Ada sebuah kisah hikmah yang termaktub dalam sebuah kutipan di kitab ar-Risalah al-Qusyairiyah karya Syaikh Qusyairi. Ini kisahnya;
Muhammad ibn Abdul Wahhab ats-Tsaqafi bercerita, “Aku pernah melihat jenazah yang dipanggul oleh tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan. Kemudian aku mengambil alih tempat memanggul perempuan tersebut. Setelah itu kami berjalan bersama-sama menuju makam untuk melaksanakan salat jenazah, lantas menguburkannya. Aku bertanya kepada perempuan itu, ‘Siapa jenazah ini?’”
Mendengar pertanyaanku, perempuan itu menjawab, “Dia adalah puteraku.”
“Apakah kamu tidak mempunyai tetangga?” tanyaku lagi.
“Punya, tetapi mereka menganggapnya rendah” jawab sang ibu jenazah itu.
Aku bertanya kembali, “Apa alasannya?”
“Dia adalah seorang waria.”
Mendengar cerita itu, aku merasa kasihan kepadanya. Suatu ketika, si ibu dari jenazah tadi datang ke rumahku dan kuberikan uang dirham, buah labu, dan pakaian. Malam harinya, ketika aku terlelap tidur, aku bermimpi melihat waria itu, ia datang kepadaku dengan kondisi bercahaya bagaikan bulan purnama di malam hari.
Ia berpakaian serba putih dan lalu mengucapkan terima kasih kepadaku. Dalam mimpi itu aku bertanya, “Siapa kamu?”
Lalu ia menjawab, “Aku adalah waria yang telah kamu kubur di waktu siang hari itu, Gusti Allah telah melimpahkan rahmat kepadaku karena banyak orang yang telah merendahkanku.”
Dari kisah hikmah ini kita belajar, bagaimana harusnya kita bersikap ke setiap makhluk Allah. Hendaknya setiap hamba tidak boleh merendahkan orang lain hanya karena urusan materi, fisik, kedudukan maupun alasan-alasan lain yang menjadikan kita merendahkan orang lain.
Apakah penjelasan kisah ini sulit? Saya kira tidak, namun mempraktikkannya dalam keseharian agaknya menjadi sebuah kesulitan tersendiri.