Salat Jumat bagi masyarakat Indonesia merupakan suatu ibadah mingguan yang sudah biasa dilaksanakan. Ritual tersebut dipandang sebagai sebuah kewajiban bagi seorang muslim. Namun, nyatanya ada pendapat berbeda terkait hal tersebut seperti fenomena yang terjadi di Iran.

Masyarakat Iran yang mayoritas Syi’ah menganggap salat Jumat sebagai sebuah fardu kifayah. Implikasinya, dalam satu kota salat Jumat akan dilangsungkan secara terpusat di satu tempat. Sementara, bagi yang tidak melaksanakan, mereka cukup melakukan salat dzuhur. Di Tehran sendiri, salat Jumat biasanya diadakan di lapangan terbuka Universitas Tehran.

Yang menarik isi yang disampaikan dalam khutbah kebanyakan seputar masalah politik. Kebijakan Amerika dan sekutunya terhadap Iran menjadi sasaran empuk untuk memukau jamaah. Selain itu, Israel yang dianggap menjajah Palestina tak luput juga dari bahasan. Maka, tak heran di tengah-tengah khotbah Jumat terdengar teriakan “Magbar Amrika, magbar Israel.”

Melaksanakan salat Jumat di Tehran mempunyai sensasi yang berbeda. Kalau Anda suatu saat pergi ke Iran disarankan untuk mencoba mengikutinya. Nah, itu kan Jumatannya orang Syi’ah, terus bagaimana dengan penganut Sunni? Adakah penganut Sunni di Tehran? Jika ada dimana mereka melaksanakan salat Jumat? Atau kah salat Jumat dilarang bagi orang Sunni? Mungkin itu pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak pembaca.

Realitanya, penganut Sunni ada juga di Tehran. Umumnya mereka berasal dari suku Kurdi, Balochi, dan sebagian Azeri. Bagi penganut Sunni yang berada di Tehran, ada tempat khusus untuk melaksanakan salat Jumat. Yang unik, tempatnya bukan lah sebuah masjid, melainkan mirip sebuah rumah yang berlantai empat. Tempat ini berada di kawasan yang biasa disebut dengan Sadiqiyeh.

Sebetulnya, ada dua pilihan tempat bagi penganut Sunni untuk menunaikan salat Jumat, khususnya untuk warga negara asing. Pertama, di Sadiqiyeh yang dan yang kedua di Kedutaan Besar Republik Indonesia.

KBRI di Tehran menyelenggarakan salat Jumat dan terbuka untuk umum. Siapa saja boleh ikut, di sana tidak dibatasi hanya untuk orang Indonesia saja. Dan memang benar, jamaahnya berasal dari berbagai negara. Dari penampilan fisik dapat diidentifikasi mereka ada yang berasal dari Afrika, Arab, Pakistan, Bangladesh, dan negara lainnya. Sebagian besar dari mereka adalah ekspatriat yang sedang bekerja di Iran.

Selain kedutaan Indonesia, dulu kedutaan Arab Saudi di Tehran juga memfasilitasi ibadah salat Jumat. Namun, sekarang kedutaan tersebut telah ditutup sebagai akibat dari ketegangan politik yang terjadi antara Saudi dengan Iran, sehingga salat Jumat pun tak bisa dilaksanakan lagi di sana. Jamaahnya banyak yang beralih untuk menunaikan salat Jumat di kedutaan Indonesia.

Sementara itu, yang bertugas sebagai khatib biasanya adalah mahasiswa Indonesia Sunni yang sedang belajar di Iran. Mereka datang dari luar kota Tehran seperti Gorgon dan Esfahan. Biasanya mereka bergiliran mengisi khutbah setiap minggunya berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan.

Khutbah disampaikan dengan dua bahasa yaitu Indonesia dan satunya bisa memilih Inggris atau Arab. Mula-mula khutbah disampaikan menggunakan bahasa Indonesia, kemudian diterjemahkan ke dalam salah satu bahasa tersebut. Ini dilakukan agar jamaah salat Jumat yang datang dari berbagai negara dapat memahami isi khutbah.

Itu adalah gambaran Jumatan di Tehran. Kita bisa memilih salah satu dari tempat-tempat tersebut. Jangan khawatir terhadap perbedaan karena di sana kebebasan beragama dijamin.

Sebagai Sunni, kita juga bisa mengikuti Jumatan yang dilakukan Syi’ah. Begitu pula sebaliknya, tidak ada larangan untuk itu. Bahkan, dengan begitu, kita akan mendapatkan pengalaman baru dan mengerti arti sebuah kerukunan dalam perbedaan.

Leave a Response