sebuah pemisah gambar daun yang diukir sebagai imitasi.
Tulisan Gapura Rusak Ewahing Jagad yang dtulis dalam bahasa dan tulisan ejaan Jawa sebagai candra sengkala atau bentuk kata kiasan, yang dapat diartikan : Gapura= 9, Rusak= 0, Ewahing= 6; Jagad= 1, artinya pada tahun 1609 tahun Jawa atau atau tahun 1687 Masehi Menara Kudus dibangun oleh Sunan Kudus.
Inskripsi yang tertera di tajug atau musala berupa tulisan huruf Arab yang menyatakan tahun berdirinya tajug, yaitu tahun 1145 Hijrah (1732 M). Di bawahnya tertulis maksud yang sama dalam bahasa dan huruf Jawa kuno.
Tulisan dalam bentuk Sulus ini diukir pada kayu jati warna krem. Menurut Solichin Salam, tajug dalam bahasa Sunda, berarti langgar tempat salat. Di atas tiang atap tajug tersebut terdapat angka 1145 H = 1732 M. Di sebelah barat tajug terdapat sebuah perigi yang bernama Sumur Bandung.
Pada bagian atas situs makam Kanjeng Sunan Kudus terdapat inskripsi dasar kain sutera warna hitam, menumpang di atas situs warna hijau ukuran persegi panjang 2 x 1 meter, tulisan huruf Arab dua kalimat syahadat. (MS)
*Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian D. Zainuddin yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2017.
sumber gambar: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/